WACANA calon Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) baru langsung mencuat pasca ditangkapnya Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan hadiah atau janji soal perizinan tambak, usaha atau pengelolaan perikanan dan komoditas perairan sejenisnya tahun 2020. Karena peristiwa tersebut, politisi Gerindra ini langsung mengundurkan diri.Â
Penangkapan yang terjadi di Bandara Soeta, Selasa (24/11) tersebut tidak hanya Edhy Prabowo, melainkan ada tujuh orang lain. Diantaranya adalah isteri Edhy Prabowo sendiri, Iis Rosita Dewi.Â
Sejumlah nama pengganti Edhy pun langsung digadang-gadang meramaikan bursa pencalonan. Nama mantan Menteri KKP pada kepempinan Presiden Jokowi periode pertama, Susi Pudjiastuti diharapkan sebagian publik bisa kembali mengisi pos yang sempat dijabatnya selama lima tahun.Â
Sebuah harapan lumrah, mengingat prestasi Susi yang dianggap cemerlang dimata khalayak masyarakat. Susi tidak kenal kompromi dengan pihak-pihak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan nusantara. "Tenggelamkan" menjadi tagline khas wanita kelahiran Pangandaran, Jawa Barat ini saat masih aktip menjabat Menteri KKP.Â
Harapan itu sepertinya harus punah. Soalnya wacana yang berkembang pengganti Edhy Prabowo masih akan diisi oleh kader Partai Gerindra. Beberapa nama teratas telah muncul. Yakni Sandiaga Uno dan Fadli Zon.Â
Wajar bila Partai Gerindra menginginkan jatah kursi di Kabinet Indonesia Maju (KIM) tidak berkurang selepas tertangkapnya Edhy. Sebab, hal itu akan sangat merugikan partai. Pasti mereka akan tetap ngotot mengisi kursi kosong tersebut.Â
Kendati demikian, bila Presiden Jokowi melakukan perombakam kabinet, sebaiknya Partai Gerindra jangan ngotot mengisi pos Menteri KKP. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari praduga negatip masyarakat. Andai mereka memaksakan kehendak dengan kekeuh ingin mengisi pos menteri serupa, sama halnya dengan "bunuh diri".Â
Betapapun, rekaman ingatan publik terhadap prilaku Edhy Prabowo akan sangat sulit dilupakan. Bukan tidak mungkin, publik akan memukul rata siapapun kader Partai Gerindra apabila ditempatkan pada posisi yang sama.Â
Wasangka atau praduga niscaya akan tumbuh dalam benak masing-masing masyarakat, bahwa Partai Gerindra sengaja kembali menempatkan kadernya pada posisi yang sama hanya untuk mengamankan kebijakan dari menteri sebelumnya.Â
Jika wasangka itu terus dipelihara dalam benak publik, maka sebuah kerugian besar bagi Partai Gerindra. Bisa-bisa perlahan namun pasti kepercayaan publik terhadap partainya Prabowo ini melemah dan kemudian ditinggalkan.Â
Bagi partai politik, tidak adanya kepercayaan publik adalah "neraka". Karena dari suara dan kepercayaan publik lah suatu partai bisa tetap eksis.Â
Partai Gerindra bila tetap ingin memaksakan satu slot kosong jatah menterinya, lebih baik mengambil posisi menteri lain yang disesuaikan dengan kemampuan kader yang akan ditempatkannya.Â
Selain diharapkan bisa memberi kontribusi bagi negara dengan segala kemampuan dan pemikirannya, hal itu sedikitnya bisa meminimalisir tingkat kecurigaan publik.Â
Namun demikian, hal ini hanyalah amatan sederhana penulis. Segala sesuatunya pasti menjadi hak dan kewenangan para pemangku kebijakan di pemerintahan pusat. Penulis dan pasti masyarakat lainnya hanya bisa berharap bahwa bangsa dan negeri ini bisa lebih baik lagi.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H