KONTESTASI Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) yang mempertemukan pasangan dari Partai Republik, Donald Trump - Mike Pence dan pasangan dari Partai Demokrat, Joe Biden - Kamala Harris, sejauh ini berjalan alot.Â
Masing-masing pasangan belum bisa dipastikan keluar jadi pemenangnya. Meski keunggulan sementara dipegang oleh pasangan calon penantang.
Sebagai negara adidaya satu-satunya di dunia, pesta demokrasi empat tahunan di Negara Paman Sam itu sangat menarik perhatian negara-negara lain di dunia. Sebab, siapa yang bakal menjadi pemimpin AS berikutnya bisa berpengaruh besar terhadap keberlangsungan pemerintahan negara-negara tersebut. Bisa itu soal ekonomi atau pertahanan.Â
Lalu, bagaimana dengan Indonesia sendiri? Sudah pasti jawabannya akan tak akan jauh beda dengan negara lain. Akan terjadi untung rugi siapapun yang bakal jadi pemimpin AS berikutnya.Â
Namun, dalam hal ini saya tidak akan membahas terkait untung rugi hasil Pilpres AS bagi Negara Indonesia. Pada kesempatan ini, saya hanya tertarik pada pernyataan pengamat politik dan juga pakar komunikasi, prof. Tjipta Lesmana.Â
Tjipta menilai Partai Demokrat dimana tempat Joe Biden bernaung akan getol menyuarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Sedangkan Partai Republik sebagai kendaraan politik Donald Trump justru lebih pragmatis dan cenderung akan membawa Indonesia melawan hegemoni China.Â
Nah, atas dasar analisa tersebut di atas, Seperti dikutip dari Suara.com, Tjipta menduga, jika Joe Biden menang Pilpres, maka Prabowo Subianto sebagai salah satu kandidat Pilpres 2024 harus siap-siap diserang dengan isu HAM.Â
Dengan begitu, kata Tjipta, bukan mustahil bahwa Ketua Umum Partai Gerindra ini bakal kembali gagal menjadi Presiden RI.Â
"Indonesia akan terseret untuk melaksanakan kepentingan AS jika Trump lagi yang menang, terutama dia akan mengajak RI untuk konfrontasi dengan China," kata Tjipta.Â
Sebaliknya jika Biden yang menang, isu HAM bisa menjadi senjata ampuh untuk menjegal Prabowo.Â
"Prabowo akan tamat, peristiwa penculikan aktivis mahasiswa 1997-1998 pasti dikorek lagi, Biden tak akan dukung Prabowo Presiden RI 2024," ujar Tjipta.Â
Apakah prediksi Tjipta Lesmana tersebut bakal menjadi kenyataan? Tentu masih sangat dini untuk menjawabnya.Â
Namun, yang patut diketahui isu dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh mantan Danjend Kopasus itu bukanlah isu anyar. Setiap kali Prabowo Subianto mencalonkan diri pada kontestasi Pilpres, isu tersebut selalu mencuat.Â
Sudah bisa ditebak, maksudnya adalah demi menjegal langkah Prabowo lebih jauh dalan perburuan kursi orang nomor satu di Indonesia.Â
Memang benar, setelah tiga kali terjun pada ajang pesta demokrasi lima tahunan tersebut, langkah Prabowo selalu berakhir dengan kekalahan.Â
Hanya saja menurut hemat saya, kekalahan tersebut bukan lantaran isu HAM. Toh, sejauh ini belum ada satu pihak pun yang mampu membuktikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh putra begawan ekonomi nasional, Soemitro Djoyohadikoesowmo dimaksud.Â
Kekalahan Prabowo dalam tiga kali keikutsertaannya pada ajang Pilpres, murni karena kekuatan lawan politiknya.Â
Pada Pilpres 2009, saat Prabowo menjadi calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri harus mengakui keunggulan lawan politiknya, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.Â
SBY memang saat itu sangat tangguh. Politik playing victim-nya menuai sukses besar. Masyarakat terutama kaum ibu-ibu begitu terhipnotis dengan gaya komunikasi SBY yang memancing iba dan simpati. Terus lagi, penampakan fisik SBY yang gagah dan tampan juga menjadi faktor penting dalam kemenangannya.Â
Kemudian pada Pilpres 2014, lagi-lagi Prabowo harus dipertemukan dengan lawan tangguh dalam diri Joko Widodo (Jokowi). Saat itu Jokowi memang benar-benar tengah naik daun dan sangat disukai publik.Â
Jokowi kala itu dianggap representasi kalangan masyarakat menengah ke bawah, karena faktor kesederhanaannya dalam menjalankan roda pemerintahan para waktu menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.Â
Kepemimpinannya yang sederhana dan gaya blusukan Jokowi benar-benar mampu mengangkat popularitas dan elektabilitas serta meluluhkan hati publik untuk menjatuhkan pilihan terhadapnya.Â
Terakhir pada Pilpres 2019, lawan Prabowo masih Jokowi. Kali ini malah kekuatan pria kelahiran Sirakarta, Jawa Tengah ini lebih tangguh.Â
Selain popularitas dan elektabilitasnya tinggi, Jokowi juga berstatus sebagai petahana dan didukung oleh mayoritas partai politik di tanah air.Â
Jadi, dalam pandangan sederhana saya, isu HAM tidak akan begitu berpengaruh bagi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang. Adapun jika ada faktor yang mampu menggagalkan harapannya menjadi presiden adalah calon pendampingnya kelak.Â
Jika calon pendamping Prabowo kualitas serta elektabilitasnya jauh, bukan mustahil dia akan kembali berbenturan dengan lawan politik cukup tangguh.Â
Contoh, jika Prabowo disandingkan dengan Puan Maharani dengan kondisi sekarang. Dan, lawannya adalah Anies Baswedan berpasangan dengan Ridwan Kamil, atau Ganjar Pranowo dengan Ridwan Kamil, maka perjuangan Prabowo akan sangat berat.Â
Akan tetapi, jika Prabowo disandingkan dengan Ganjar Pranowo, menurut saya peluangnya akan jauh lebih besar. Tentu ini juga jika kondisinya masih seperti yang terjadi hari ini. Dimana elektabilitas Ganjar sangat tinggi.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H