Apabila mangkirnya Gatot dalam acara penganugerahan BM tersebut karena alasan beda pandangan paham, dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opionion (IPO) Dedi Kurnia Syah, sebagai bentuk manuver politiknya. Namun demikian, hal tersebut bisa salah jalan dan merugikan Gatot.Â
Dijelaskan Dedi, seperti dikutip dari Sindonews.com, Gatot bisa saja dianggap angkuh terhadap negara. Terlebih. Sebab, publik tahu kiprah Gatot setelah tak lagi berada di institusi pemerintahan.Â
"Dia seharusnya tidak memandang sisi personal Presiden, tetapi memandang negara yang selama ini ia bela hidup mati," ujarnya.Â
Gatot Butuh Manuver PolitikÂ
Apabila Gatot Nurmantyo memang menjalankan manuver politik dengan cara menolak hadir pada acara penganugerahan BM, saya rasa menjadi haknya. Lagi pula, dengan tingkat kepercayaan publik menurut hasil jejak pendapat beberapa lembaga survei, elektabilitas Gatot masih jauh dari kata memuaskan.Â
Berdasarkan hasil survei terakhir Indikator Politik Indonesia (IPI) yang rilis pada bulan Oktober 2020 lalu, elektabilitas Gatot hanya 1,4 persen. Angka ini jelas jauh dibandingkan dengan Ganjar Pranowo, 18,7 persen dan Prabowo Subianto, 16,8 persen.Â
Dengan elektabilitas yang masih jeblok, maka niatnya maju Pilpres sangat kecil. Demi menjaga peluangnya, tak ada jalan lain selain meningkatkan elektoral diri. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah akrobat atau manuver politik.Â
Tapi, namanya manuver sifatnya adalah spekulasi atau untung-untungan. Bila manuvernya sukses, boleh jadi akan mendapat respon positif dan simpati publik. Sebaliknya jika gagal, maka hasilnya akan lebih memperparah keadaan.Â
Pertanyaannya, apa yang diharapkan dari Gatot jika memang dianggap sedang bermanuver?
Menurut hipotesa sederhana saya, Gatot tengah memanfaatkan momentum kedatangan Habib Rizieq Shihab. Dia tengah berupaya mendapat simpati dari Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut.Â
Sebagaimana diketahui, HRS dan kelompoknya pun bagian dari pihak yang selama ini bersebrangan dengan pemerintah. Jadi, bila HRS bisa bersimpati terhadap Gatot maka jadi keuntungan besar baginya. Setidaknya, dia bisa merasakan dukungan seperti yang pernah Prabowo rasakan pada Pilpres 2019 lalu.Â