Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adaptasi Acara Pernikahan Orang Batak pada Masa New Normal

11 Juli 2020   18:59 Diperbarui: 11 Juli 2020   18:49 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adaptasi Acara Pernikahan Batak di Masa New Normal

Oleh : Sampe Purba

Tidak Mangalua Tetapi Tidak Marunjuk

Perbedaan utama Mangalua (marlua-lua/ Simalungun) dengan adat marunjuk adalah, bahwa pada saat mangalua, pihak Paranak telah terlebih dahulu Parajahon/ mentahbiskan Paniaran, tanpa didahului denggan Permisi/ Patua Hata kepada keluarga Parboru.

Pemberitahuan kepada Parboru diberitahukan kemudian segera setelah diluahon/ diparaja borunya.

Acara pemberkatan nikah yang dilaksanakan secara teoretis normatif hanya akan dihadiri pihak keluarga orangtua Pengantin Pria.

Inilah yang menjadi ganjalan psikologis kenapa pada zaman modern ini, sedapat mungkin mangalua dihindarkan.

Sedangkan pernikahan marunjuk adalah, kedua belah pihak orangtua Paranak dan Parboru, terlebih dahulu merestui dan menyepakati pergaulan kedua sejoli, untuk ditingkatkan ke status berumah tangga. Selanjutnya dibicarakan dan disepakati hal hal mengenai pemenuhan adat (marunjuk, manggarar dohot manjalo adat na gok). Pesta unjuk dilaksanakan segera/ pada hari yang sama dengan pemberkatan nikah, yang dihadiri keluarga kedua belah pihak.

Di masa adaptasi new normal ini, acara pemberkatan pernikahan Kristen Batak dapat tetap dilaksanakan dengan dihadiri kedua belah pihak orang tua (Paranak dan Parboru) ke gereja, tanpa harus disebut mangalua. Tata cara yang analog dapat dilakukan menyesuaikan pada sejoli yang menganut agama/ kepercayaan yang lain.

Patua hata

PATUA HATA adalah piranti adat yang dapat ditempuh untuk itu. Patua hata berarti, rencana pernikahan kedua sejoli telah diberitahukan secara resmi kepada orangtua (Hata ni naposo dipanakkok tu natua-tua).

Mengingat pembatasan fisik di masa covid 19 ini, terutama di perkotaan seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya misalnya, Patua hata dapat dilakukan dengan kehadiran fisik minimal yang mewakili Kedua belah pihak plus satu utusan/ Raja Adat dari marga, di rumah keluarga Parboru.

Apabila tidak memungkinkan di rumah Parboru (misalnya karena ruangan yang terbatas untuk physical distancing) sesuai dengan protokol kesehatan, dapat dipilih di ruangan gedung/ aula gereja. Atau dengan kesepakatan kedua belah pihak, bahkan dapat dilaksanakan secara daring melalui teleconference webinar  Zoom, Skype, webex dan sejenisnya.

Inti pembicaraan/ kesepakatan adalah :

a. Kedua sejoli naposo ini akan menikah

b. Karena tidak memungkinkan untuk melaksanakan adat na gok, maka segala sesuatu yang terkait dengan hal tersebut (seperti marhusip, marhata sinamot dan seterusnya) akan dilaksanakan kemudian, setelah memungkinkan (wabah covid telah teratasi/ vaksin efektif, tidak ada resiko penularan).

c. Kedua belah pihak (Paranak dan Parboru serta utusan Marga/ Raja Adat) menyepakati tanggal pemberkatan nikah di gereja.

d. Pemberkatan nikah dihadiri kedua belah pihak orang tua. Jumlahnya disesuaikan dengan protokol gereja dan Pemerintah setempat

e. Setelah itu Orangtua Pengantin Wanita  Memberikan ULOS Hela kepada hela/ dan borunya, sebagai tanda sah secara adat telah menikahkan anaknya. Cukup satu ulos itu saja. Kelak, setelah situasi normal dan penyelenggaraan adat na gok dipenuhi, di situlah ulos disampaikan sesuai dengan tohonan parjambaran masing-masing.

f. Selanjutnya pernikahan tersebut didaftarkan ke Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil.

g. Melalui WA Grup diberitahukan kepada Pengurus Punguan, bahwa Pernikahan satu keluarga baru secara adat telah dilaksanakan. Adapun pemenuhan adat na gok akan diberitahukan kemudian

Dengan cara ini, maka keluarga baru tersebut telah sah secara adat sebagai keluarga baru

Tu hamu orangtuanami, akka rajanami, para Pengetua Adat

Jalan keluar tersebut di atas adalah cara yang elegan, dan tetap memenuhi :

i. Asas Pernikahan Secara Adat

ii. Asas Pernikahan Secara Kristiani

iii. Asas Pernikahan Secara Hukum

iv. Asas Protokol Kesehatan

v. Asas Pernikahan yang  Sederhana, Murah dan Substantif

Akka Rajanami, Inang Soripada, santabi ndang na menggurui. Ndang tuktuhan batu, dakdahan simbora, ndang na manuturi datu manang mangajari akka na marroha.

Tetapi bagaimanapun, budaya termasuk adat harus responsif, dan responsibel. Adalah tanggung jawab kita bersama sebagai warga masyarakat adat, warga gereja dan warga negara, bahu membahu bekerja sama dengan Pemerintah untuk menghambat penularan pandemi ini. Di bidang acara pernikahan adat batak, cara tersebut adalah salah satu di antaranya. 

Ompunta Raja di jolo, martukkothon sialagundi

Adat pinukka ni Ompunta na parjolo, tung denggan ma tapauli-uli

Jakarta, 11 Juli 2020

Penulis

Pemerhati dan Praktisi Adat

Tinggal di Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun