Saya kira, tidak ada satu agama pun di muka bumi ini yang mengajarkan hal demikian. Seluruh agama pastinya mengajarkan kebaikan, saling menghargai dan taat pada aturan yang ada. Bila aturan tersebut memang demi kemaslahatan umat.Â
Kekesalan netizen kedua diarahkan terhadap pemerintah. Para warganet menilai para pemangku kebijakan di negeri ini seolah tak berkutik dengan apa yang terjadi di depan mata (baca: kerumunan jutaan massa).Â
Taring-taring tajam yang biasanya digunakan untuk mencabik-cabik siapapun yang melanggar aturan prokes seolah mendadak tumpul saat dihadapkan dengan Habib Rizieq dan massa pendukungnya.Â
Kita tentu masih ingat di beberapa media mainstream pernah mewartakan pihak kepolisian dan Satgas Covid-19 dengan gagah berani membubarkan segala bentuk aktivitas kerumuman massa. Seperti resepsi pernikahan, arisan dan acara lainnya.Â
Bahkan, saking gagahnya ada salah seorang petugas kepolisian yang viral karena aksi marahnya terhadap seorang warga biasa yang sedang mengadakan arisan. Ini jelas berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada saat Habib Rizieq mengadakan pesta nikahan puterinya.Â
Alih-alih berani membubarkan, massa yang hadir dalam pesta perkawinan tersebut malah di-suply ribuan masker.Â
Tidak heran jika akhirnya sebagian netizen menuding pemerintah bermuka dua. Sangar terhadap warga biasa, namun lembek saat dihadapkan pada warga masyarakat yang mempunyai pengaruh. Misal Habib Rizieq.Â
Pertanyaannya, apakah memang pemerintah tengah meng-"anak emaskan" Habib Rizieq, sehingga apapun yang dilakukannya dibiarkan meski akibatnya bakal fatal.Â
Atau, pemerintah tidak memiliki keberanian untuk menindaknya. Sebab yang mereka hadapi adalah orang yang memiliki pengaruh besar.Â
Apapun yang menjadi alasan pemerintah dan jajarannya, saya kira tidak bisa dibenarkan.Â
Pemerintah harusnya berada pada posisi netral. Tidak boleh membeda-bedakan warga negaranya berdasarkan kasta.Â