Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siasat Salah Prabowo

14 Oktober 2020   21:59 Diperbarui: 14 Oktober 2020   22:02 1883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEJAK mendeklarasikan diri bergabung dengan koalisi pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Umum Partai Partai Gerindra, Prabowo Subianto diprediksi akan banyak kehilangan pendukungnya. Karena terlalu banyak pihak yang merasa dikhianati. 

Prediksi tersebut hingga hari ini memang belum bisa dibuktikan dengan pasti. Namun setidaknya telah ada beberapa pihak yang dengan terang-terangan menarik kembali dukungannya, seperti yang Prabowo dapatkan pada Pilpres 2014 dan 2019. Misal, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212. 

Alasan ditariknya dukungan kedua kelompok tersebut di atas sudah bisa dipastikan, selain merasa dkhianati juga menganggap pandangan politik dan nilai perjuangannya sudah tak lagi sejalan. 

Mungkin sebuah kerugian besar bagi Prabowo dengan lepasnya dua dukungan tersebut. Mengingat keduanya memiliki militansi pendukung dengan jumlah yang cukup banyak. 

Namun, seperti orang bijak bilang, ada yang pergi pasti ada pula yang datang. Itu pula yang dirasakan Prabowo dan Partai Gerindra saat memutuskan bergabung dengan koalisi pemerintah. 

Kaitannya dengan Pilpres 2024, sementara ini Partai Gerindra kabarnya lagi menjalin hubungan mesra dengan PDI Perjuangan. Tentu, dipandang dari hitung-hitungan matematis lebih menguntungkan dibanding masih bersama PKS. Sebab, partai berlambang banteng gemuk moncong putih ini jawara Pemilu dua kali berturut-turut. 

Wacana yang berkembang, hubungan dua partai politik ini begitu mesra, karena mereka berencana menyandingkan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra dengan Puan Maharani dari PDI Perjuangan. 

Dan, satu hal lagi yang membuat rasa kehilangan Prabowo terobati adalah hasil beberapa lembaga survei sejauh ini hampir selalu menempatkan elektabilitas dirinya yang tertinggi dibanding dengan para kandidat lainnya. 

Boleh jadi, hal ini karena mantan Danjend Kopasus tersebut diberikan panggung politik dengan dipercaya sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM). 

Dengan melihat peta politik seperti tersebut di atas, mungkin banyak yang berpikiran bahwa bergabungnya Prabowo dengan koalisi pemerintahan Jokowi adalah langkah tepat politiknya. Ia menjadi salah seorang kandidat kuat pada Pilpres mendatang. 

Apalagi rival beratnya pada dua kali Pilpres sebelumnya, Presiden Jokowi dipastikan tidak bisa mencalonkan diri kembali. Karena dibatasi oleh regulasi atau Undang-Undang Pemilu. 

Kendati demikian, dalam beberapa waktu terakhir tak sedikit yang menilai bahwa keputusan Prabowo bergabung dengan koalisi pemerintah adalah siasat yang salah. Pemantiknya adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Karena hal ini tak menutup kemungkinan modal bagus nyapres Prabowo akan hancur seketika. 

Kenapa? 

Seperti diketahui, pasca disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker lewat Sidang Paripurna DPR, Senin (5/10/20) terjadi demonstrasi buruh dan mahasiswa di beberapa daerah hingga pusat. Mereka menolak disahkannya produk undang-undang tersebut. 

Masalahnya adalah salah satu partai yang menandatangani pengesahan undang-undang "Sapu Jagat" dimaksud adalah Partai Gerindra, dimana Prabowo Subianto sebagai ketua umumnya. 

Dengan begitu, menjadi sebuah keniscayaan bahwa buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya jadi berbalik antipati dan mengecam partai-partai yang turut menandatangi UU Ciptaker. 

Bahkan, menurut peneliti politik dari lembaga Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, disahkannya Omnibus Law Ciptaker menimbulkan bekas luka yang mendalam. 

Seperti dikutip dari Suara.com, Jerry mengingatkan ada begitu banyak pemilik hak suara. Buruh jumlahnya jutaan, menurut data KPU pada pemilu 2019 jumlah pemilih milenial ada sekitar 80 juta (40 persen dari total 192 juta voters ada pilpres 2019). 

Belum lagi pekerja informal, menurut data Badan Pusat Statistik, total pekerja usia 15 tahun ke atas per Agustus 2019 sebanyak 126,51 juta orang. Persebaran terbanyak terdapat pada pekerja informal, yaitu mencapai 70,49 juta orang. Sedangkan pekerja formal yang hanya 56,02 juta. Dan tahun 2020 jumah kerja meningkat 2,9 juta orang. 

"Jadi diantara para buruh saya yakin menyimpan bara api terhadap partai pendukung UU Ciptaker, belum lagi dari organasisi lainnya," kata Jerry, Rabu (14/10). 

Untuk itu, Jerry menyangsikan bahwa Prabowo bisa memenangkan Pilpres 2024. Termasuk kader partai lainnya yang juga menandatangani UU Ciptaker. Misal, Airlangga atau Puan Maharani. 

"Jadi jangan mimpi bagi Airlangga dan Puan Maharani, bahkan Prabowo menang pada pilpres 2024. Apalagi kader Prabowo menjadi ketua baleg UU Ciptaker" pungkas Jerry. 

Apa yang diutarakan Jerry tentu saja masih sekadar pendapat pribadi. Namun, jika pernyataannya tersebut pada akhirnya terbukti benar. Maka, penulis tentu berani mengatakan bahwa siasat yang diambil Prabowo Subianto bergabung dengan koalisi pemerintahan adalah langkah yang salah. 

Pasalnya, akibat bergabung dengan koalisi pemerintah pula membuat Partai Gerindra dan Prabowo harus terjebak dengan permainan pemerintah dan DPR yang menerbitkan undang-undang tidak populis atau dikecam publik.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun