Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Amien Rais, Mumtaz, dan Legenda Ubasute

5 September 2020   21:56 Diperbarui: 5 September 2020   21:52 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TAHUN 2020 merupakan tahun keenam bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi penguasa tanah air, atau jelang satu tahun pada periode kedua pemerintahannya. 

Selama enam tahun berkuasa, begitu banyak halang rintang yang dihadapi oleh mantan Wali Kota Solo tersebut demi mewujudkan cita-citanya membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Baik itu ekonomi, sosial, budaya, olahraga, kesehatan dan lain sebagainya. Intinya menjadikan warga negaranya aman, makmur dan sentosa. 

Untuk mewujudkan itu semua tentu tak semudah membalikan tangan. Lantaran dibutuhkan kerja keras dan kebijakan yang benar-benar pro rakyat. Nah, kadang kebijakan inilah yang kerap tak sesuai atau bertentangan dengan keinginan publik, sehingga memantik kritikan-kritikan tajam. 

Salah seorang yang rajin mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi adalah mantan Ketua MPR RI, Amien Rais. Semenjak pertama kali Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 2014 lalu, pria kelahiran Surakarta, 26 April 1944 ini seolah ditakdirkan sebagai juru kritiknya. 

Dalam politik sebenarnya jamak jika suatu pemerintahan dikritik. Apalagi Amien Rais adalah seorang tokoh PAN, sebagai partai yang yang bersebrangan dengan Jokowi saat kontestasi Pilpres. 

Sebagai tokoh yang di yang dituakan di PAN dan partai oposisi pemerintah, segala kritikan Amien Rais hampir selalu mendapat dukungan. 

Namun, dalam perjalanannya konstelasi politik berubah. Pemikiran kritis Amien rupanya tak sejalan lagi dengan PAN. Terutama saat Ketua Umum partai matahari terbit ini kembali dijabat oleh Zulkifli Hasan, yang sepertinya cenderung pro pemerintah. 

Singkat cerita, Amien Rais sebagai orang paling berjasa atas berdirinya PAN, justru harus terlempar dari kepengurusan Pusat, masa bakti 2020-2025. 

Tragis. Mungkin hanya itu kata yang cocok menggambarkan nasib Amien di PAN. Dia yang telah bersusah payah mendirikan partai tersebut pada 23 Agustus 1998, harus terpental oleh orang-orang yang pernah jadi anak buahnya sendiri. 

Kendati begitu, tak membuat Amien Rais patah arang. Semangatnya untuk berpetualang dalam kancah politik nasional masih besar. Dia pun langsung bergerak cepat melakukan konsolidasi dengan pihak-pihak yang bisa diajak kerjasama untuk kembali mendirikan partai baru. 

Dari hasil konsolidasinya tersebut akhirnya muncul kabar atau wacana, bahwa partai baru bentukan Amien Rais akan diresmikan pada Desember 2020 mendatang. Disebut-sebut, nama partai baru bentukan Amien Rais ini adalah PAN Reformasi. 

Amien Ditantang Putra Sendiri 

Wacana akan dibentuknya PAN Reformasi ternyata memantik ketegangan antara Amien Rais dengan putranya, Mumtaz Rais. 

Dalam hal ini, Mumtaz yang merupakan menantu Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, sekaligus Ketua DPP PAN tak mempercayai kalau PAN mampu terwujud. Dia menilai pembentukan partai baru ayahnya tersebut hanya sebatas halusinasi. 

Bahkan, karena pedenya bahwa PAN Reformasi tidak akan pernah terwujud, Mumtaz berani bernazar, siap berenang dari Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (Labuan Bajo). 

Tidak hanya itu, Mumtaz pun kembali berani bernazar akan berenang kebalikannya (dari Labuan Bajo-Jakarta) jika PAN Reformasi kemudian disahkan melalui surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM. 

Keberanian Mumtaz "menantang" ayahnya tersebut, lantaran dia yakin bahwa sebelum deklarasi, wacana pembentukan PAN Reformasi sudah tertatih-tatih, dan tidak ada dari legislator maupun kepala daerah yang menaruh perhatian terhadap wacana Amien Rais. 

Mumtaz Dituduh Durhaka pada Orang Tua 

Dengan pernyataan Mumtaz yang terkesan meremehkan wacana ayahnya Amien Rais, kontan menuai sorotan tajam sejumlah pihak. Tak sedikit pihak yang menilai, Mumtaz telah durhaka terhadap ayahnya sendiri, hanya karena beda pandangan politik. 

Namun begitu, tak membuat Mumtaz bergeming. Dia malah bersuara lebih keras dan lantang. Bahwa yang dilakukannya tersebut semata-mata demi membela Presiden Jokowi yang kerap dikritik oleh ayahnya, Amien Rais. 

"Ndak usah gaduh politik ini. Pokoknya dengan adanya saya membela Pak Jokowi, aku tuh membela Pak Jokowi bukan secara personal, tapi secara kelembagaan," katanya dalam wawancara bersama Rosianna Silalahi, seperti dikutip, Jumat (4/9/2020). Dikutip dari Wartaekonomi.co.id. 

"Kalau Pak Amien (Rais) menyerang Pak Jokowi, biarkanlah saya yang membela Pak Jokowi. Jadi imbang, gak jadi gaduh. Jadi ini (Amien Rais) ngasih api, aku siram dengan air, gitu loh. Ngasih api lagi, aku siram air," tambahnya. 

Legenda Ubasute 

Bicara tentang durhaka terhadap orang tua, tentu saja tiap-tiap daerah atau negara memiliki kisah atau cerita yang melegenda. 

Di indonesia, ada Malin Kundang yang kisahnya begitu melegenda dan masih relevan diceritakan dari masa ke masa. Kisah ini memang kerap menjadi cerita yang sarat dengan pelajaran hidup tentang apa yang bakal terjadi jika kita durhaka terhadap orang tua. 

Sementara di Jepang, kisah durhaka terhadap orang tua  legendaris disebut dengan Ubasute. 

Ubasute adalah sebuah praktik kuno di mana orang tua lanjut usia bukannya diurus dan diberikan kasih sayang oleh anaknya, melainkan malah dibuang di tempat terpencil hingga mati. 

Namun, namanya juga legenda, kisahnya memang masih kerap simpang siur, lantaran hanya dianggap cerita rakyat secara turun temurun. Tak ubahnya cerita Malin Kundang. 

Lantas seperti apa bentuk Ubasute tersebut?

Dikutip dari Bombastis.com, praktik meninggalkan orang tua hingga mati ini konon dilakukan di hutan Aokigahara. 

Aokigahara yang berada di kaki barat laut Gunung Fuji ini tak lepas dari makna Ubasute sendiri yang merupakan bentuk Senisida (pembunuhan orang tua), dengan cara dibuang di sana. 

Masih dikutip dari Bombastis.com yang melansir Ancient-origins.net, Ubasute dikenal juga sebagai Obasute dan secara harfiah berarti 'meninggalkan seorang wanita tua'. Atau, itu juga dikenal sebagai Oyasute, yang berarti 'meninggalkan orang tua'. 

Legenda Ubasute sudah barang tentu tidak ada hubungannya dengan polah Mumtaz Rais terhadap anaknya. 

Hanya saja, cara dia memperlakukan ayahnya memang tidak pantas, seperti halnya Ubasute. Sehingga muncul tudingan bahwa dia telah durhaka terhadap orang tuanya. 

Padahal, sebagai anak, mestinya Mumtaz lebih bisa menahan diri sekalipun saat ini tengah beda pandangan politik dengan ayahnya sendiri. 

Mumtaz tak selayaknya meremehkan atau merendahkan ayahnya di depan publik. Karena hal itu pasti akan menyakitkan perasaan Amien Rais sebagai ayahnya. 

Penulis hanya berharap Mumtaz tidak menjadi putra yang durhaka terhadap ayahnya sendiri. Alangkah lebih baik, dia mencabut kembali kata-katanya, dan meminta maaf pada ayahnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun