GELOMBANG protes kaum buruh atas disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) terus terjadi hingga hari ini, Kamis (8/10/20). Mereka menilai beberapa poin dalam undang-undang "sapu jagad" tersebut sangat merugikan kaum buruh.
Poin-poin yang dimaksud tersebut di atas adalah, penghapusan upah minimum, jam lembur lebih lama, kontrak seumur hidup, rentan PHK, pemotongan waktu istirahat dan mempermudah rekruitmen tenaga kerja asing (TKA).Â
Melihat dari beberapa tayangan televisi swasta nasional dan berita di media arus utama lainnya, hampir di beberapa daerah aksi protes penolakan UU Cipta Kerja tersebut berujung ricuh. Hal ini menandakan bahwa para buruh benar-benar serius dalam "memperjuangkan" haknya.Â
Hanya saja yang patut disesali aksi protes tersebut kembali harus dicoreng dengan keterlibatan pihak-pihak luar dan pelajar. Padahal setelah ditelaah lebih jauh, ternyata pihak-pihak ini khususnya para pelajar tidak paham dengan apa yang mereka suarakan.Â
Diakui salah seorang pelajar dalam salah satu program berita televisi swasta nasional petang tadi, Kamis (8/10/20) salah seorang pelajar yang berhasil diamankan pihak kepolisian tidak mengetahui apa itu RUU Ciptaker. Mereka datang dan ikut demo hanya untuk senang-senang sekaligus diberi uang demo.Â
Sayang, dalam kesempatan tersebut tidak disebutkan siapa yang membayar mereka untuk ikut berdemo. Namun, rencananya pihak kepolisian akan segera mengusut tuntas kasus dan mencari siapa pihak yang telah mengeksploitasi para pelajar tersebut.Â
Jika mundur ke belakang, kasus yang terjadi hari ini persis pernah terjadi pada demonstrasi yang terjadi pada saat penolakan Revisi UU KPK pada bulan September 2019 lalu. Pada peristiwa tersebut juga banyak terciduk pelajar yang terlibat dalam aksi protes tanpa mengetahui esensinya.Â
Artinya, di tanah air masih terdapat pihak-pihak yang menginginkan negara ini rusuh. Mereka tidak berani terang-terangan. Bisanya hanya dengan menunggangi kegiatan massa yang berpotensi ricuh. Misal aksi demonstrasi.Â
Lalu apa maksud tujuan para penunggang gelap tersebut?Â
Dijelaskan oleh Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Muradi dalam sebuah wawancara virtual yang ditayangkan Kompas TV petang tadi, maksud para penumpang gelap tersebut diduga kuat adalah kepentingan politik. Salah satu agenda politik paling dekat adalah Pilkada serentak 2020.Â
Dalam hal ini, para penumpang gelap tersebut kemungkinan besar ingin membangun presepsi publik untuk tidak bersimpati terhadap usungan atau calon dari partai politik yang mendukung disahkannya Omnibus Law RUU Ciptaker. Maka, mereka terus memprovokasi massa agar terjadi kerusuhan.Â