Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adu Kuat Mega Versus Ganjar Pranowo

27 Oktober 2020   12:39 Diperbarui: 27 Oktober 2020   12:53 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah pertarungan atau kompetisi, rumusnya siapa yang kuat dialah yang menang. Namun, bisa jadi hal ini tidak berlaku di kubu PDI Perjuangan. Kenapa? Simak terus ulasannya! 

GELARAN Pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) Republik Indonesia berikutnya memang masih cukup lama. Butuh waktu sekitar empat tahunan lagi. Ya, sesuai ketentuan, masa bakti Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Ma'ruf Amin adalah tahun 2024 mendatang.

Namun demikian, tanda-tanda genderang perang antar partai politik maupun para kandidat yang ingin berebut kekuasaan sudah tampak terasa mulai sekarang. Mereka sudah mulai utak-atik dan menghitung langkah tepat menuju target sasaran. Pilpres 2024. 

Saling intip kekuatan dan saling rangkul telah tampak depan mata. Misal, PDI Perjuangan yang dalam satu dekade ini selalu bersebrangan paham dengan Partai Gerindra mulai merajut hubungan kembali. Disebut-sebut kedua partai ini akan membentuk poros baru, seperti pernah terjadi pada Pilpres 2009 silam. 

Itu yang terjadi pada tataran partai politik. Untuk tataran kandidat pun sudah mulai menghangatkan konstelasi politik nasional. Terutama setelah para "broker" atau "makelar" telah mulai melakukan aksinya. Maksud broker atau makelar di sini adalah para lembaga survei. 

Sejauh ini telah cukup banyak lembaga survei di tanah air melakukan jejak pendapat tentang siapa kandidat yang paling diinginkan publik menjadi pucuk pimpinan bangsa dan negara. Hasilnya berupa angka elektabilitas. 

Dari hasil jejak pendapat tersebut hingga saat ini setidaknya bisa disimpulkan bahwa ada beberapa nama yang angka elektabilitasnya relatif stabil berada di jajaran posisi teratas. 

Jika hitungan posisi teratas tersebut adalah empat besar, maka nama-nama yang selalu menghiasi posisi ini sudah bisa kita ketahui bersama. Mereka adalah: Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto; Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan; Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. 

Dari keempat nama tersebut di atas, Prabowo Subianto tentu layak dikedepankan sebagai calon presiden paling potensial. Sebab, elektabilitas Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra ini hampir selalu menempati posisi paling atas. 

Kemudian di susul oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Nama yang satu ini adalah satu-satunya kandidat yang mampu beberapa kali mengambil alih posisi Prabowo di peringkat paling atas. 

Contoh paling anyar adalah hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia (IPI) pada Oktober 2020 menempatkan Ganjar Pranowo di peringkat pertama. Mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut meraih angka 18,7 persen. 

Kemudian disusul Prabowo Subianto di urutan kedua dengan 16,8 persen dan Anies Baswedan dengan 14,4 persen. 

Sejatinya dengan hasil ini menjadikan Ganjar salah seorang kandidat potensial. Politisi PDI Perjuangan tersebut bisa saja keluar sebagai kampiun bila Pilpres dilaksanakan dalam waktu dekat. 

Hanya saja, merujuk para wacana politik yang mencuat dalam beberapa waktu terakhir, tingginya elektabilitas Ganjar Pranowo belum mampu membuat Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri meliriknya. Presiden RI ke-5 ini sepertinya masih menyimpan asa terhadap putri sulungnya, Puan Maharani yang maju Pilpres 2024. 

PDI-P Pusing 

Kendati sejak awal nama Puan Maharani digadang-gadang menjadi delegasi PDI-P untuk maju Pilpres 2024, dengan terus merangkak naiknya elektabilitas Ganjar Pranowo kemungkinan besar membuat partai "Banteng" pusing. Sebab, Seperti diketahui, sejumlah pihak menyebut PDIP akan menduetkan Prabowo-Puan Maharani di Pilpres 2024. 

Aroma koalisi ini sudah terendus dengan masuknya Prabowo Subianto dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju (KIM). Ditambah lagi dengan banyaknya bangunan koalisi PDIP-Gerindra di Pilkada Serentak 2020. 

Dikutip dari Sindonews.com, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra) Fadhli Harahab, menyebut bila Prabowo-Puan dipaksakan untuk maju Pilpres akan merugikan koalisi. Karena, sejauh ini elektabilitas Ketua DPR RI tersebut masih sangat rendah. Di sisi lain ada kader partai dengan elektabilitas jauh lebih tinggi dalam diri Ganjar Pranowo. 

Namun, masih dikatakan Fadhli, jika Ganjar tidak dipilih, akan ada konsekuensinya. Ganjar bisa berpaling dari PDIP dan menjadi lawan koalisi PDIP. 

"Kemungkinan kalau Ganjar tidak diduetkan, ya dia bisa keluar dari PDIP. Itu hitung-hitungan kalau elektabilitasnya tetap bagus. Karena sudah pasti dengan elektabilitas itu akan ada koalisi lain yang berminat," terangnya. 

Lagi pula, lanjut Fadhli, Ganjar telah berada di masa akhir masa jabatan karena sudah dua periode menjabat Gubernur Jawa Tengah. Sebagai politisi keniscayaan bagi Ganjar ingin mengembangka  karir politiknya. 

Adu Kuat Mega Vs Ganjar 

Merujuk  pada pernyataan Fadhli, saya kira kedepannya mungkin akan terjadi semacam persaingan gengsi atau adu kuat antara Megawati Soekarno Putri dengan Ganjar Pranowo. 

Apakah Mega---sebutan lain Megawati tetap mempertahankan gengsi dan asanya dengan memaksakan Puan terus maju Pilpres. Atau, dia lebih bisa membaca konstelasi politik dengan mengedepankan kejayaan partai daripada ego pribadi. 

Bila Mega kekeuh memaksakan Puan Maju dengan elektabilitas rendah, berarti dia telah memenangkan 'pertarungan' lawan Ganjar. Hanya, langkah yang bakal dihadapi pada Pilpres 2024 cukup terjal. 

Sebaliknya, Ganjar Pranowo bisa disebut memenangkan adu kuat lawan Mega bila akhirnya memutuskan menerima pinangan koalisi partai lain, seandainya dia tak dilirik. Terlepas dari hasil yang akan di raih. 

Ganjar akan dianggap kalah bila dia menerima putusan partai, dan karier politiknya mentok di tingkat gubernur. 

Membaca Peluang Ganjar 

Apabila jelang Pilpres 2024 mendatang elektabilitas Ganjar Pranowo masih stabil berada di peringkat teratas, namun, PDI-P tak meliriknya. Saya kira menjadi ancaman serius bagi kubu partai 'Banteng' jika Ganjar memutuskan pinangan koalisi partai lain. 

Dalam hipotesa saya, ada beberapa opsi pasangan calon, yang membuat peluang Ganjar cukup besar memenangi Pilpres. Pertama Ganjar-Anies Baswedan, kedua Ganjar-Ridwan Kamil. 

Dengan siapapun Ganjar disandingkan dengan dua nama tersebut di atas, akan menjadi kekuatan dahsyat dan merepotkan pasangan Prabowo-Puan. Sebab, seperti diketahui, baik Anies Baswedan maupun Ridwan Kamil sejauh ini merupakan kandidat calon dengan elaktabilitas tinggi menurut beberapa hasil survei. 

Dengan begitu, dua kekuatan elektabilitas ini bila disatukan sudah barang tentu akan menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Lagi pula, Ganjar, Anies dan Ridwan Kamil tentu telah memiliki basis dukungan cukup kuat yang ada di Pulau Jawa. Yang merupakan lumbung suara terbanyak di tanah air. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun