PADA dekade 1990-an di tanah air sempat booming sebuah tayangan serial film anak-anak yang berjudul Kamen Rider Black, atau Ksatria Baja Hitam. Film ini mengisahkan pertualangan seorang hero bernama Kotaro Minami dalam memberantas kejahatan.
Seperti halnya film-film super hero lainnya produksi Hollywood, yang menjadi tokoh utama di serial film Ksatria Baja Hitam adalah manusia biasa sebagaimana umumnya. Namun, kekuatannya baru muncul setelah berubah menjadi seorang ksatria.
Sedikit mengingatkan, Kotaro Minami dalam tugasnya memberantas kejahatan memiliki dua senjata andalan. Yakni pukulan maut dan tendangan maut.
Upss, maaf jika kebablasan. Dalam hal ini saya tidak hendak mengupas tentang dunia perfilman. Khusus masalah ini cukup banyak K'ners yang jauh lebih mumpuni untuk mengupasnya.
Maskudnya di sini hanya ingin menjelaskan bahwa perubahan seseorang bisa kapan saja terjadi seiring perkembangan atau kepentingannya. Seperti Kotaro Minami bisa berubah jadi Ksatria Baja Hitam ketika dirinya dibutuhkan publik dalam memberantas kejahatan.
Nah, bicara perubahan ini pula, di ranah politik nasional setidaknya ada tiga tokoh yang secara tiba-tiba berubah. Tentu, perubahan di sini bukan menjadi super hero seperti yang ada di film. Akan tetapi perubahan sikap politik demi mengejar kepentingan lain.
Nama-nama tokoh politik dimaksud adalah, Ali Mochtar Ngabalin, Ruhut Sitompul dan Ferdinand Hutahaean. Untuk memperjelas terjadinya perubahan tersebut, mari kita kupas satu per satu.
1. Ali Mochtar Ngabalin
Pria kelahiran 25 Desember 1968 ini merupakan politisi Partai Golkar yang sempat menjadi pendukung fanatik Prabowo Subianto pada Pilpres 2014. Kala itu, Ali Mochtar adalah satu dari sekian banyak orang yang paling keras mengkritisi rival dukungannya, Joko Widodo.
Ngabalin sempat beberapa kali bicara di media televisi nasional tanah air bahwa dia sengaja mendukung Prabowo pada Pilpres 2024, karena menggunakan akal sehat. Dengan kata lain, pihak pendukung Jokowi menggunakan akal yang sebaliknya.