Permintaan Harmoko tersebut jelas bukan tanpa sebab. Sebagai Ketua MPR, Harmoko menjadi salah satu yang diprotes ribuan mahasiswa untuk mencopot jabatan Presiden Soeharto.
Dan, seperti dikutip dari Bisnis.com, sebelum lengsernya Soeharto, Harmoko telah menyanggupi tuntutan ribuan mahasiswa tersebut. Hal itu demi menghindari kemarahan demonstran.Â
Kesanggupan Harmoko ini ternyata ditentang oleh anak emas Soeharto lainnya, Jendral Wiranto.Â
"ABRI berpendapat dan memahami bahwa pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri adalah sikap dan pendapat individual, meskipun disampaikan secara kolektif," ucap Wiranto, yang saat itu menjabat Menhankam Pangab.Â
Menurut Wiranto, mundurnya Soeharto bukan satu-satunya opsi. Ia menilai kewajiban utama pemerintah saat itu adalah melakukan reshuffle menyeluruh. Dia menilai pendapat Harmoko tak punya kekuatan hukum yang mengikat bila ditarik ke Undang-Undang yang ada.Â
Dua sikap berseberangan dua anak emasnya ini membuat Soeharto bingung untuk ambil langkah. ia pun akhirnya mengundang menteri-menteri dan pejabat lain untuk mampir ke kantornya dan dimintai nasehat.Â
Lewat perbincangan bertahap, Soeharto akhirnya membulatkan tekad untuk memilih mundur.Â
Kemunduran yang barangkali sudah diduga banyak pihak, namun hal itu boleh jadi tak akan terlaksana bila tak ada kecamuk yang ditimbulkan akibat polarisasi Harmoko dan Wiranto.Â
Singkat cerita lengsernya langsung disambut suka cita oleh ribuan mahasiswa yang masih menduduki Gedung DPR/MPR dan segenap masyarakat tanah air.Â
Lengsernya Presiden Seoharto pula menjadi pintu gerbang bangsa dan negara Indonesia menuju era reformasi, yang masih berlaku hingga hari ini.Â