Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Bermantan

31 Januari 2019   07:44 Diperbarui: 31 Januari 2019   07:48 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika Ber-Mantan

Oleh : Sampe L. Purba

(Bagian 1)

"Pada waktunya kita semua akan menjadi Mantan", demikian Dek Jum memulai obrolan kami di pojok Cafe tua bernuansa kolonial di bilangan sudut Jalan Sabang sore itu sambil menunggu gerimis reda. Jakarta semakin macet dan mumet. Hujan sebentar merubah jalan protokol maupun trotoar yang teranugerahi banjir, menjadi medan semrawut yang diperebutkan sepeda motor, ojek, hingga mobil berplat ganjil genap.

Pikiran saya jauh lebih mumet, menghadapi kalimat pembuka dek Jum. Kalimatnya tidak biasa. Dingin. Mirip kombinasi pembukaan Sicilia dengan serangan gambit yang mengancam benteng pada tiga langkah pertama.

Seakan dapat membaca pikiranku, Dek Jum melanjutkan.

Seorang Pejabat akan menjadi mantan pejabat, model cantik menjadi mantan model, pacar menjadi mantan, entah menjadi pasangan hidupmu atau menjadi pasangan orang lain. Caramu menghargai mantanmu, menunjukkan kualitasmu ketika aktif berinteraksi dengannya. Apakah tulus, genuine, memberi nilai tambah, atau sekedar menggerayangi dan menompang hidup ala oportunis aji mumpung.

Saya mengenal dua mantan MenKo, di dua masa kepresidenan yang berbeda.  Sebelum mereka di Pemerintahan, pendapat dan tulisannya jernih. Komprehensif menjajikan fakta, argumen, dan data. Narasinya substantif dengan pisau analisis yang tajam, disertai usulan alternatif solusi. People love them.

Ketika Pemerintahan populis terbentuk, diajak oleh Presiden terpilih ke Kabinet. Menjadi bagian dari dream team.
Tetapi sayang setelah di dalam, peri lakunya malah seperti oposan. Pengamat.

Dalam kasus BLBI misalnya. Ketika si Mantan diundang klarifikasi, malah menyalahkan Bossnya. Kemudian sering menjadi pembicara di media populer dengan analisa yang - maaf - sedikit ngawur. Misalnya, menghitung cost bahan bakar minyak hanya berdasarkan biaya memproduksi. Itu mirip menghitung biaya beras, hanya sekedar ongkos yang keluar untuk memanen, menggiling hingga memasarkan. Apa biaya mencari, menanam (istilah teknisnya exploration cost) dan menjaga kualitas sawah dan tanaman tidak perlu dihitung.

Mantan yang satu lagi tidak kalah ngawur dan awut awutan. Sebagai Menko malah sering berpolemik di media, termasuk dengan Menteri Teknis yang di bawah koordinasinya. Kerjanya kepret sana sini, hingga menantang atasannya debat di publik. Kabinet menjadi bising.

Pak Dhe Jokowi - yang tagline kabinetnya adalah #KerjaKerjaKerja#, tampaknya memandang kedua orang ini menjadi liabilitas yang dapat menggerus soliditas Kabinet. Sang Menko dan Menteri Teknisnya terpental. Reshuffle.

Eh belakangan, penyakit akut sang Mantan Menko kambuh. Twit sana sini, dengan data yang tidak akurat. Mengritik kinerja rekan kabinetnya yang masih mengabdi. Anehnya, si Menteri Teknis, yang juga sudah menjadi mantan, ikut ikutan mengritik kabinet. Demikian juga, seorang mantan petinggi lainnya yang masih dihargai dengan mendapuk di jabatan Komisaris BUMN. Apa dia pikir matahari bersinar dari balik punggungnya. Inilah tipe orang yang lupa kacang akan kulitnya.

Bah... ternyata etiket orang orang ini sedemikian tipis. Setipis daun sangge sangge. Etika - sikap batin, maupun etiket - refleksi sikap batin dalam relasi eksternalnya, jauh dari sifat seorang Negarawan.

Kalaupun misalnya, ada yang kurang pas, bukankah lebih baik anda sampaikan langsung. Bukankah anda anda punya saluran hot line, ke ex/ mantan rekan anda di Kabinet ?. Apakah karena ada kontestasi PilPres, membuat anda kehilangan rasionalitas dan esprit de corps ? Sedang cari muka, dendam berkarat atau pahlawan kesiangan? Kemana anda sewaktu di kabinet. Atau anda berfikir orang termaha dan rekan yang tinggal di kabinet di bawah kehebatan bayangan anda ? Prett.

Ada juga dua mantan anggota kabinet yang terkena reshuffle, saya angkat topi. Tinggi-tinggi. Selepas dari kabinet, mereka tidak koar koar. Mereka menunjukkan kematangan, kedewasaan dan kearifan personal maupun profesional yang mengagumkan.

Yang pertama adalah Andi Widjajanto. Menjadi Sekretaris Kabinet pada periode awal pemerintahan Jokowi - JK. Seorang anak muda yang cerdas, militan dan loyal. Berjuang bersama Pak Jokowi dalam musim PipPres 2014. Seorang Pengamat Militer dan Organisatoris handal. Deputi Tim Transisi menjelang terbentuknya kabinet kerja.

Kalangan dan  orang yang merasa punya andil lebih dengan berbagai cara mau merapat ke Jokowi. Tetapi Pak Andi dengan tegar membentengi dan menyaring, untuk memastikan pekerjaan dan marwah Pak Jokowi terjaga sebagai Presiden untuk seluruh rakyat. Ada protokoler. Pak Presiden itu jangan didegradasi sekedar dianggap petugas Partai.

Banyak orang tersinggung dan sensi dengan protokoler ini. Termasuk pentolan pentolan Partai. Yah, demi harmoni dan kepentingan yang lebih luas, pak Andi mengalah. Terpental. Tapi adakah dia menggunjing atau mengkhianati sahabat yang diperjuangkannya menjadi Presiden pasca terdepak? No !!! Beliau tetap loyal menyumbangkan pikiran dan memperkuat jaringan pendukung Presiden.

A friend indeed, is a friend in need. Ketika kontestasi PilPres 2019 menghangat kembali, kualitas sekaliber Andi Widjajanto tentulah sangat diperlukan. Beliau sigap dan siap kembali menjadi compatriot tim pemenangan Jokowi - M.A.

Yang kedua adalah Ignasius Jonan. Beliau seorang profesional murni. Bertangan dingin memegang BUMN menengahan di bidang investasi, PT Bahana. Kemudian dilirik dan dipercaya sebagai Managing Director Perusahaan Multi Nasional ( Citibank). Pada zaman pak SBY, diangkat sebagai Dirut Kereta Api. Di tangan pak Jonan, PT Kereta Api Indonesia menjelma dan berubah 100% menjadi alat transportasi modern, nyaman, affordable serta mencetak untung besar. Mindset pelayanan dan customer satisfaction mendapat prioritas. Viral dimana-mana.

Ini masuk ke radar pak Jokowi. Pak Jonan dipromosi dan dipercayakan membenahi Kementerian Perhubungan. Sadar bahwa Indonesia ini luas, beragam dalam segala aspek, maka  konektivitas adalah perekat Nusantara. Termasuk dalam arti fisik. Bandara dibangun masif hingga ke pedalaman. Pelabuhan dipermodern, dan keselamatan penumpang memperoleh prioritas tinggi. Beliau sungguh sungguh mendukung program tol laut yang dicanangkan Presiden. Arus lalu lintas orang dan barang yang lancar akan mengefisienkan ekonomi.

Never under estimate, never over confidence. Get things done. You're driven by objective, caranya terserah, yang penting governance terjaga.  Itu kredonya yang dicamkan dan dicanangkannya. Nama Pak Jonan kembali menonjol di antara rekan kabinetnya.

Tapi politik adalah percaturan. Kombinasi profesionalisme, kelihaian dan mungkin juga intrik. Konstelasi dan deal politik pendukung Pemerintah di Parlemen berubah. Partai partai rekan koalisi baru mendesak sharing kue kekuasaan. Pak Jonan, seorang profesional yang tidak berpartai terpental.

Tetapi adakah beliau grasa grusu, curhat atau berkata buruk tentang instansi dan kabinet yang ditinggalkannya?. No. Big No.
Beliau tahu, Presiden pasti punya pertimbangan yang lebih luas dan jauh. Selepas di kabinet, beliau menshare ilmu dan pengalamannya di kelas kelas profesional eksekutif. Mengabdi kepada bangsa tidak harus di Pemerintahan. Beliau membiarkan rekan kabinetnya menuntaskan bhakti bersama pak Jokowi - JK dengan nawacitanya. Etika dipegang teguh, yang terefleksi dalam etiket pada tataran relasi yang elegan.

Tapi lihatlah. Pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, seorang Menteri yang terdepak reshuffle dipanggil kembali ke kabinet yang sama. Itulah pak Jonan. Beliau didapuk memegang Kementerian ESDM. Pak Jokowi tahu mana yang loyang, mana yang emas. Di tangan Pak Jonan, #EnergiBerkeadilan# diusahakan sungguh sungguh. Penyediaan energi di seluruh persada Nusantara, pada harga terjangkau, berkelanjutan. Tetapi juga diimbangi dengan peningkatan penerimaan Negara, seeta mendorong pertumbuhan dan investasi.  

Model etiket bermantan berikutnya yang patut diamati adalah Bung Ruhut Sitompul - Sang Raja Minyak dari Medan. Beliau ini seorang manusia serba. Ya politisi, pengacara handal, artis, pengusaha dan komandan preman. Pergaulannya luas. Insting politiknya tajam. Tercatat pernah aktif dan kader menonjol di Partai Golkar, Demokrat dan kini sering bersama PDIP.

Semasa di partai, siap pasang badan membela komandan dan rekannya. Ya Pak Harto, Pak SBY, Mas Ibas, pak Jokowi dan lain lain. Sekalipun sudah pindah partai tidak pernah menjelekkan mantan mantan Bossnya. Setia kawan. Khas anak Medan.

Banyak kalangan mencibir bang Ruhut sebagai oportunis. Tetapi sesungguhnya beliau memegang value dan prinsip.  Pantang menjelek jelekkan mantan.

Bagaimana soal mantan dalam asmara ? Nyelonong begitu saja saya bertanya ke Jum.

Begini, sambil memindahkan persilangan kakinya, Dek Jum melanjutkan.

.... bersambung

Akhir Januari 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun