Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Politik Dua Muka Gatot Nurmantyo

17 Oktober 2020   12:26 Diperbarui: 17 Oktober 2020   12:52 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

POLEMIK tentang Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang memantik aksi penolakan massa di beberapa daerah hingga pusat dan menjurus anarkis berbuntut panjang. Ratusan peserta aksi yang dianggap biang rusuh ditangkapi dan diproses hukum. 

Yang cukup mengejutkan, di antara sekian banyak yang diamankan pihak kepolisian, beberapa di antaranya merupakan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Korban penangkapan yang berlangsung di dua tempat, Jakarta dan Medan itu adala Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin. 

Bukan hanya penangkapan, buntut dari aksi massa penolakan produk legeslasi ini juga memantik terjadinya saling tuduh dan curiga soal aktor intelektual atau dalang di balik demonstrasi massa buruh dan mahasiswa dimaksud. Partai Demokrat dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) termasuk pihak yang tertuduh. 

Namun demikian, tuduhan tersebut mampu dimentahkan. SBY langsung bereaksi cepat dengan membuat pernyataan khusus di akun youtube pribadinya. Presiden ke-6 ini mengaku, pihaknya tengah diserang oleh pihak-pihak yang tidak menyukainya dengan fitnah keji. 

Ia pun menegaskan, tidak akan pernah melakukan tindakan seperti yang dituduhkan. Misal, menggerakan massa atau membiayai aksi seandainya memiliki kemampuan untuk hal tersebut. Bantahan ini efektif. Setidaknya hingga hari ini tidak ada satupun kader atau bahkan SBY sendiri yang berurusan dengan hukum. 

Beda halnya dengan KAMI, ada beberapa anggotanya yang ditangkap pihak kepolisian. Boleh jadi penangkapan ini cukup beralasan. Sebab dari awal kelompok yang diprakarsai Din Syamsuddin dan kawan-kawan ini menolak UU Ciptaker. Bahkan, mereka sempat mendukung adanya aksi demo buruh dan mahasiswa. 

Belum lagi kabarnya menurut hasil pemeriksaan, pihak kepolisian menemukan barang bukti berupa chat WhatsApp dari anggota KAMI yang tertangkap. Yaitu, berupa ujaran kebencian dan isu-isu hoaks terkait UU Ciptaker. 

Boleh jadi bukti-bukti tersebut semakin menegaskan bahwa KAMI memang sebagai pihak yang menentang keras UU Ciptaker. Namun demikian hal tak terduga justru datang dari pernyataan salah seorang deklaratornya, mantan Panglima TNI, Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo. 

Seperti diketahui, Gatot sejak awal telah menegaskan penolakannya terhadap UU Ciptaker. Bahkan menurutnya, undang-undang "Sapu Jagad" tersebut telah memantik kegaduhan di mana-mana. 

Namun pernyataan Gatot tersebut seketika berubah 180 derajat. Ia akhirnya malah memuji bahwa UU Ciptaker memiliki tujuan mulia. Presidium KAMI itu mengatakan jika keberadaan UU Cipta Kerja justru sangat dibutuhkan dalam memudahkan iklim investasi serta peningkatan lapangan kerja baru untuk masyarakat Indonesia. 

"UU ini saya tahu tujuannya sangat mulia karena dengan demikian investasi akan datang, kemudian roda ekonomi berputar, ekspor banyak, pajak masuk banyak kembali lagi ke masyarakat sehingga sandang pangan papan bisa (terpenuhi)," kata Gatot saat diskusi di akun YouTube Refly Harun berjudul Curhat Gatot. (Wartaekonomi.com). 

Gatot juga menceritakan saat masih menjabat Panglima TNI. Saat itu Presiden Joko Widodo berpikir keras untuk meningkatkan investasi di Indonesia. 

Namun, banyak aturan yang tumpang tindih. Hal itu yang menjadikan banyak investor khawatir, sehingga iklim investasi terhambat. Karena itu Omnibus Law menjadi solusi yang pas untuk memberikan kepastian bagi para pengusaha. 

Perubahan sikap atau pandangan Gatot tersebut. Menurut pandangan sederhana penulis, Gatot tengah menjalankan politik dua muka. Politik tersebut terpaksa ia lakukan guna menjaga apa yang dicita-citakannya tetap pada track yang benar. 

Pada satu sisi, Gatot ingin menanamkan image kepada publik bahwa ia berada dengan mereka untuk sama-sama berjuang membela hak dan menolak UU Ciptaker. Namun di sisi lain, pria kelahiran Tegal, 13 Maret 1960 ini juga harus bisa menyelamatkan kepentingan kelompok dan dirinya. 

Apabila Gatot tetap bersikeras menolak UU Ciptaker dengan pernyataan-pernyataan keras terhadap pemerintah akan berdampak buruk bagi dirinya dan KAMI. Dalam hal ini mungkin akan muncul banyak anggapan bahwa kelompok ini adalah dalang di balik semua kerusuhan yang terjadi. 

Jika ini terjadi, tentu image yang ingin diciptakan sebagai kelompok yang seperjuangan dengan rakyat, khususnya buruh dan mahasiswa justru menjadi blunder. Alih-alih mendapat simpati, mereka malah akan dibenci karena telah merecoki perjuangannya dengan cara mendompleng kepentingan politiknya terhadap aksi buruh dan mahasiswa. 

Maka itu, hal tersebut jelas harus dihindari. Gatot tidak ingin KAMI jadi tercoreng namanya karena terus-terusan dituduh sebagai dalang aksi penolakan massa. Ia pun pasti tidak ingin bernasib serupa dengan koleganya yang telah menjadi korban penangkapan pihal kepolisian. 

Dengan politik dua muka, setidaknya diharapkan bisa meredakan suasana antara pemerintah dengan KAMI. Atau setidaknya tidak ada lagi anggota kelompoknya yang ditangkap. 

Dengan demikian, mereka bisa kembali menata rencana dan mengejar target yang tengah diperjuangkan. 

Untuk Gatot, setidaknya bisa aman dari ancaman penangkapan dan kembali menyusun strategi dalam mewujudkan impiannya. Digadang-gadang, mantan panglima TNI ini berkeinginan maju Pilpres 2024. 

Sekali lagi ini hanya berdasarkan analisa sederhana penulis semata. Bagaimana dengan anda? 

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun