Mohon tunggu...
Samdar Rery
Samdar Rery Mohon Tunggu... Dosen - MARHAINISME

Dimana ada cinta, disitu ada Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Demokrasi Pancasila

12 Oktober 2019   18:34 Diperbarui: 13 Oktober 2019   14:47 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Realitas demokrasi hari ini sangat sulit ditafsirkan dari demokrasi yang sesungguhnya. Namun kita berbicara realitas sesungguhnya tidak mungkin akan diterapkan di negeri yang kaya suku, dan budaya, tak terlupakan juga adalah agama sebagai bagian yang dapat mewarnai tumbuh berkembangnya demokrasi.

Prof. Anwar Arifin (dlm bukunya Opini Publik) ia menerangkan bahwa demokrasi yang kita anut adalah demokrasi Pancasila, yang memberikan potret dari berbagai perbedaan itu menjadi satu kesatuan utuh dalam bingkai Pancasila, sehingga proses dari demokrasi berlangsung selalu memberikan cermin dari nilai perbedaan yang ada.

Sejak bergulirnya reformasi dapat memberikan kesuburan yang baik untuk tumbuh kembangnya demokrasi Pancasila, dan setelah reformasi, demokrasi yang kita impikan itu diperkuat lagi dalam konstitusi kita, yakni di atur dalam pasal 28 UU 1945 yang di mana memberikan ruang kepada warga negara untuk berkumpul, berserikat, menyampaikan pikiran dan pendapat.

Namun demokrasi yang diperkuat dengan konstitusi tersebut rasanya demokrasi kita hanya bersifat prosedural, di mana demkrasi yang dipahami sebatas pergantian kekuasaan lima tahunan semata, dipresepsikan masyarakat hanya menggunakan haknya suarahnya saat mendatangi tempat pemungutan suara (TPS). Namun hak menyampaikan pendapat, krititkan di media, baik itu media mainstream, maupun di sosial media tidak begitu mendapat perhatian dalam kerangka demokrasi.

Dalam konteks aksiologi dari demokrasi ini banyak sekali pihak yang pada akhirnya berhubungan dengan hukum dalam proses penyelesain masalah yang berkaitan dengan hak menyampaikan pendapat, kritik, dan saran. Sehingga masyarakat melihat problem seperti ini pada akhirnya takut bersuarah dalam ruang demokrasi, di mana dalam ruang demokrasi ada nuansa sirkulasi komunikasi yang tidak produktif dan terkesan kaku saat rakyat menyampaipakan hak hak mereka selaku warga negara.

Potret panggung demokrasi yang seharusnya menjamin warga negara berani berserikat, berkumpul, menyapaikan pikiran baik kritik maupun saran dapat dilindungi (pasal 28). Akan tetapi malah sebaliknya, demokrasi hanya bersifat prosedural lima tahunan, namun abai dari hlhakikat demoktrasi yang lain.

Demokrasi harus dilihat sebagai saranah untuk membuka jalan pikiran warga negara, agar mereka bisa berpartisipasi dalam membangun suatu peradaban demokrasi yang baik. Kualitas suatu negara yang baik  maka dapat dipastikan ada praktek demokrasi yang baik pula, yang di mana di dalamnya terdapat kepastian ruang untuk menyampaikan saran, kritik dari warganya.

Jangan dilihat kritik dan saran dari masyarakat sebagai suatu ancaman, tapi dilihat sebagai hal yang positif untuk membangun tatanan dan kultur demokrasi yang baik. Artinya kritik dan saran dalam ruang demokrasi dapat mensuport majunya suatu bangsa dan menghidupkan partisipasi masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap majunya suatu bangsa.

Masyarakat merasa diberi peran untuk berpartisipasi dalam mengontrol jalannya suatu pemerintahan, sehingga suatu pemerintahan mengalami kemajuan karena dapat mengakomodir aspirasi suatu masyarakat.

Namun ketika hak menyampaikan saran kritik dibungkam dengan alasan stabilitas suatu negara tidak stabil, atau karena dianggap sebagai suatu acaman atas jalannya proses pemerintahan, maka dapat dipastikan demokrasi yang kita elukan itu mengarah pada mokrasi yang tidak mencerminkan suburnya suatu demokrasi.

Sebab monokrasi terdapat kecendrungan kekuasaan mengendalikan demokrasi sesuai dengan seleranya, nah rakayat tidak ingin hidup dalam suatu negara yang demokrasi, tetapi sebagian hak demokrasinya terabaikan.

Kesadaran dalam berdemokrasi
Dalam kondisi negara tidak stabil seperti saat ini, maka rakyat paling tidak memiliki kesadaran untuk memahami kondisi yang ada, mulai dari konflik di Papua, gempa bumi di Ambon, penusukan terhadap menkopuhulkam dll.

Dari deratan sejumlah peristiwa tersebut rakyat harus juga bersikap arif dan bijak saat menyampaikan kritik saran dalam ruang demokrasi, sehingga tidak menjadi momok dalam demokrasi yang kita anut, artinya ekspresi menyampaikan saran pendapat dalam bentuk apapun dari masyarakat, selama itu tidak keluar dari koridor nilai demokrasi yang kita anut ( sya sebutnya sebagai demokrasi pancasila).

Sebab kebebasan berdemokrasi yang di atur dalam konstitusi kita (baca pasal 28 UU 1945) itu memberikan syarat bahwa selama itu terukur dan tidak keluar dari nilai demokrasi yang suda menjadi konsensus bersama maka harus rakyat juga sportif untuk menjalankan, jangan kebebasan berdemokrasi ditafsirkan sesuai selera emosi rakyat, atau ditafsirkan seperti demokrasi di negara lain.

Disinilah kita harus paham soal budaya demokrasi kita, yang di mana tidak sepenuhnya kebebasan itu murni untuk dijalankan tanpa pertimbangan aspek sosiologis, budaya dan agama, andaikan kebebasan berdemokrasi itu dijalankan seperti dipraktekan di negara liberal maka tentu tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia

Disinilah demokrasi di Indonesia diatur dalam konstitusi itu berdarakan nilai yang tercemin dalam masyarakat, baik dari sisi budaya, adat, agama, sosial, dan aspek sosiologis lainnya. Sehingga dengan indikator demikian lalu kita bukan mengartikulasikan bahwa demokrasi itu adalah kebebasan sebatas demokrasi prosedural semata, tapi memang karena faktor demikiran sehingga para the fonding fother kita merumuskan konstitusi yang berkaitan dengan kebebasan demokrasi ini susia dengan nilai yang ada.

Sehingga saya sering mengartikulasikan demokrasi itu adalah alat yang terukur sesuai dengan keadaan sosiologis, budaya, agama, suatu negara, untuk mencapai kualitas suatu negara menuju perubahan yang diimpikan masyarakatnya.

Dengan demikian rakyat ketika memberikan kritik dan saran kepada suatu rejim, maka paling tidak memiliki sandaran yang terukur, dn tidak dianggap sebagai kritik yang parsial, juga sebagai bolah liar yang dapat dipertanggung jawabkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun