POLITIK itu kejam, dan politik itu tidak pernah mengenal kata saudara, tidak pernah mengenal kata kerabat atau tak pernah mengenal kata persahabatan. Dalam politik hanya mengenal satu kata, yaitu "Kepentingan".Â
Karena kepentingan, tak segan orang yang terlibat dalam dunia politik tega menyingkirkan siapapun yang berani menghalangi. Tak terkecuali ayah, anak, atau kerabat sendiri.Â
Untuk membuktikan kata-kata tersebut di atas, tentu saja telah banyak contoh yang terjadi di kancah perpolitkan nasional. Bahkan, belum lama ini "kekejaman" politik dirasakan betul oleh salah seorang politisi senior, Amien Rais.Â
Punulis kira, seluruh warga negara Indonesia tidak akan ada yang berani membantah, bahwa orang yang mendirikan dan membesarkan nama Partai Amanat Nasional (PAN) adalah pria bernama lengkap Muhamad Amien Rais.Â
Amien mendirikan partai berlambang matahari terbit tersebut persis tidak lama setelah negara Indonesia memasuki era reformasi tahun 1998 silam. Maka, tidak berlebihan kalau PAN disebut sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi.Â
Melalui kegigihan dan keyakinan Amien Rais pula, PAN terus mampu eksis di kancah politik nasional, dan telah cukup banyak melahirkan politisi-politisi tingkat nasional yang cukup disegani.Â
Meski belum berhasil, kader PAN setidaknya telah dua kali mengirimkan wakilnya dalam kontestasi Pilpres. Pertama Amien Rais mencalonkan presiden pada tahun 2004 dan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden pada tahun 2014.Â
Dan, yang paling penting adalah sejak berdirinya, PAN tidak pernah terlempar dari persaingan ambang batas parlemen atau parliementary threshold alias selalu mampu mengirimkan kader-kadernya duduk di kursi DPR RI.Â
Jelas ini bukan prestasi sembarang. Soalnya tak sedikit partai-partai lain yang lahir setelah era reformasi yang harus jatuh bangun bahkan cenderung tenggelam. Sebut saja diantaranya adalah Partai Bulan Bintang (PBB) dan Hanura.Â
Dengan mampunya PAN tetap bertahan sebagai salah satu partai politik yang stabil di tanah air, diakui atau tidak berkat usaha dan kerja keras seorang Amien Rais. Sepatutnya, pria kelahiran Surakarta, 26 April 1944 ini mendapat tempat istimewa di dalam tubuh partai yang berdiri pada 23 Agustus 1998 tersebut.Â
Tapi, seperti telah penulis singgung di atas, bahwa politik itu kejam dan hanya mengenal kepentingan saja.Â
Amien Rais sebagai orang yang mendirikan dan membesarkan partai PAN justru harus terpental. Lantaran kepentingannya sudah tidak sejalan dengan para pengurus partai saat ini.Â
Ironisnya, orang yang telah membuat Amien Rais terpental dari rumahnya (Baca : PAN) yaitu Ketua Umum PAN periode 2020-2025, yang bukan lain adalah besannya sendiri, Zulkifli Hasan (Zulhas).Â
Tak sedikit media massa yang menduga bahwa awal mula terjadinya perseteruan antara Amien Rais dengan Zulhas adalah pada saat diselenggarakan Kongres PAN pada 11 Februari 2020 di Kendari, Sulawesi Tenggara.Â
Pada Kongres yang sempat diwarnai kericuhan tersebut, Amien tidak mendukung Zulhas untuk kembali menahkodai partai. Dia malah mendukung rival besannya, Mulfachri Harahap.Â
Malang bagi Amien, jagoan yang didukungnya harus mengakui keunggulan Zulhas, sehingga dia berhak menjadi Ketua Umum PAN untuk kedua kalinya berturut-turut.Â
Semenjak Zulhas dipastikan kembali menjadi ketua umum, banyak spekulasi yang beredar bahwa Amien Rais bakal terpental dari kepengurusan pusat PAN.Â
Benar saja, saat pengumuman struktur pengurus PAN periode 2020-2025, sama sekali tidak ada nama Amien Rais dalam daftar. Sang pendiri partai akhirnya terlempar.Â
Mumtaz Sebut Amien HaluÂ
Setelah terlempar dari PAN, tidak membuat syahwat politik Amien Rais mengendur. Dia bahkan langsung bergerak cepat menghubungi kolega dan pihak-pihak yang masih sejalan dan sepemahaman untuk kembali mendirikan partai baru.Â
Hingga saat ini masih belum ada kejelasan, apa nama partai baru yang akan didirikan Amien Rais. Namun belakangan cukup menguat kabar bahwa nama partai baru tersebut adalah PAN Reformasi.Â
Sontak dengan menguatnya nama PAN Reformasi, tak sedikit pihak atau pengamat yang menilai bahwa Amien Rais masih belum bisa move on dengan partai lamanya. Maka, sengaja masih mencantumkan nama "PAN" dalam partai barunya.Â
Seperti banyak diberitakan oleh media massa, PAN Reformasi kabarnya akan diresmikan pada bulan Desember 2020 mendatang.Â
Namun, rupanya rencana peresmian partai baru Amien Rais ini ditanggapi kurang mengenakan oleh beberapa pihak. bahkan termasuk oleh anak sendiri sekaligus menantu Zulhas, yakni Mumtaz Rais.Â
Bukannya turut mendukung, Mumtaz malah meyakini bahwa Partai PAN Reformasi yang diwacanakan oleh ayahnya dimaksud tidak akan pernah terbentuk.Â
Menantu dari Ketua Umum PAN ini malah terkesan meledek, bahwa PAN Reformasi tandingan yang akan dibentuk oleh Amien Rais itu tak lebih dari PAN halusinasi.Â
Mumtaz bahkan siap bernazar, kalau PAN Reformasi bisa berdiri, siap berenang dari Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur.Â
"Kalau memang PAN Halusinasi (baca: PAN Reformasi) ini sampai beneran terbentuk dan diisi oleh seperempat saja dari anggota Dewan kita yang berjumlah sekitar 1500-an, maka saya sebagai Ketua POK DPP penjaga tangguh benteng PAN ini, akan berenang dari Pantai Kapuk (Jakarta) sampai Labuan Bajo, sebagai bentuk give away, persembahan dari saya," kata Mumtaz. Dikutip dari Suara.com.Â
Bukan hanya siap berenang, Mumtaz bahkan berani bertaruh, akan kembali berenang dari Labuan Bajo-Jakarta jika PAN Reformasi kemudian disahkan melalui surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM.Â
Masih dikutip Suara.com, menurut Mumtaz, PAN Reformasi tidak akan dapat berdiri karena sebelum deklarasi, wacana pembentukan partai itupun sudah tertatih-tatih. Ditambah tidak adanya respon dari legislator maupun kepala daerah yang menaruh perhatian terhadap wacana Amien Rais.Â
"Mengapa? Karena PAN Reformasi ini alih-alih akan terbentuk dan dideklarasikan, malah yang ada nyungsep sebelum tumbuh. Lihatlah, tidak ada satupun anggota Dewan kita dan kepala daerah kita yang mengarah ke sana. Kenapa? Karena mereka semua sibuk bekerja, bukan seperti para pengangguran itu yang luntang-lantung berhalusinasi mau bikin partai," katanya.Â
Menyimak dari apa yang diutarakan Mumtaz memang semakin meyakinkan bahwa politik benar-benar tega. Penulis mungkin masih bisa terima jika yang dibicarakan Mumtaz tersebut adalah pihak lain yang tidak ada hubungan darah apapun.Â
Tapi, yang Mumtaz bicarakan tersebut adalah wacana atau rencana ayahnya sendiri. Kendati begitu, tanpa tedeng aling-aling Mumtaz seolah tak peduli dengan apa yang dia utarakan itu bisa menyakiti perasaan ayahnya atau tidak.Â
Itulah nasib perjalanan politik Amien Rais, "ditendang" besan sendiri, dan diledek oleh anak sendiri.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H