Lesakan dua gol Indonesia yang masing-masing diciptakan oleh Sani Rizki dan Osvaldo Haay mampu membawa Indonesia tampil sebagai juara piala AFF U-22 mengalahkan Thailand di Olympic Stadium Kamboja. Kemenangan ini tentunya sangat mengagetkan seluruk publik Indonesia.
Pertama, selama babak kualifikasi, Indonesia selalu tampil di bawah performa. Penampilan Indonesia cenderung monoton dan kurang enak ditonton. Alhasil dua kali imbang menjadi pembuka penampilan Indonesia di Piala AFF U-22.
Namun, penampilan timnas berangsu-angsur membaik. Grafik penampilan semakin memuncak. Dan puncaknya pada laga final. Secara meyakinkan mammpu mematahkan dominasi Thailand.
Thailand adalah musuh bebuyutan Indonesia. Thailang yang sering menggagalkan usaha Indonesia menjadi juara di berbagai event di Kawasan Asia Tenggara.
Gelar juara ini sangatlah membanggakan. Gelar juara yang membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya jago kendang. Pada dua edisi AFF kelompok umur yang lain (U-19 dan U-16), Indonesia menjadi juara. Namun, kedua-duanya digelar di Indonesia. Sehingga, sebelum laga final tadi, predikat jago kendang masih membayangi Timnas Indonesia.
Asa Perbaikan PSSI dan penataan sepakbola Indonesia
Gelar juara Piala AFF U-22 ini menjadi momentum bagi sepak bola Indonesia. Di tengah karut marut sepakbola Indonesia dengan terbongkarnya skandal yang menjerat beberapa pengurus teras Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Komite Executive (Exco), gelar juara ini menjadi oase bagi pecinta sepakbola tanah air. Sebagai oase gelar ini patut dirayakan.
Namun, gelar ini juga menjadi momentum dan pelecut semangat untuk menjadikan sepakbola Indonesia menjadi lebih baik. Revolusi di tubuh PSSI menjadi penting dan mutlak untuk dilakukan. Hal ini apabila berkaca pada prestasi pemain sepakbola di kelompok umur. Indonesia memiliki prestasi yang baik.
Namun, seringkali pemain-pemain yang moncer dikelompok umur tersebut, layu sebelum berkembang, tatkala mereka masuk dalam ranah profesional/liga profesional. Ini yang harus diantisipasi.
Langkah yang dilakukan diantaranya melakukan pembenahan dalam organisasi PSSI. PSSI harus bertransformasi menjadi organisasi yang menyehatkan. Menyehatkan diri sendiri, menyehatkan Pengurus Daerah (Pengda) serta yang paling penting menyehatkan klub. Keseluruhannya berkesinambungan.
Akan tetapi, menyehatkan klub menjadi prioritas. Klub sehat tidak hanya secara finansial saja, melainkan keseluruhannya. Klub memiliki keuangan yang bagus, stadion yang bagus, manajemen yang bagus, kompetisi internal dan tim di masing-maisng kelompok umur. Klub seperti ini yang belum banyak terdapat di Indonesia. Hal ini perlu menjadi perhatian PSSI.
Selain itu, PSSI wajib menciptakan kompetisi yang sehat dan sportif. Kompetisi seperti ini mutlak untuk dilakukan. Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah jauh berkembang.
Pemain-pemain hebat, dalam sejarahnya, Â dihasilkan melalui kompetisi yang hebat. Indonesia sebenarnya sudah melangkahkan satu kaki dengan diberikan anugerah pemain muda berbakat. Gelar juara kelompok umur menjadi faktanya.
Namun, yang perlu diperkuat adalah pengembangan pemain dari kelompok umur ke pemain profesional. Kompetisi adalah jalan satu-satunya. Â Oleh sebab itu, untuk menuju kompetisi yang benar-benar profesional diperlukan tata kelola PSSI yang profesional juga.
Revolusi PSSI, pembenahan PSSI untuk mencetak timnas berprestasi. Karena sepakbol adalah olahraga masyarakat dan prestasi adalah kebanggaan masyarakat. (Las)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H