Di Amerika Serikat, para pembantu presiden atau jajaran menteri di sebutnya Kabinet Presiden atau disederhanakan menjadi Kabinet. Nah, dalam hal ini Joe Biden tinggal fokus bersama Kamala Harris sebagai wakilnya tentang nama-nama siapa saja yang bakal direkrutnya. Tentu, para pembantu yang bakal direkrutnya tidak akan jauh dari partainya sendiri. Demokrat.Â
Kita mundur belakang saat Donald Trump terpilih jadi Presiden AS 2016 lalu. Seperti dikutip dari DDTCNews, Trump langsung memilih anggota kabinetnya sendiri. Dilaporkan Kabinet Trump ini adalah kabinet 'termewah' dalam sejarah modern negara itu. Beberapa nama yang dipilihnya memiliki aset bernilai jutaan dolar.Â
Di sini Trump bisa dengan leluasa memilih anggota kabinetnya tanpa banyak intervensi dari pihak lain. Kala itu Kabinet Trump, masih dikutip dari DDTCNews diisi oleh figur pengusaha dan pensiunan jenderal.Â
Nah, di Indonesia sendiri pada prinsipnya sama bahwa pemilihan anggota kabinet adalah hak prerogratif presiden. Namun pada prosesnya hal tersebut sangat rumit. Ini yang menjadi beban beratnya.Â
Dalam hal ini, Jokowi tentu tak bisa leluasa memilih orang-orang terbaik sesuai dengan keinginannya, karena begitu banyak partai yang mendukungnya. Dan, masing-masing partai merasa berhak untuk mengajukan calon sebagai bentuk imbalan yang harus diterimanya.Â
Saya masih ingat betul, kala itu banyak pemberitaan yang muncul bahwa masing-masing partai menginginkan jumlah kursi tertentu, sementara kuotanya terbatas.Â
Nah, perkara ini tentu bukan hal mudah bagi Jokowi. Dipastikan, pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah tersebut bakal pusing tujuh keliling untuk bisa menampung semua aspirasi partai pendukungnya agar tidak terjadi ekses dan gesekan.Â
Tentu anda masih ingat, bukan? Bagaimana kala itu Partai Nasden sedikit ngambek karena diduga ada permintaannya yang tak dipenuhi Jokowi. Akibatnya, partai yang dinahkodai Surya Paloh ini sempat bermanuver dengan bertemu Presiden PKS yang kala itu masih dijabat Sohibul Iman.Â
Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa keduanya bakal memperkuat check and balance atau fungsi pengawasan terhadap pemerintah di DPR.Â
Tentu hal-hal seperti ini akan sangat dihindari betul oleh Jokowi. Namun, dia juga tentu berpikir tidak hanya Nasdem yang harus diakomodir. Masih ada partai-partai lain yang membutuhkan perlakuan serupa sesuai dengan kualitas dukungannya.Â
Hal seperti tersebut di atas tentu tidak bakal terjadi bila di Indonesia hanya ada dua partai politik seperti di AS.