RANCANGAN Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja, Senin (2//20). Akibatnya gelombang demontrasi penolakan Undang-Undang "Sapu Jagat" tak mampu dibendung di berbagai pelosok daerah hingga ke pusat.Â
Kendati demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti terhadap para gubernurnya untuk tidak terhasut. Mereka diharapkan turut mendukung UU Ciptaker dimaksud.Â
Namun harapan tinggal harapan. Kenyataannya, tendensi semakin memanas. Sebab, ada beberapa gubernur yang justru bersikap sama dengan para buruh dan mahasiswa. Mereka melayangkan protes kepada Presiden Jokowi agar segera mencabut pengesahan Omnibus Law dimaksud.Â
Para Gubernur yang berani berlawanan sikap dengan keinginan Presiden Jokowi tersebut adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.Â
Jujur saja kecuali Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Penolakan yang dilakukan Ridwan Kamil dan Khofifah cukup mengejutkan. Pasalnya, selama ini kedua kepala daerah tersebut bisa disebut "anak manis" yang senantiasa manut terhadap apa yang digariskan oleh pemerintah pusat.Â
"Wah, ini pasti politik, Kang!"Â demikian dikatakan salah seorang sahabat penulis. Saat kita sedang berbincang santai di sebuah kedai kopi.Â
Maksud kata "politik" dari sahabatku tersebut mengandung dua tujuan. Pertama menjaga kondusifitas wilayah kerjanya agar tidak selalu dirongrong oleh beragam aksi protes sehingga mengganggu aktivitas pemerintah dalam penanganan virus Korona (Covid-19).Â
Sedangkan yang kedua yaitu terkait Pilpres 2024. Para gubernur di atas paham betul bahwa rakyat tengah kecewa terhadap pemerintah yang telah mengesahkan RUU Ciptaker. Kekecewaan ini akan otomatis mengarah pada pihak-pihak lain yang turut mendukung produk legislasi dimaksud. Termasuk gubernur.Â
Bagi gubernur yang didukung partai penguasa boleh jadi hal di atas tidak terlalu dipikirkan. Mereka hanya fokus menjalankan apa yang diperintahkan pemerintah pusat. Misal, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.Â
Namun, bagi yang digadang-gadang atau memiliki peluang untuk dicalonkan maju Pilpres 2024 tentu harus pintar-pintar membaca momentum dan berhitung untung rugi dari setiap peristiwa yang terjadi.Â
Seperti diketahui, tiga gubernur yang melayangkan protes adalah nama-nama yang sejauh ini masuk dalam radar lembaga survei sebagai sosok yang dianggap berpeluang maju Pilpres 2024. Jika mereka bertolak belakang dengan keinginan para buruh dan mahasiswa akan berdampak buruk terhadap peluang politiknya.Â
Bukan mustahil nama Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Khofifah Indar Parawansa merosot elektabilitasnya karena tidak mendengar aspirasi para buruh dan mahasiswa, sebagai representasi suara rakyat.Â
Beda hal jika mereka mendengarkan aspirasi dan satu suara dengan para buruh dan mahasiswa. Nilai tawar politik yang mereka dapatkan akan jauh lebih menguntungkan. Dan peluangnya maju Pilpres lebih besar.Â
"Mereka kan tidak memiliki partai politik, Kang?" tanya penulis terhadap sahabatku itu.Â
Kembali, sahabat penulis ini mengungkapkan analisanya. Sejauh ini ada beberapa partai politik kompeten tapi tidak memiliki kader mumpuni untuk dicalonkan. Mumpuni di sini bukan hanya tentang intelektualitas dan pemahaman masalah. Tapi memiliki popularitas dan elaktibikitas yang cukup memadai.Â
Pasalnya kedua faktor terakhir adalah modal utama pencalonan atau dicalonkan dalam sistem pemilihan langsung. Nah, jika pada saatnya kelak popularitas dan elektabilitas mereka (Anies, Ridwan dan Khofifah) tinggi, bukan mustahil malah cenderung dipastikan partai-partai politik yang tidak memiliki calon akan meminangnya.Â
Maka dari itu, nama-nama seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Khofifah Indar Parawansa akan cenderung memihak aspirasi rakyat. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga popularitas dan elektabilitasnya untuk kemudian berharap dipinang partai politik.Â
Sekalipun pada akhirnya tidak terpilih pada Pilpres 2024. Ketiga nama ini masih berkepentingan mempertahankan posisinya sebagai gubernur. Sebab masing-masing baru menjabat satu periode.Â
Begitulah analisa sahabat penulis terkait adanya aksi penolakan UU Ciptaker dari ketiga nama gubernur. Yuk, lanjut ngopi!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H