Dek Jum dan Lampu Tenaga Surya
Oleh : Sampe L. Purba
Aku sempat pangling. Seperti biasa, dengan seruling terselip di lilitan sarung, Â aku selalu menunggunya di perempatan serumpun bambu menuju pancuran yang sedikit curam di kaki bukit desa.Â
Jum -- bersama sekelompok gadis sebayanya -- dengan  hiong di punggung mengawali rutinitas paginya dengan mandi dan mencuci di pancuran. Pulang ke rumah membawa air di hiong. Aku membantunya. Hiong adalah sepotong bambu berdiameter besar  yang buku ruas atasnya dilobangi. Mirip seperti tempat legen atau tuak.
Biasanya, Â wajah penduduk desa selalu pekat tersapu bekas asap perapian atau lampu teplok semalaman. Tidak terkecuali Jum. Walau hanya beberapa noktah, tapi noda kehitaman temporer seperti bekas jelanga cukup nakal mengganggu kulit putihnya di titik titik strategis yang mulus bak pualam dari Persia itu. Pagi ini ada yang berubah.
Bang S  : Dek Jum, kok pagi ini wajahmu sangat putih bersih ya. Lampu teplok di rumahmu mendadak mengeluarkan asap bedak putih,  Tidur pakai lampu parfum atau  bagaimana
Jum  : Antara iya dan tidak Bang
Bang S : Maksudnya ?
Jum  : Kami tidur masih pakai lampu. Tapi kali ini tidak lagi lampu teplok. Sudah ada bohlam. Lampu berlistrik, seperti yang pernah kita lihat di televisi Kecamatan itu lho Bang.
Bang S : Lha, kan belum ada jaringan listrik ke sini. Katanya terlalu jauh menarik titik apinya dari gardu terdekat. Tidak ekonomis memasang beberapa tiang dan jaringan hanya untuk segelintir penduduk dengan pemakaian daya voltase rendah.Â
Jum  : Mungkin juga sih Bang. Tapi Pemerintah selalu ada terobosan. Kreativitas cerdas dalam bahasa anak sekolahan. Sambil menunggu jaringan listrik, Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengusahakan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) sebagai solusi penerangan yang difokuskan bagi perdesaan yang terisolir dan sulit dijangkau jaringan PLN.
Bang S : Pake pembangkit genset ? Ngambil solar dari mana ? Kan bisa bisa malah dianggap menghamburkan devisa lagi.
Jum   : Bukan Bang. Menggunakan kearifan lokal. Kita kan punya matahari. Energi Baru Terbarukan. Energi dari matahari ditangkap oleh panel surya, diubah menjadi energi listrik kemudian disimpan di dalam baterai. Energi listrik ini kemudian digunakan untuk menyalakan lampu. Bisa koneksi untuk mengecas telpon genggam lagi. Tiga empat jam sinar matahari, cukup untuk menerangi semalaman.
Bang S : Apa engga ribet masangnya ? Ntar kalo bohlamnya mati, menggantinya bagaimana ?
Jum    : Paketnya komplit Bang. Ada panel surya, rol kabel listrik, 4 buah lampu hemat energi, terminal dan kabel charger telepon genggam. Bekerja sama dengan perangkat desa dan karang taruna, panel surya diletakkan di atas atap rumah, atau dipasangi tiang. Seperti antena tipi itu lho. Kalau dirawat dengan baik selama 3 tahun dijamin tidak rusak. Tapi kalaupun ada kerusakan, Pemerintah melalui mitra penyedia paket menyediakan suku cadang pengganti.
Bang S : Trus setelah itu bagaimana ?Â
Jum  : Berikan kesempatan kepada Pemerintah untuk menunaikan dan melanjutkan tahapan prioritasnya.  Ke tahun tahun depan, listrik tidak hanya sekedar untuk penerangan, tetapi harus dapat menjadi penggerak ekonomi pedesaan. Sekarang, dengan memberi penerangan, anak anak akan dapat belajar dengan lebih baik. Kemarin itu, Presiden Jokowi bilang, saat ini diprioritaskan ke pembangunan infrastruktur. Nanti akan masuk ke tahapan penguatan sumber daya manusia.Â
Ya seperti anak anak yang bersekolah itu. Mereka akan mendapatkan pendidikan, informasi lengkap melalui jaringan internet dan pendidikan moral akhlak yang baik, dengan siaran siaran tivi dan radio yang menyejukkan. Percayalah Bang, Pak Dhe ini sangat cinta Nusantara.Â
Nawacita adalah visi misi Presiden Jokowi - JK. Pemerataan, dari Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Rote. Itulah Nusantara. Sumpah Palapa abad milenial. Mensejahterakan Nusantara. Kita harus menebarkan optimisme.
Bang S : Benar juga kamu Jum. Pak Dhe kita ini pasti dan mestinya dibantu oleh orang orang tulus berhikmat untuk Nusantara
Jum : Iya Bang. Kemarin dalam pesan natal Nasional di Medan, Pak Jokowi bilang "Berbahagialah kita semua yang mendapat hikmat, karena keuntungannya melebihi dari emas dan permata". Itu pesan simbolik yang dalam. Futuristik, tidak sekedar mengejar tujuan jangka pendek.Â
Emas dan permata itu kan abadi. Berharga. Â Pesan itu untuk kita semua. Merekat warga Nusantara yang beragam berbhinneka ini. Jangan korbankan persaudaraan Nusantaramu hanya demi tujuan atau ambisi jangka pendek semata.
Bang S : Ah, kamu seperti kampanye Jum. Itu benar, tapi maksud saya dalam kaitan dengan terobosan lampu hemat energi ini lho.Â
Jum : Oh iya ya Bang. Aku ngefans beliau sih. Saya yakin Pak Presiden kita ini dikelilingi orang orang tulus dan cerdas. Contohnya ya lampu hemat energi ini. Nawacita di bidang Energi diterjemahkan dalam program #EnergiBerkeadilan.Â
Di bawah Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar -- bak duo pendekar sepasang pedang kembar ala Kho Ping Hoo -- merumuskan dan mengawal program program Nawacita yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat banyak. Ada BBM satu harga, jaringan gas kota, konversi minyak tanah dan solar ke LPG, bantuan konverter kit untuk nelayan, hingga penyediaan air bersih dari sumur bor untuk desa sulit air.Â
Dan jangan lupa, program lampu tenaga surya hemat energi ini, ya salah satu di antaranya. Cerdas kan. Tidak perlu cengeng harus menunggu ada jaringan listrik, lampu bisa menyala di desa-desa. Kami menyebutnya Jonan solution lho.
Aku membatin. Selalu asyik menyimak celotehnya dari bibirnya yang mungil itu. Perawan desa yang cantik, polos  dan berakhlak baik. Jum dengan otaknya  yang moncer. Ingin aku memboyongnya ke kota. Memperkuat Tim PakDhe yang sedang berjuang di jalan kebajikan.
Jakarta, Â Â Â Â Medio Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H