HIRUK pikuk aktivitas politik jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020 telah mulai terasa sejak beberapa pekan ini. Baligo, media sosial atau obrolan di warung kopi seolah menandakan bahwa denyut pesta demokrasi menjaring para pemimpin daerah tersebut kian dekat.
Dilihat dari sisi positifnya, kemeriahan jelang Pilkada serentak patut disambut gembira. Ini mengisyaratkan masih besarnya antusiasme publik terhadap pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Namun perlu digarisbawahi, segala bentuk kemeriahan ini harusnya diimbangi oleh segenap elemen masyarakat yang terlibat, menjungjung tinggi asas persaingan sehat dan bermartabat. Dengan begitu, setidaknya masyarakat bisa berharap, bahwa hasil dari Pilkada nantinya menciptakan pemimpin bersih dan bermartabat pula.
Tapi, harapan tinggal harapan. Hampir setiap pemilihan umum, baik pemilihan anggota legeslatif, calon pemimpin daerah maupun presiden, kampanye hitam atau black campaign selalu menjadi bumbu. Sehingga aroma persaingan kerap memanas.
Black campaign adalah tindakan menyerang pihak lawan bukan dengan fakta tidak benar. Black campaign biasanya dilakukan dengan cara mengungkapkan keburukan suatu pihak dengan tujuan untuk menjatuhkan kredibilitas pihak tersebut.
Selain bermaksud menjatuhkan pihak lawan, black campaign bisa juga dilakukan pihak internal dengan maksud tertentu, seperti mendapatkan simpati publik sebagai pihak yang terzalimi. Terlepas dari siapa pun yang membuat materi black campaign dan apa pun motifnya, perilaku ini dapat mengancam kemurnian proses demokrasi.
Contoh teranyar korban black campaign adalah calon Walikota Tangerang Selatan, Rahayu Saraswati Djoyohadikoesoemo. Keponakan dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto tersebut baru-baru ini mendapat serangan yang mengarah kepada fisiknya.
Dikutip dari Suara.com, pemilik akun Facebook bernama Bang Djoel memposting foto hamil Rahayu saat dirinya tengah melakukan pengambilan foto mothernity dengan kondisi perut buncit hamil dengan pusar telihat. Foto tersebut diposting ke grup Tangsel Rumah dan Kota Kita. Parahnya, foto itu disertai dengan tulisan yang mengarah para pelecehan.
'Yang mau coblos udelnya silahkan... Udel dah diumbar.. pantaskah jadi panutan apalagi pemimpin tangsel??'
Atas kejadian tersebut, Rahayu berencana akan melaporkan hal itu pada pihak kepolisian, karena dianggap telah melecehkan dengan sebutan 'coblos udel'. Hal ini dinilai sebagai pelecehan seksual.