Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Prabowo Buka Suara terkait Ocehan Fadli Zon, Setuju atau Takut Jebakan Betmen?

12 Oktober 2020   14:09 Diperbarui: 12 Oktober 2020   14:36 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OMNIBUS LAW Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptker) telah disahkan DPR bersama pemerintah, Senin (5/10/20). Kendati demikian, produk undang-undang "Sapu Jagat" ini memantik gelombang protes ribuan buruh dan mahasiswa di hampir tiap pelosok daerah. 

Pasalnya, dalam undang-undang tersebut di atas ada beberapa poin yang dianggap sangat merugikan kaum buruh. Di antaranya upah minimum penuh syarat, pesangon berkurang dan kotrak kerja yang tanpa batas waktu.

Namun hingga detik ini pemerintah tetap kekeuh bahwa RUU Ciptaker adalah solusi jitu dalam rangka mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi di tanah air. Sebab, dengan banyaknya penyederhanaan regulasi terkait perizinan usaha dan sebagainya bisa mengundang banyak investor ke Indonesia. Imbasnya akan mampu menyedot tenaga kerja sebanyak-banyaknya. 

Kendati begitu hal ini belum bisa memuaskan para buruh dan sebagian pihak. Mereka tetap bersikukuh bahwa Undang-Undang Ciptaker hanya menguntungkan investor, pengusaha dan dunia bisnis semata. 

Terbukti, rencananya tanggal 13 Oktober 2020, aksi massa penolakan Omnibus Law RUU Ciptaker akan kembali digelar. Kali ini yang akan beraksi adalah kelompok Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan koleganya. 

Jadi Pertaruhan Politik 

Pengesahan Omnibus Law RUU Ciptaker tidak hanya menimbulkan gelombang protes kaum buruh dan sejumlah pihak, tetapi menuai perpecahan di tubuh internal partai politik. Setidaknya ada dua kasus yang membuktikan adanya perbedaan pandangan terkait undang-undang "Sapu Jagat" tersebut. 

Pertama terjadi pada internal Partai Demokrat. Partai ini sebagaimana diketahui merupakan partai paling depan menolak disahkannya RUU Ciptaker. Bahkan, karena itu pula muncul tudingan bahwa merekalah dalang dibalik aksi demo buruh dan mahasiswa pada 6 hingga 8 Oktober 2020 lalu. 

Namun, sikap tegas partai berlambang mercy ini tidak diamini seluruh kader. Sebab, diantaranya justru ada yang membelot dan mendukung RUU Ciptaker. 

Adalah Ferdinand Hutahaean yang telah dengan tegas tidak sepakat dengan sikap politik partainya. Bagi dia, RUU Ciptaker justru sejalan dengan Pancasila demi masyarakat berkeadilan sosial. 

Karena beda pandangan dan sikap politik itu pula akhirnya pria kelahiran Sumatera Utara, 18 September 1977 tersebut memilih mengundurkan diri dari kader Partai Demokrat. Rencananya dia akan fokus mendukung pemerintahan Presiden Jokowi. 

Mundurnya Ferdinand dari Partai Demokrat tentu bukan perkara mudah. Dia selama ini dikenal sebagai salah seorang kader partai yang begitu gigih membela marwah partai dari serangan lawan politik. Maka, sikap tegasnya ini boleh jadi pertaruhan politik dia di masa mendatang. Apakah sikapnya ini tepat atau justru sesat. 

Kedua, beda halnya dengan Ferdinand, mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019, Fadli Zon menyatakan sikap sebaliknya. Dia cenderung menolak RUU Ciptaker, meski partainya, Gerindra, termasuk yang ikut menandatangani pengesahan undang-undang "Sapu Jagat" dimaksud. 

Hal ini pula yang akhirnya memicu tanda tanya sujumlah pihak tentang sikap sebenarnya Partai Gerindra dan Prabowo. Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya. Rasa penasarannya ini dia tanyakan kepada Fadli Zon melalui cuitan akun twitter pribadinya. 

"Partai anda kenapa setuju dgn UU Cipta Kerja bang @fadlizon ? Bagaimana sebetulnya sikap prabowo terhadap UU ini? #SeriusNanya," cuit Yunarto. (Warta Ekonomi.com). 

Dalam pandangan penulis, apa yang ditanyakan Yunarto tersebut wajar. Mengingat adanya dua pandangan berbeda antara Partai Gerindra dengan Fadli Zon. 

Boleh jadi sikap penolakan Fadli Zon tersebut adalah sikap pribadi. Jika demikian halnya berarti telah membelot dari putusan partai. Namun, Partai Gerindra dan Prabowo sepertinya hanya bisa diam dan bungkam alias tak ada teguran apapun terhadap pria kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 tersebut. 

Timbul dua kemungkinan atas sikap diam Prabowo ini. Pertama, mengamini sikap Fadli Zon dan yang kedua setuju dengan RUU Ciptaker. Namun, sementara ini mereka membiarkan sikap sebenarnya itu menjadi misteri sambil terus melihat perkembangan politik selanjutnya. 

Sebab, apabila mereka terburu-buru menyatakan sikap, hanya akan dihadapkan pada situasi kurang menguntungkan. 

Ya, mungkin Prabowo dan Partai Gerindra sebenarnya kontra RUU Ciptaker dan mengamini penolakan Fadli Zon. Namun, sementara ini tak mampu berbuat banyak mengingat dirinya berada pada koalisi koalisi pemerintah. 

Jika mereka dengan tegas menyatakan penolakan terhadap RUU Ciptaker, mungkin akan mendapat dukungan publik. Namun, di lain pihak harus bersebrangan dengan partai koalisi, khususnya PDI Perjuangan. Padahal, partai berlambang banteng gemuk moncong putih ini digadang-gadang sebagai partai yang siap membangun koalisi pada Pilpres mendatang. 

Sementara, jika mereka terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap RUU Ciptaker juga bakal kurang menguntungkan bagi kepentingan politiknya. Tidak menutup kemungkinan, Partai Gerindra dan Prabowo akan ditinggalkan sebagian pendukungnya yang tidak setuju dengan disahkannya undang-undang "Sapu Jagat" tersebut. 

Maka itu, mereka membiarkan bola liar ini menjadi misteri dan cenderung menempatkan diri di dua sisi berbeda. Artinya, di sisi koalisi mereka tidak akan dicap pengkhianat, toh mereka turut menandatangani RUU Ciptaker.

Tapi, di sisi lain Gerindra dan Prabowo tetap membiarkan Fadli Zon ber-statement kontra RUU Ciptaker untuk sedikit meredam atau menina bobokan publik bahwa mereka sebenarnya atau seolah-olah kontra produk undang-undang dimaksud. 

Toh, siapapun mahfum bahwa posisi Fadli Zon di Partai berlambang kepala burung Garuda itu termasuk orang penting. Jadi, diharapkan banyak publik yang percaya bahwa ucapan Fadli Zon adalah representasi Partai Gerindra. 

Dalam hipotesis sederhana penulis, mungkin sementara ini politik "misteri" Gerindra dan Prabowo dianggap yang terbaik, daripada mereka harus masuk dalam Jebakan Betmen. Dimana hal itu hanya akan sangat merugikan pihaknya dari sudut pandang politik.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun