Polemik tentang peserta didik naik atau tidak naik kelas terlebih dalam Kurikulum Merdeka menjadi isu yang kerap menarik untuk dibahas apalagi menjelang pekan kenaikan kelas. Jika kita mengacu pada surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 262/M/2022 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan Belajar yaitu:
1.Laporan hasil belajar peserta didik
2.Laporan pencapaian P5 (projek penguatan profil pelajar Pancasila)
3.Lembar portofolio peserta didik
4.Skill Passport (Paspor Keterampilan) dan rekognisi pembelajaran lampau peserta didik untuk jenjang SMK/MAK
5.Prestasi akademik dan non akademik yang diperoleh peserta didik
6.Ekstrakurikuler
7.Penghargaan yang diperoleh oleh peserta didik
8.Tingkat kehadiran peserta didik
maka terdapat celah peserta didik untuk tidak naik kelas/tinggal kelas di dalam Kurikulum Merdeka namun hal tersebut harus didahului dengan pertimbangan yang sangat matang dan menjadi opsi paling akhir setelah melalui proses panjang yaitu komunikasi dengan wali murid,memberikan bimbingan/intervensi kepada peserta didik, komunikasi dengan guru mata pelajaran, dan lain sebagainya dan ketidaknaikan kelas bisa terjadi jika ada sesuatu yang “luar biasa” sehungga sebetulnya walaupun celah itu ada namun sangat kecil kemungkinannya ditambah lagi ada rujukan di dalam Pedoman Pembelajaran dan Asesmen tahun 2022 halaman 61 yang berbunyi:
“Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu dilakukan musyawarah dan pertimbangan yang matang sehingga opsi tidak naik kelas menjadi pertimbangan paling akhir apabila seluruh pertimbangan dan perlakuan telah dilaksanakan. Banyak penelitian menunjukan bahwa tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung memberikan dampak buruk”.
Kebijakan tidak naik kelas adalah kebijakan yang tidak efesien karena peserta didik harus mengulang semua mata pelajaran untuk jangka waktu satu tahun penuh, pedahal mungkin bukan itu yang menjadi kebutuhan belajarnya. Maka jika keputusan ketidaknaikan kelas hanya didasarkan karena faktor akademik atau kognitif semata maka peserta didik tersebut tetap harus naik kelas karena ada aspek lain yang harus menjadi bahan pertimbangan selanjutnya yaitu faktor afektif atau karakter yang menjadi tujuan utama P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
Yang kedua, pemberlakuan fase di dalam Kurikulum Merdeka memungkinkan peserta didik untuk naik kelas karena peserta didik yang tidak mencapai tujuan pembelajaran di awal fase masih bisa memperbaikinya hingga di akhir fase.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H