Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Preman dalam Penamaan Hari

6 April 2021   16:51 Diperbarui: 6 April 2021   17:01 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jejak  Preman dalam penamaan hari (bagian 2)

Oleh : Sampe Purba

Ternyata, kelakuan ala Julius Caesar dan Kaisar Agustus sepertinya terilhami dari tradisi lama. Penamaan hari hari dalam sepekan,  berawal dari Mesopotamia. Sebagaimana diketahui, sejak zaman tak teringat, orang orang Mesopotamia (dan juga Sumeria) sudah tertarik dengan penyelidikan benda benda langit. Misalnya, dalam satu Kitab Tua dikisahkan, seorang  Raja Raksasa bernama Nimrod membangun menara tinggi menjulang ke arah langit. Ada juga kisah orang Majus Sumeria yang mengikuti pergerakan bintang raja berkelana hingga ke tanah Kanaan Palestina.

Sistem kalender Babilonia menetapkan ada tujuh hari dalam satu putaran. Benda langit (planet) yang terlihat jelas dari bumi, dinamai sesuai dengan nama dewanya. Seiring dengan pergantian Preman penguasa jagat, sejak Babilonia -- Sumeria - Junani kuno -- Romawi Kuno -- Nordic -- Germany yang menginvasi Eropa dari arah Skandinavia, maka berganti-ganti pula nama-nama hari itu, tergusur oleh nama dewa dari negeri Preman penguasa baru.

Tyr -- tiw -- Tuesday. Tyr adalah nama dewa perang dan dewa langit Nordic. Mars (Romawi Latin) atau Ares (Junani) adalah nama hari tersebut (yang juga berarti dewa perang). Tetapi karena mereka kalah gertak dengan orang Nordic, ya terpaksa mengalah. Jadilah nama dewa perang Preman Nordic yang diabadikan hingga sekarang.

Woden -- wed -- Wednesday. Woden adalah Nama Dewa Pemburu Liar dari Anglo Saxon. Orang Nordic menghormati Kepala Preman ini dengan nama dewanya. Pada zaman Latin, nama hari ini adalah Hermes -- dewa perdagangan sekaligus maling yang tersohor. Ya, masih miriplah dengan pemburu liar itu.

Thor -- thunres -- thunder -- Thursday. Thor adalah dewa guntur Skandinavia. Masih ingat serial filem Thor dan Avengers yang beberapa tokohnya mampu menangkap ekor petir, bukan ?. Ada orang Skandinavia/ Swedia juga lho dalam deretan bintang utamanya itu. Orang Romawi sebelumnya menamai hari ini dengan Jupiter (Jove), yaitu dewa guntur dan petir, yaitu nama planet yang sebelumnya telah diidentifikasi oleh orang Babilonia.

Frea -- frigga -- Frijaz -- Friday. Frijaz adalah nama dewi Germanic kuno, yang berarti kebebasan dan cinta. Mungkin karena tidak tega, nama dewi yang dipilihkan pun disesuaikan dengan nama hari yang sebelumnya disematkan oleh orang  Romawi kuno yaitu Venus. Venus, sang  dewi cinta yang membara, yang kerlingannya mampu menjalarkan ritme ritme mistis hingga ke  detak jantung secara misterius.

Saturni -- saternes -- Saturday. Saturn adalah nama dewa Romawi dan Italia Kuno yang mengurusi kebahagiaan dan nasib baik. Tidak heran, anak-anak muda kita zaman dulu, sangat menunggu nunggu datangnya hari Sabtu -- hari baik. Mereka menyebutnya malam panjang, malam untuk berbagi kebahagiaan dan merajut nasib baik dengan sang kekasih.

Bagaimana dengan nama hari Minggu dan Senin.

Tampaknya seluruh penjelajah dan para preman penguasa dunia yang muncul silih berganti, menyepakati bahwa kedua hari ini layak dipersembahkan kepada nama dewa penguasa benda langit yang paling dominan. Kualat mereka kalau tidak menghormati yang dua ini, yaitu  bulan dan matahari.

Mone -- mona -- montag -- Monday. Akar katanya adalah moon atau bulan. Di Britania kuno, anak anak yang lahir di hari Senin, sering dinamai dengan Mona. Entahlah kalau Mona Lisa ya. Dewi  lunae adalah nama dalam bahasa latin yang berarti bulan. Dari sanalah istilah lunar system berakar.

Solis -- Sonen -- Sunnan -- Sun - Sunday. Ya, hari yang istimewa ini diberikan nama kehormatan dengan dewa terbesar, dewa matahari. Matahari adalah benda langit paling dominan yang diketahui pada zaman Babilonia hingga zaman penjelajah Nordic tersebut. Penanggalan yang berbasis mataharipun dikenal dengan solar system.

Kalau saat ini sih, dalam sistem galaksi bimasakti saja ada lebih 300 milyar bintang, dengan sistem gugus dan orbit masing-masing. Beberapa di antaranya lebih powerful dibanding dengan matahari yang kita kenal dalam sistem tata surya.
Untunglah penamaan jumlah hari telah tuntas. Otherwise, engga tahu kita, mau berapa lagi nama nama dewa dewi akan diselipkan seiring dengan ditemukannya sistem sistem planet baru.

Anda tahu Elon Musk bukan ?. Itu lho orang terkaya terjenius sejagat. Pelopor mobil listrik TESLA. Dia juga  yang telah berhasil mendaratkan helikopternya di  mars bulan lalu. Musk bahkan bertekad tahun 2022 tahun depan, akan berangkat ke Mars dan kembali ke bumi. Entah kebetulan atau tidak, Musk artinya adalah merah menyala kejingga jinggaan. Itu persis warna planet Mars. Kita tunggu, mungkin kelak, ketika manusia sudah dengan mudah berlalu lalang ke Mars dengan SpaceX Jetnya itu, semudah orang Jakarta -- Silangit, kali saja nama Mars juga akan dirubahnya menjadi Musk. Tetapi kok Jakarta -- Silangit sih ?. Ya iya lah. Kita kan lagi bicara benda-benda LANGIT

Nah, bagaimana dengan di Nusantara ?

Peradaban dan pengetahuan nenek moyang kita kalah tua dari bangsa -- bangsa di atas. Tetapi urusan memberi nama, kita tidak kalah hebat. Dalam kisah pewayangan lakon Prabu Palindriya yang dapat dibaca dalam Pustaka Raja Purwa (baca PURBA) gubahan Ranggawarsita,    hal penamaan tersebut dapat dirunut. 

Orang Jawa cukup menetapkan lima hari saja satu siklus putaran. Tidak mau kalah dengan orang Junani atau Skandinavia kuno, nama nama hari pun diberi nama Sri, Kala, Brahma, Wisnu dan Guru, yaitu dewa dewi yang dihormati di jagad Jawa. 

Belakangan, mungkin karena rasa hormat ke para guru dewa dewi ini, nama yang disematkan ke hari hari ini correspondently adalah Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon. 

Satu siklus untuk satu hari pasaran. Ini lebih cerdas lagi, tidak perlu menunggu tujuh hari, satu hari Pahing sudah ketemu hari Pahing pekan depannya hanya dalam lima hari. Ekonomi berputar.  Pedagang untung, Rakyat makmur, gemah ripah loh jinawi.

Tetapi sepertinya, entah karena kurang sreg atau demi menjaga harmoni dengan pemilik peradaban kuno di belahan bumi lain, atua bagian dari kearifan lokal,  peradaban Jawa juga menghormati sistem Babilonia kuno. 

Pertemuan satu siklus hari Jawa dengan satu siklus hari Nordic memiliki arti spesial, misalnya Jumat Kliwon. Ini akan bertemu setiap 35 hari, yaitu lima hari Jawa dikalikan dengan tujuh hari skandinavia. Dalam beberapa tradisi, hari yang istimewa ini dirayakan spesial, misalnya dengan menanggap wayang.

Bagaimana dengan suku lain, katakanlah suku Batak. Sepanjang dan sependek pengetahuan saya, suku yang satu ini, punya nama nama yang berbeda untuk sebulan penuh atau tiga puluh hari, semacam penanggalan. Tetapi lupa, atau mungkin tidak peduli dengan sistem lima hari atau sistem tujuh hari. Makanya tidak ada nama hari dalam bahasa Batak. Itu juga mungkin penjelasan, kenapa tidak ada pewayangan ditanggap di sana. Entahlah ...

Jakarta, April 2021

Sampe Purba

Penulis lepas -- Pemerhati Langit dan Bumi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun