Pada zaman itu, sepatu seperti ini sudah tergolong mahal dan hanya dimiliki rekan rekan yang tergolong berpunya.
Saya sangat bangga dengan sepatu ini. Kalau berjalan terasa gagah begitu. Hampir tiap hari saya pakai ke kampus Bahkan waktu wisudapun ternyata sepatu ini pula yg saya pakai. Bukan sepatu bertumit. Agak janggal juga sih bersepatu kets sambil memakai jubah dan toga. (Setidaknya itu penilaian saya sekarang ketika melihat album album lama).
Sementara menjaga sepatu yang saya ikatkan di sisi kapal, saya ketiduran, jacket saya telungkupkan di wajah. Aroma sepatu tidak lagi mengganggu hidung yang mulai akrab dan berkompromi pada kekumuhan itu. Pada hal di lantai palka atas di sisi luar itu banyak lho orang lalu lalang.
Saya tidur lumayan lama. Pantai pulau Jawa sudah mulai dekat.
Setahu bagaimana, tetiba ada yang menggoncang goncang bahu saya. Saya terbangun dan demi melihatnya langsung senang. Dia senior di atas saya satu tahun di kampus. Orangnya baik, pintar, parlente dan necis. Sudah bekerja.
Dia sebetulnya tidak terlalu yakin yang tiduran di lantai palka itu adalah saya. Wong ratusan orang berlalu lalang di situ. Tapi dengan melihat sepatu butut dijemur tergantung, dan ada orang tidur dekatnya... pastilah ini si Sampe. Soalnya hanya dia yang agak antik dan sedikit nekad bin kampungan. Â Begitu kata Abang itu, setelah dua kali bolak balik melewati saya yang mendengkur pulas.
Pendek cerita, aku ikut Abang itu sampai simpang halte Sekolahan Slipi. Pakai taksi. Kebetulan Abang itu, berdua dengan temannya tinggal di daerah Grogol. Haleluyah.
Dari halte sekolahan, tidak terlalu jauh lagi. Alamat yang dituju, jalan Anggrek Garuda.
Itu rumah  yang sewa Abang Sepupu saya dari pihak ibu bersama beberapa orang temannya sesama PNS muda calon hakim dan panitera di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Sesampai di alamat, saya masuk, kebetulan ada satu temannya di dalam. Ini rumah sederhana, ada 4 kamar. Dinding belakang menempel dengan bioskop. Â Ruang tengahnya melompong terbuka, hanya ada satu meja besar berkaki pendek dan tikar pandan setengah lusuh. Koper saya taruh di sudut. Sambil menunggu mereka pulang dari kerja, saya rebahan lagi. Ketiduran. Geas.
Tidak lupa sepatu butut (yang sedikit berbau itu) saya letakkan di arah pintu....