Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Ganjar Pranowo Jadi "Malin Kundang"

27 Agustus 2020   23:49 Diperbarui: 27 Agustus 2020   23:57 5693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HARI ini penulis bertemu dengan mantan Ketua DPRD Kabupaten Sumedang, di kantor partai politiknya yang baru. 

Kenapa disebut partai politik baru? Sebab, setelah tidak terpilih lagi menjadi anggota legeslatif Kota Tahu dari PDI Perjuangan untuk periode 2019-2024, dan gagal dalam perebutan kursi Ketua DPC partai berlambang banteng gemuk moncong putih tersebut, Mr. X sebut saja demikian langsung mengundurkan diri. Kemudian bergabung dengan partai Nasdem. 

Di partai barunya ini, Mr. X mendapatkan apa yang dia mau, yaitu menjadi pimpinan tertinggi partai tingkat kabupaten/kota. Begitulah politik, ketika kepentingannya tidak terakomodir, dengan secepat kilat langsung melupakan ideologinya terdahulu. 

Singkat cerita, kami berdua ngobrol panjang lebar tentang konstelasi politik lokal Sumedang, yang kemudian semakin meluas hingga ke masalah Pilpres 2024 mendatang. 

Seperti yang sering dilakukan sebelumnya, kami berdua diskusi diselingi debat kusir soal peta politik terkini. Khususnya soal Pilpres 2024 yang penulis tadi singgung. 

Dalam kesempatan ini, penulis tentu tidak akan membahas tentang isi diskusi atau debat yang kami lakukan. Lantaran, sudah barang tentu panjang dan boleh jadi tidak bermutu di mata para pembaca di luaran sana. Ya, namanya juga debat kusir, mana ada yang berkualitas, bukan.

Hanya di tengah percakapan, penulis sempat menyinggung tentang kemungkinan terjadinya pasangan Prabowo Subianto dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024 mendatang. 

Mendengar kemungkinan tersebut, si Mr. X ini malah balik bertanya. 

"Menurutmu, jika Prabowo-Puan berhadapan dengan Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil, siapa yang bakal unggul?" Tanyanya. 

Mendapat pertanyaan itu, sejenak penulis dibuat mengernyitkan dahi. Pikir penulis, bukankah Ganjar Pranowo tersebut politisi PDI Perjuangan. Masa iya melawan partainya sendiri. 

Setelah agak bisa menguasai keadaan, baru penulis dengan asal ceplos menyebut pasangan Ganjar Pranowo-Ridwan Kamil. 

"Kenapa?" Tanyanya, lagi. 

Berlaga layaknya pengamat politik kaliber nasional, penulis pun coba menyampaikan sedikit hipotesa. Alasan kenapa Ganjar-Ridwan bisa unggul adalah tren atau kecenderungan elektabilitas kedua sosok ini terus menanjak. 

Jadi, sekalipun keduanya tidak memiliki partai politik, dengan asumsi Ganjar mengundurkan diri dari PDI Perjuangan, sepertinya tidak sulit bagi mereka mendapatkan kendaraan politik. 

Selain itu, mayoritas hak pilih di tanah air ada di pulau Jawa, terutama DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. 

Jika pasangan ini terjadi, sebagai orang Jawa Barat, tentu sangat menginginkan ada orang pituin sunda bisa manggung sebagai penguasa di tingkat nasional. Maka, hampir dipastikan tidak akan sulit mempengaruhi masyarakat Pasundan agar menjatuhkan pilihan terhadap Kang Emil--sapaan akrab Ridwan Kamil. 

Terlebih, di Jawa Barat, partai pemenang pemilu legeslatif 2019 lalu bukanlah PDIP. Partai ini hanya menempati urutan kedua dengan perolehan 3.510.525 suara. 

Kemudian Ganjar yang ada di Jawa Tengah, elektabilitas dan popularitasnya sedang menanjak. Bahkan survei terakhir yang dilaksanakan Indikator Politik Indonesia (IPI) pada medio Juli 2020, nangkring di posisi pertama dengan raihan 16,2 persen. 

"Tapi, Jawa Tengah kan basis PDI Perjuangan?" tanya si Mr. X. 

Tidak sulit bagi penulis menjawab hal tersebut. Karena, kadang seberapa pun besarnya satu partai tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kemenangan pemilihan kepala daerah maupun Pilpres. Dan, ini telah dibuktikan dengan Sumedang sendiri, dimana koalisi dua partai besar, PDIP dan Golkar justru harus bertekuk lutut oleh kumpulan partai medioker. 

Ini menunjukan bahwa dalam Pilkada atau Pilpres, kekuatan figur lebih dominan. Sedangkan partai politik hanya sebatas dijadikan kendaraan politik saja. 

Nah, dalam hal ini sosok Ganjar untuk saat ini sudah tidak usah diragukan lagi. Aksebilitas, popularitas maupun elektabilitas semuanya ada dalam diri Gubernur Jawa Tengah tersebut. 

Sementara calon lawannya, Prabowo-Puan terjadi ketimpangan. Dalam hal ini, sudah diketahui bersama kalau mantan Danjend Kopasus ini masih berada dalam tiga besar pada perolehan elektabilitasnya. Hanya saja kecendurangannya terus menurun dari hasil survei sebelumnya. 

Di lain pihak, elektabilitas Puan tidak pernah beranjak dari papan bawah. Beda dengan Ganjar-Kang Emil yang selisihnya tidak begitu jauh. 

Satu hal lagi yang bakal membuat pasangan Prabowo-Puan cukup sulit untuk menang adalah kaburnya pendukung Prabowo pada saat Pilpres 2019 lalu, yang ditenggarai akan pindah ke pasangan lain yang tidak melibatkan Prabowo dan PDIP. 

Siapa pendukung yang kabur itu? Ya, siapa lagi kalau bukan kelompok Persaudaraan Alumni (PA) 212. Bukan mustahil, jika hanya ada dua pasangan calon, kelompok ini bakal mendukung pasangan Ganjar-Ridwan Kamil. 

Perlu diingat, PA 212 bukanlah kelompok kecil. PA 212 adalah kelompok besar yang anggotanya tersebar di seantero negeri. 

Maka, demi menumpahkan kekecewaan atas bergabungnya Prabowo dan Gerindra ke koalisi pemerintahan Jokowi, kelompok yang dinahkodai oleh Slamet Maarif akan all out mendukung pasangan Ganjar-Ridwan Kamil. 

Itulah hipotesa sederhana penulis yang disampaikan terhadap Mr. X, yang hanya dijawab dengan senyuman, pertanda mungkin setuju dengan jawaban yang penulis utarakan. 

Kemudian giliran penulis yang bertanya. 

"Apa mungkin seorang politisi seperti Ganjar Pranowo yang ideologi partainya sudah tampak kuat bisa tergiur oleh iming-iming nyapres?"

Dengan entengnya Mr.X menjawab, hal itu sangat mungkin terjadi. Lantaran dalam politik yang dicari adalah kesempatan untuk berkuasa. 

"Jika elektabilitas Ganjar terus naik, tetapi tidak dilirik Megawati, saya kira dia akan pindah baju (baca: mengundurkan diri dari PDIP) dan menerima pinangan partai lain," terangnya. 

"Tidak usah jauh-jauh. Saya sendiri kurang bagaimana membela dan membesarkan PDIP di Sumedang. Tapi, saat kesempatan untuk bisa kembali jadi anggota dewan hilang, maka tidak ada pilihan lain kecuali mencari partai yang bisa memberikan kesempatan itu," imbuhnya. 

Dengan jawaban tersebut, penulis hanya bisa tersenyum dan semakin yakin, bahwa politik itu lebih mengedepankan kepentingan memang nyata-nyata tampak di depan mata. 

Hanya saja yang terus mengganjal dalam hati, akankah Ganjar Pranowo jadi "Malin Kundang" jika Megawati tidak meliriknya pada Pilpres mendatang? Akankah Ganjar Pranowo jadi "Malin Kundang" hanya gara-gara tergiur kekuasaan?... 

Ah, dasar politik, segalanya memang bisa terjadi. Untung keburu sadar, bahwa ini baru sebatas asumsi. Toh, bukan mustahil pada saatnya nanti, justru malah Ganjar Pranowolah yang disandinhkan dengan Prabowo Subianto. Atau malah Ganjar Pranowo-Puan Maharani. Who know?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun