Mereka tidak mungkin dimanfaatkan oleh pemerintah menyerang HRS dan kelompoknya. Sebab, dampaknya bakal besar dan bukan mustahil memicu kericuhan, mengingat nama-nama tersebut kerap berkonfrontasi dengan kelompok yang sering Denny sebut sebagai Kadrun.Â
Dengan alasan itu, Nikita dianggap paling cocok dikedepankan. Sikapnya yang kerap kontoversial dan pernah punya pengalaman mengkritisi tokoh-tokoh publik, seperti Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Ketua DPR RI, Puan Maharani akan meminimalisir kecurigaan bahwa ada yang mengendalikan.Â
Dan, hasilnya terbukti sukses. Nikita mampu melakukan perannya dengan baik. Pembawa progran acara "Nih Kita Kepo" ini bisa memancing HRS untuk mengeluarkan pernyataan yang tak selayaknya diucapkan oleh seorang habib. Seperti kata "Lonte" salah satunya.Â
Akibatnya cibiran dan bentuk nyinyiran lain menyasar pada HRS. Dan, contoh paling nyata adalah munculnya tagar Rizieq coreng nama baik Islam pun cukup trending di media sosial, twitter.Â
"Dengan munculnya tagar tersebut boleh jadi tak berdampak besar bagi HRS. Toh, saat diguncang isu chat mesum pun yang bersangkutan tak kehilangan pendukung. Namun, dengan munculnya tagar Rizieq coreng nama baik islam setidaknya membuat nama HRS tercoreng pula. Dengan kata lain, Nikita berhasil mempermalukannya," jelas si anggota dewan.Â
Analisa lain bahwa Nikita diduga "sengaja" dijadikan buzzer adalah pola serangannya yang tertata.Â
"Coba saja perhatikan. Awalnya dia menyebut tukang obat. Saat dirinya diserang balik, Nikita langsung membalasnya. Seperti menantang HRS test DNA dan terakhir dia membongkar latar belakang HRS sebagai tukang minyak wangi," jelasnya.Â
"Apa yang dilakukan Nikita ini jelas sangat berisiko. Namun, dia seolah tidak gentar. Rasanya bunuh diri kalau dia tidak ada yang melindungi," pungkasnya.Â
Mendengar hipotesa si anggota dewan memang masuk akal. Bagaimana bisa Nikita begitu berani berkonfrontasi dengan HRS dan kelompoknya.Â
Sementara, Pemerintah dan aparat kepolisian yang memiliki kekuatan jauh lebih besar pun diam seribu bahasa saat HRS mengundang kerumunan massa dengan jumlah mencapai jutaan orang.Â
Pemerintah baru bereaksi, setelah publik kecewa dan mulai membanding-bandingkan perlakuan aparat kepolisian dalam tata cara penindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan (Prokes) Covid-19.Â