Menteri Penerangan Harmoko sampai berkepentingan melarang peredaran lagu-lagu cengeng (1988), dan menginstruksikan agar TVRI memperbanyak tontonan mendidik. Maka lahirlah Sinetron Losmen, kuis Gita Remaja dan Album Minggu Ini. Pada bulan Oktober tahun itu (1988), Soeharto mengumumkan Pakto 88 yang seolah secara genuine menunjukkan peningkatan ekonomi nasional. Lahir pula Majalah HAI dan ANITA CEMERLANG yang menampung kreatifitas anak-anak muda.
Memasuki dekade 1990-an, perubahan signifikan terjadi di seluruh dunia. Pemerintah agaknya paham bahwa berakhirnya Perang Dingin dan gagasan Demokratisasi tidak akan terbendung, tidak terkecuali di tanah air. Tontonan RCTI membuat pemirsa mulai membandingkan lagu-lagu lokal dengan kualitas internasional. Diawali dengan Scorpions pada 1992, berturut-turut semakin akrab pula Marie Frederickson dan Ace of Base di telinga masyarakat Indonesia.
Sementara di dalam negeri sendiri, SLANK, Kla Project dan DEWA-19 berhasil menjadi ikon karena alasan yang sepenuhnya ditentukan oleh ritme dan beat yang masuk ke telinga orang Indonesia. Sementara banyak pemusik Indonesia gagal mencapai kepopulerannya. Bukan karena lagunya tidak enak didengar, tetapi karena mereka tidak dapat menjaga frekwensi dan alasan yang sesuai dengan kondisi masyarakat.
****
Perkembangan musik Indonesia selama seperempat abad (1973-1998) tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosial dan teknologi. Kita masih ingat bagaimana Fariz RM menenteng gitar sekaligus keyboard saat menyanyikan Barcelona dan Sakura yang nadanya memang rumit. Maka potensi dan kepiawaian pemusik benar-benar teruji dihadapan kamera. "Kasus" Milli Vanilli menjadi perhatian, bukan karena iklim keterbukaan sudah memungkinkan itu, tetapi karena orisinalitas menjadi pertaruhan dasar.
Genre musik manapun dapat diterima sejauh masyarakat menggemarinya. Tetapi kita boleh saja beranggapan bahwa kualitas lirik akan sangat menentukan. Bukan soal kecanggihan teknologi. Masyarakat Indonesia mungkin saja menggemari musik. Tetapi soal selera, siapa tahu? Music... Better speak than words.
Apakah musik kita kini memenuhi semua faktor yang mengatasi kata-kata? Wallahuallam Bissawab .
 Â
Salam dan Hormat
Bacaan:
Bouman, Sociology (1969).