PRESIDEN Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengatakan, kesehatan masyarakat dan penanggulangan pandemi virus corona (covid-19) lebih penting dibanding pemulihan ekonomi nasional.Â
Di satu sisi, penulis menyambut baik pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Lantaran dengan semakin merajalelanya penyebaran virus corona yang mengancam keselamatan masyarakat tanah air, dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang jelas.Â
Namun di lain sisi, penulis sejujurnya dibuat gemas. Sebab, pernyataan anyar orang nomor satu di republik ini boleh dibilang terlambat.Â
Presiden Jokowi baru menyadari bahwa kebijakannya yang memadu padankan sektor kesehatan dan ekonomi berjalan bersama ternyata tidak efektif, meski telah dipagari dengan aturan protokol kesehatan.Â
Buktinya, peningkatan jumlah kasus positif yang diakibatkan virus asal Wuhan, China tersebut dari hari ke hari menunjukan lonjakan signifikan.Â
Sejak ditemukannya kasus pertama pada 2 Maret, hingga Jumat (11/9/20), jumlah kasus positif mencapai 210.940 oran. Dari jumlah itu, 150.217 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh dan 8.544 meninggal dunia.Â
Jumlah kasus positif di tanah air semakin jauh meninggalkan negeri asal virus, China. Negara Tirai Bambu itu hanya mencapai 85 ribu lebih kasus.Â
Setali tiga uang, sektor perekonomian pun terus menunjukan grafik menurun. Bahkan sejumlah pengamat ekonomi menyatakan bahwa Indonesia terancam resesi ekonomi.Â
Kendati begitu, jika merujuk pada pribahasa "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali". Pernyataan Presiden Jokowi layak diapresiasi.Â
Mudah-mudahan dengan kesadarannya ini pemerintah benar-benar fokus pada sektor kesehatan, sehingga penyebaran virus corona bisa segera dipotong mata rantainya.Â
Hanya saja, belum kering perkataan Presiden Jokowi, eh para pembantunya yang duduk di Kabinet Indonesia Maju (KIM) tak bisa menterjemahkannya, bahkan seperti ingin "menggergaji" kebijakan presiden.Â