Lagi, kau sedang di otakku. Mencerabut denyut nadi tanpa permisi. Mengetuk hati sambil membawa indahnya ilusi. Tentang cinta yang tak pernah mati dan kisah asmara yang terus membumi.
Saat itu, Â aku masih dengan rindu yang sama. Mengharap engkau berada nyata. Lalu, mengajaku telusuri indahnya dunia dengan segala cerita yang kau punya. Tapi, itu hanya sketsa, makin buatku tersiksa.Â
Lagi, kau sedang di otakku. Ingin ku ajak engkau ke ruang tamu, lalu bercerita tentang kisah habibie dan ainun. Inspirasi cinta itu abadi meski ajal merenggut waktu.Â
Saat itu, aku masih dengan rindu yang sama. Tapi engkau entah dimana. Hanya larik puisi yang kutulis pada kertas usang lalu kutitipkan pada angin yang berhembus. Agar engkau tahu, di sini aku merindu.Â
Lagi, kau sedang di otakku. Ingin ku merayu. Percuma, hanya kertas usang yang bisa kuajak bercumbu.
Sumedang, 18 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H