Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Jas Merah"

27 September 2020   12:56 Diperbarui: 27 September 2020   13:04 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minum dulu kopinya!

Maaf, kali ini tidak ada gorengan. Bi Inah, pedagang keliling yang biasa lewat, katanya sakit. Jadi nikmatilah yang ada. Toh, kopi pun cukup temani kita ngobrol hingga siang nanti. Iya, kan?

"Bro, kamu tahu Bung Karno?" 

Mantap, berarti kau tidak melupakan sejarah bangsa ini. Begitulah seharusnya kita sebagai manusia yang hidup di zaman ini menghargai perjuangan mereka yang dulu berdarah-darah. 

Kau dan aku saat ini bisa bebas ngopi dengan berbagai rasa. Mau pahit, manis dan mungkin dicampur dengan susu. Tapi, coba kita mundur ke zaman Bung Karno. Saat dirinya berjuang merebut kemerdekaan dari bangsa penjajah.

"Boleh jadi kopi yang dia minum hanya rasa pahit. Iya, kan?"

Aku yakin, Bro. Bung Karno bukannya tidak suka kopi manis. Tapi keadaan waktu itu yang memaksa dia terus minum kopi pahit. Boleh jadi lidah dan tenggorokannya sudah berteriak dan meronta-ronta. Enggan dicekoki kopi tak ada rasa.

Tenggorokan dan lidah boleh saja menolak. Tapi, Bung Karno tetap tegar. Dia terus teguk kopi pahit itu, sampai akhirnya bangsa ini merdeka. Hebat, bukan? 

"Tapi, Bro." 

Kabarnya, mereka yang sekarang duduk ongkang-ongkang kaki pada kursi kekuasaan hendak menghapus pelajaran sejarah dalam dunia pendidikan di tanah air. 

"Apakah kau sedih, Bro?" 

Bagus. Berarti kau layak disebut manusia Indonesia sejati. Tak menginginkan pelajaran sejarah dibredeli begitu saja. 

Mestinya, tuan dan puan yang duduk manis di kursi kekuasaan saat ini ingat kembali pernyataan Bung Karno. Dengan lantang dia katakan pentingnya sejarah kepada masyarakat. 

"Masih ingat, apa istilahnya, Bro?" 

Mantap. Istilahnya "Jas Merah". Artinya, Bung Karno saat itu sedang membahas inti dan puncak dari urgensi sejarah, yaitu bagaimana seharusnya kita berpijak dan mengacu pada sejarah. 

Tapi, tentu saja sejarah di sini bukan hanya balutan luarnya saja. Melainkan sejarah yang benar-benar terjadi dengan versi sebenarnya. Dari situ, baru kita bisa menilik, memilah dan memilih. Mana yang bisa diamalkan untuk kehidupan sekarang. 

"Kau tentu masih ingat dengan Ibnu Khaldun?" 

Ah, benar-benar luar biasa kau ini. Aku salut, Bro. 

Kau tentu pernah baca bahwa dia dulu gundah melihat produk-produk reportase pada masa hidupnya. Dia memang lihat semua orang membalut diri dengan sampul sejarah. Sayang, itu semua hanya cangkang. 

"Setuju, Bro!". 

Apa yang Ibnu Khaldun rasakan saat itu hanya sebuah penukilan masa lalu yang begitu "polos". 

Kitab-kitab tarikh yang ada pada masa itu hanya menukil cerita-cerita masa lalu, tanpa sedikit pun mengukur kebenaran dan sisi logisnya. Akibatnya, sejarah bercampur-baur dengan aneka dongeng dan mitologi yang tidak masuk akal. 

"Apa, Bro? Yang keras kalau ngomomg!" 

Oke, kalau kau memang sudah harus pergi. Aku coba jelaskan sedikit tentang arti pentingnya mengetahui yang terjadi di masa lampau. 

Yang pasti sebagai media pembelajaran dan pengetahuan. Bahkan, jika diulik lebih dalam, sejarah juga bisa dijadikan media rekreatif dan inspiratif. 

Jadi, Bro. Benar kata Bung Karno. Kita jangan sesekali melupakan sejarah alias "Jas Merah". Dengan mengetahui sejarah kita bisa menatap masa depan lebih baik.

"Baiklah kalau kau sudah mau pulang. Terima kasih telah nemanin aku minum kopi, Bro."

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun