TEKA-TEKI hadir tidaknya mantan panglima TNI, Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo ke acara penganugerahan Bintang Mahaputera (BM) di Istana Negara, Rabu (11/11/20) terjawab sudah. Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tersebut akhirnya menolak hadir.Â
Tidak ada aneh dengan mangkirnya Gatot atas undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut. Toh, ini bukanlah kewajiban. Hadir tidaknya menjadi hak sepenuhnya si penerima undangan. Termasuk jendral bintang empat tersebut.Â
Hanya, yang menarik adalah alasan Gatot. Jendral kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 13 Maret 1960 tersebut berdalih bahwa pemberian anugerah Bintang Mahaputera tidak tepat di tengah-tengah negara sedang diserang pandemi virus Korona (Covid-19).Â
Jika memang itu yang menjadi alasannya, rasanya kontra produktif dan hanya akan mempermalukan Gatot Nurmantyo sendiri. Pasalnya, sudah sering diberitakan di beragam media massa mainstream tanah air, dia dianggap salah seorang tokoh nasional yang tidak mengindahkan anjuran pemerintah soal protokol kesehatan Covid-19.Â
Tak sedikit jejak digital dirinya melabrak aturan protokol kesehatan Covid-19. Fakta yang tidak bisa dibantah tentu saja terkait acara deklarasi KAMI yang di gelar di beberapa pelosok daerah.Â
Setiap deklarasi kelompok yang konon katanya berpegang teguh pada pergerakan moral itu selalu melibatkan banyak pihak alias melabrak protokol kesehatan. Khususnya dalam segi social distancing dan physical distancing.Â
Maka, tidak heran dalam beberapa kesempatan, kehadiran Gatot dan pendukungnya mendapat penolakan saat akan menggelar acara deklarasi KAMI. Misal di Kota Bandung, Jawab Barat dan Surabaya, Jawa Timur.Â
Nah, menjadi lucu bila Gatot menolak hadir pada acara penganugerahan Bintang Mahaputera dengan alasan pandemi. Dia lupa, bahwa selama ini sebagai salah satu aktor yang tidak memperdulikan bahaya pandemi Covid-19.Â
Karena hal ini tidak sedikit pihak menyebut penolakan hadir itu sebagai preseden buruk bagi Gatot, karena tidak menghormati negara yang hendak memberikan anugerah atas kontribusi dirinya sewaktu masih menjabat di militer. Ingat, saat masih menjabat, bukan personal Gatot saat ini.Â
Karena, bila bicara personal Gatot hari ini, siapapun yang intens mengamati perkembangan politik tanah air rasanya hapal betul bahwa sudah terjadi beda pandangan antara dirinya dengan pemerintah. Faktanya adalah bergabung dengan KAMI.Â
KAMI adalah sebuah kelompok yang anggotanya diisi oleh pihak-pihak yang memang kerap bersebrangan dan doyan mengkritisi pemerintah. Meminjam istilah Rocky Gerung, kelompok ini adalah oposisi outdoor.Â
Apabila mangkirnya Gatot dalam acara penganugerahan BM tersebut karena alasan beda pandangan paham, dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opionion (IPO) Dedi Kurnia Syah, sebagai bentuk manuver politiknya. Namun demikian, hal tersebut bisa salah jalan dan merugikan Gatot.Â
Dijelaskan Dedi, seperti dikutip dari Sindonews.com, Gatot bisa saja dianggap angkuh terhadap negara. Terlebih. Sebab, publik tahu kiprah Gatot setelah tak lagi berada di institusi pemerintahan.Â
"Dia seharusnya tidak memandang sisi personal Presiden, tetapi memandang negara yang selama ini ia bela hidup mati," ujarnya.Â
Gatot Butuh Manuver PolitikÂ
Apabila Gatot Nurmantyo memang menjalankan manuver politik dengan cara menolak hadir pada acara penganugerahan BM, saya rasa menjadi haknya. Lagi pula, dengan tingkat kepercayaan publik menurut hasil jejak pendapat beberapa lembaga survei, elektabilitas Gatot masih jauh dari kata memuaskan.Â
Berdasarkan hasil survei terakhir Indikator Politik Indonesia (IPI) yang rilis pada bulan Oktober 2020 lalu, elektabilitas Gatot hanya 1,4 persen. Angka ini jelas jauh dibandingkan dengan Ganjar Pranowo, 18,7 persen dan Prabowo Subianto, 16,8 persen.Â
Dengan elektabilitas yang masih jeblok, maka niatnya maju Pilpres sangat kecil. Demi menjaga peluangnya, tak ada jalan lain selain meningkatkan elektoral diri. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah akrobat atau manuver politik.Â
Tapi, namanya manuver sifatnya adalah spekulasi atau untung-untungan. Bila manuvernya sukses, boleh jadi akan mendapat respon positif dan simpati publik. Sebaliknya jika gagal, maka hasilnya akan lebih memperparah keadaan.Â
Pertanyaannya, apa yang diharapkan dari Gatot jika memang dianggap sedang bermanuver?
Menurut hipotesa sederhana saya, Gatot tengah memanfaatkan momentum kedatangan Habib Rizieq Shihab. Dia tengah berupaya mendapat simpati dari Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut.Â
Sebagaimana diketahui, HRS dan kelompoknya pun bagian dari pihak yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah. Jadi, bila HRS bisa bersimpati terhadap Gatot maka jadi keuntungan besar baginya. Setidaknya, dia bisa merasakan dukungan seperti yang pernah Prabowo rasakan pada Pilpres 2019 lalu.Â
Pengaruh HRS yang sangat kuat bukan tidak mungkin bisa dijadikan alat lobi Gatot mempengaruhi partai politik untuk mengusung nama Gatot pada Pipres 2024.Â
Hal tersebut bila manuver Gatot sukses. Bila gagal, jangankan mendapat dukungan HRS dan kawan-kawan. Bisa-bisa nama Gatot menjadi ambyar karena dianggap masyarakat sebagai sosok angkuh dan tidak tahu balas budi. Karena tidak menghormati kepedulian pemerintah terhadapnya.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H