Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The Tale of Sepatu Butut

2 September 2019   18:31 Diperbarui: 2 September 2019   18:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KMP Kambuna relatif kapal baru, bertonase 14.000 GT . Berdinas sejak tahun 1984 melayari jalur Belawan - Tanjung Priok - Makassar. Ini adalah kapal pengganti KMP Tampomas yang tenggelam tiga tahun sebelumnya. Kapal beserta ratusan penumpangnya tenggelam setelah mesin kapal mati, dan terbakar tiga hari terapung apung di laut. Mirip kisah titanic.

Peristiwa ini menghantui betul para pengguna kapal. Berangkat via kapal laut adalah seperti pertaruhan nyawa juga. Tidak heran, untuk selamatan, selain dengan doa, umumnya malam terakhir pemberangkatan makanan disiapkan dengan lauk yang lebih enak. Bahkan ada yang potong lomok lomok lengkap dengan pinargoarnya.

Saya belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Jalur darat belum populer. Sementara jalur pesawat sangat mahal. Jaman itu belum ada HP, WA, FB, IG atau email.

Kami berlayar selama 3 hari 2 malam, Belawan - Tanjung Priok.

Di hari ketiga subuh menjelang ketemu laut Jawa, saya double check koper. Termasuk bundel tas mirip echolac penyimpanan foto copy legalisir ijazah, surat pindah, surat kelakuan baik dari koramil, dan sedikit uang bekal merantau.

Setahun setengah sebelumnya diam diam saya mengambil utangan kredit mahasiswa. Ini adalah program Pemerintah membantu mahasiswa tingkat sarjana melalui kerja sama kampus dengan satu bank Pemerintah. Uangnya saya belikan sepeda motor. Menjelang penyusunan skripsi sepeda motor dijual untuk biaya biaya yang perlu, hingga wisuda. Sisanyalah ongkos dan modal merantau ke Jawa. Ijazah ditahan bank sebagai jaminan.

Sejujurnya saya juga agak gelisah. Kurang tidur. Saya tidak ada kenalan selama di kapal. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana menyeret koper, menyetop bis dari pelabuhan Tanjung Priuk ke terminal , untuk seterusnya turun di halte sekolahan Slipi seberang Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Itu petunjuk yang ada pada oretan saya.

Untuk mengambil taksi belum masuk dlm radar saya. Selain ongkosnya mahal, agak takut pula dibawa entah melipir menjauh lewat mana. Itu setidaknya di alam bawah sadar saya berdasarkan cerita cerita dan filem filem yg pernah saya tonton. Belum ada gocar, grab atau waze pada zaman itu.

Selepas serapan pagi, di palka atas saya melepas dan menjemur sepatu yang sudah agak berbau. Tiga hari tanpa ganti kaos kaki lumayan beraroma lho. Ini adalah sepatu kebanggaan saya. Mereknya Adidas, warna coklat. Bertali.

Sepatu ini dibelikan Namboru par Pekanbaru tahun 1984 yang lalu. Namboru itu kebetulan datang ke kampung untuk satu acara partangiangan lombu tumbur di keluarga besar Ompu kami Ompu Rampak - Mardongan. Dari Pekan baru beliau membawa mobil semi pick up yang masih baru.

Saya bujuk untuk ikut Namboru itu yang terkenal seorang pedagang antar pulau. Namboru itu memberikan saya sepatu itu yang di belinya dari Tanjung Pinang sepulang dari dalam rute dagangnya menyusuri sungai Siak hingga ke pesisir Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun