Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Giring for Presiden, Antitesis dan Sindiran Intelek untuk Habib Rizieq?

19 Agustus 2020   22:28 Diperbarui: 25 Agustus 2020   22:48 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BALIHO besar yang memuat foto mantan vokalis grup band Nidji, Giring Ganesha membuat heboh dan menyedot perhatian warganet. 

Yang membuat heboh tentu saja bukan perkara foto Giringnya. Sudah pasti sebagai artis besar ibu kota adalah hal yang biasa jika foto-fotonya terpampang besar di tempat-tempat strategis. 

Namun, kali ini sangat berbeda. Foto Giring yang mengenakan peci hitam dan berlatarkan logo Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut, dibubuhi tulisan "Giring Untuk Presiden 2024". 

Hal inilah akar masalahnya. Sebab, sebelumnya tak pernah ada satupun pengamat politik, maupun lembaga survei yang memperhitungkan pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1983 masuk dalam bursa kandidat calon presiden atau wakil presiden 2024. 

Selama ini, nama-nama yang kerap mendominasi bursa Pilpres hanyalah beberapa politisi senior, menteri Jokowi dan kepala daerah. Sebut saja, di antaranya Prabowo Subianto, Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo atau Airlangga Hartarto. 

Maka, tak heran jika ada sebagian pihak yang menyebut, bahwa baliho besar Giring Ganesha tersebut hanyalah "main-main" atau testing the water. 

Bahkan, salah seorang K'ners senior, Mas Himam Miladi, dalam analisisnya menyatakan, baliho Giring dengan tajuk sangat sensitif itu hanya sebagai trik atau cara PSI untuk meraih simpati massa, demi kepentingan pemilu legeslatif 2024. Dalam arti, memang bukan untuk menjadikan Giring sebagai Presiden. 

Sebuah analisa yang menurut penulis sangat masuk akal dan bisa dipahami. Sebab, jika sasarannya adalah ingin terjun untuk berkontestasi Pilpres 2024, rasanya sangat kecil kemungkinannya. Mengingat untuk menuju ke pencalonan diperlukan syarat-syarat yang sungguh tidak mudah secara politik. 

Kendati demikian, seperti halnya Mas Himam, penulis juga mempunyai hipotesis sendiri. Gak apa-apa, kan? 

Dalam pandangan penulis, Terpampangnya baliho besar Giring Ganesha, adalah antitesis dan sindiran intelek dari PSI atau Giring sendiri terhadap Habib Rizieq Shibab (HRS), yang dalam beberapa waktu belakangan juga ramai dibicarakan pendukungnya untuk maju Pilpres 2024. 

Dalam hal ini, Giring atau PSI seolah ingin mengatakan, bahwa jika hanya ingin atau niat jadi presiden, siapapun warga negara Indonesia termasuk Giring sangat bisa, tidak ada yang melarang, dan mudah. 

Artinya, tinggal pasang baliho besar-besaran dengan dibubuhi tulisan, "pulang untuk presiden 2024". Maka semuanya beres. 

Namun, jika bicara peluang maju apalagi menang tentu harus ada aturan main yang diikuti.

Dalam hal ini, kalau hanya bermodalkan keinginan dan niat saja, tentu tidak cukup. Mengingat, untuk menuju pencalonan Pilpres digawangi oleh aturan Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017.

Dalam Undang-Undang tersebut diatur, bahwa siapapun calon yang ingin ikut kontestasi pilpres harus didukung partai politik. 

Dengan catatan, partai politik tersebut harus memenuhi ambang batas atau presidential threshold, sekurang-kurangnya 25 persen suara sah nasional hasil pemilu sebelumnya atau 20 persen keterwakilan kursi DPR RI. 

Jika tidak ada satupun partai politik yang memenuhi persyaratan tersebut di atas, bisa di akali dengan cara berkoalisi. 

Nah, dengan segala persyaratan Pilpres tersebut di atas. Penulis kira, tak ubahnya mimpi di siang bolong, jika HRS dipaksakan untuk nyapres. Karena, apabila hanya mengandalkan dukungan besar dari kaum PA 212 tentu saja tidak akan bisa. 

Kecuali mereka hendak memaksakan diri lewat jalur perseorangan. Namun, selama sejarah Pilpres, belum ada calon yang diusung dari calon perseorangan. 

Pada Pilpres 2009 lalu, mantan aktivis 1998, Fadjroel Rachman sempat bertekad maju dari jalur perseorangan, namun nyatanya tak berhasil. Dan, sejak saat itu tidak ada lagi yang berani maju dari jalur tersebut. 

Jadi, kembali pada isu HRS maju Pilpres, rasanya hanya guyonan semata jika tidak mendapatkan dukungan partai politik yang mampu memenuhi syarat ambang batas Pilpres sebagaimana diatur oleh Undang-Undang nomor 7 tahun 2017. 

Jika tidak ada? Terpaksa impian PA 212 mengusung pentolannya itu harus dikubur dalam-dalam.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun