Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Curhat, Politik Lama Diulang Kembali?

12 Oktober 2020   23:07 Diperbarui: 12 Oktober 2020   23:17 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NAMA Soesilo Bambang Yudhoyono dalam beberapa hari terakhir menjadi pusat publik. Pasalnya Presiden ke-6 Republik Indonesia (RI) tersebut dituduh sebagai dalang dibalik terjadinya demo penolakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta kerja (RUU Ciptaker). 

Sebagaimana diketahui, pasca DPR RI bersama pemerintah sepakat mengesahkan RUU Ciptaker menjadi undang-undang pada Sidang Paripurna, Senin (5/10/20), terjadi aksi demonstrasi besar-besaran di hampir tiap pelosok daerah selama tiga hari berturut-turut. Yakni, mulai tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020. 

Demontrasi penolakan RUU Ciptaker tersebut berlangsunt ricuh menjurus anarkis. Akibatnya banyak peserta aksi terluka parah, tertangkap dan terjadi kerusakan fasilitas umum. 

Dari keterangan para peserta aksi massa yang tertangkap, ditemukan fakta bahwa kebanyakan dari mereka sebenarnya tidak paham dengan apa yang mereka suarakan. Aksi protes yang dilakukannya semata-mata berdasarkan suruhan pihak tertentu dengan imbalan berupa uang. 

Dari sinilah muncul dugaan atau anggapan dari sejumlah pihak bahwa demontrasi penolakan RUU Ciptaker dimaksud ada yang menggerakan. 

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekonomi), Airlangga Hartarto pun berpikiran serupa. Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar ini meyakini bahwa aksi demonstrasi penolakan RUU Ciptaker yang berlangsung dari mulai Selasa (6/10/20) hingga Kamis (8/10/20) ada yang membiayai. 

Airlangga juga menyebut bahwa orang 'di balik layar' yang menggerakkan dan membiayai aksi demonstrasi penolakan RUU Ciptaker memiliki ego yang sangat besar. Sebab, begitu tega menggerakan banyak orang di tengah pandemi, sementara yang bersangkutan tidak melibatkan diri. 

Hanya saja, keyakinan Airlangga ini tidak disertai dengan pembuktian. Dalam arti kata, dia tidak atau enggan menyebut siapa yang dimaksud dengan pihak-pihak yang dianggap sebagai dalang aksi protes dimaksud. 

Akibatnya, pernyataan Airlangga tersebut malah membuka ruang bagi pihak-pihak kontra RUU Ciptaker. Mereka menilai pernyataan Menko Ekonomi itu hahya sebagai bentuk "cuci tangan" atau mengkambing hitamkan pihak lain untuk sedikit meredam kekesalan publik terhadap pemerintah. 

Senada dengan Airlangga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan juga mengaku tahu siapa di balik aksi demo . Untuk itu Luhut meminta mereka yang berada di belakang aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang "Sapu Jagat" untuk menahan hasrat keinginan berkuasa. 

Namun, sama halnya Airlangga Hartarto, pria yang kerap dipanggil Opung ini juga tak berani menunjuk hidung. Siapa pihak dibalik itu semua. 

Beda halnya dengan kedua Menko di atas. Akun twitter dengan anonim @digeeembok justru berani terang-tetangan. Dalam cuitannya, akun ini menulis bahwa SBY adalah pihak yang telah mendanai aksi protes Undang-Undang Cipta Kerja. 

Entah atas dasar apa yang mendasari akun twitter tersebut menuduh Presiden RI ke-6 sebagai dalang dibalik aksi demo. Yang pasti semua itu langsung dibantah SBY. Dia mengaku sebagai korban fitnah keji dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap dirinya. 

SBY juga mengatakan bahwa dirinya pernah berjuang sebagai prajurit selama 30 tahun dan berada di pemerintahan 15 tahun. Dia paham betul bahwa pemerintahan tengah menghadapi banyak masalah yang harus dipecahkan. Ia pun mengalami hal tersebut. 

"Jadi kalau tiba-tiba kemarin saya dituduh seperti itu, ndak baik, ndak baik kalau negeri kita makin subur fitnah, hoaks, tuduhan-tuduhan tidak berdasar," kata SBY dalam akun YouTube Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (12/10/2020). (Era.id). 

Masih dikutip dari Era.id, SBY menambahkan apabila dia memiliki kemampuan menggerakan massa dan memiliki banyak uang sekalipun tidak terlintas dalam pikirannya untuk berbuat seperti yang dituduhkan. 

"Memfitnah itu sebenarnya menuduh seseorang. Saya dalam hal ini, yang tidak mengandungi kebenaran. Saya menjadi korban," katanya. 

SBY melanjutkan elemen masyarakat yang berunjuk rasa pun akan merasa terhina bila dituduh ditunggangi atau digerakkan. Apalagi memfitnah sama dengan mempermainkan kebenaran. 

"Sebagai umat yang beriman kita-kita ini, kalau kita senang dan suka memfitnah, senang mempermainkan kebenaran, sama dengan mempermainkan Tuhan, saya prihatin, makin berkembang seperti ini, lagi-lagi saya harus bersabar," katanya. 

Mencermati pengakuan atau curhatan SBY tersebut di atas tentu saja penulis tidak dalam kapasitas menilai benar tidaknya pernyataan mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. Hanya saja, sikap menempatkan diri sebagai korban memang bukan kali pertama dilakukanya. 

Jauh sebelumnya, SBY pernah menggunakan politik "Playing Victim" atau menempatkan diri sebagai pihak korban, pada saat akan dihelat kontestasi Pilpres 2004 silam. 

Kala itu, SBY sering "curhat" ke publik bahwa dirinya sebagai Menkopolkam pada kabinet Megawati tidak pernah diajak rapat setelah mengungkapkan keinginannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden. 

Curhatan atau politik SBY yang menempatkan diri seolah-olah menjadi korban arogansi Presiden Megawati ini sukses besar. Dia berhasil meraih simpati publik dan akhirnya memenangi kontestasi Pilpres dan menjadi presiden pertama hasil pemilihan langsung oleh rakyat. 

Nah, pertanyaannya sekarang apakah curhatan atau ungkapan SBY yang menyatakan dirinya sebagai korban fitnah keji adalah bagian dari politik dirinya meraih kembali simpati rakyat atau memang keluar dari hatinya yang paling dalam bahwa dia benar-benar tidak bersalah? Wallahuallam Bishawab. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun