Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Gibran, Rizal Ramli Ingatkan Jokowi tentang Nasib Soeharto

15 Agustus 2020   11:11 Diperbarui: 15 Agustus 2020   11:13 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ISU dinasti politik atau melanggengkan kekuasaan terus berhembus dan seolah tak henti-hentinya menjadi bahan diskursus publik tanah air. Mulai dari politisi, pengamat, hingga masyarakat sipil biasa. 

Sebenarnya, praktik kekuasaan yang kerap terjadi pada zaman kerajaan atau kekaisaran ini bukan perkara baru terjadi di tanah air. Hanya saja, isu ini kembali mencuat ke permukaan dan menjadi topik panas, karena melibatkan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. 

Seperti diketahui, Gibran bakal maju pada kontestasi Pilkada Solo 2020, berpasangan dengan Teguh Prakosa. 

Parahnya, tidak hanya putra sulungnya saja yang dipastikan maju pada pencalonan kepala daerah yang rencananya akan digelar serentak pada tanggal 9 Desember 2020 itu. Menantunya, Bobby Nasution juga mengikuti jejak Gibran, dengan mencalonkan diri di Pilwakot Medan, Sumatera Utara. 

Terang saja, dengan kenyaataan tersebut, orang nomor satu di Indonesia ini sempat menjadi bulan-bulanan publik. Sejumlah kalangan menyebut, Presiden Jokowi tak ada bedanya dengan pemimpin atau politisi-politisi lainnya, yang menghamba pada kekuasaan. 

Bahkan, tak sedikit yang menilai, mantan Gubernur DKI Jakarta ini telah semena-semena menggunakan atau memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan pribadi dan kerabatnya. 

Muncul penilaian lain, Presiden yang sebelumnya digadang-gadang bakal menjadi teladan bagi segenap masyarakat tanah air, nyatanya tak terbukti. Mantan Wali Kota Solo itu malah sama-sama terjerumus dalam pusaran dinasti politik tanah air. 

Dalam konteks ini, ekonom senior tanah air, Rizal Ramli, tak urung turut berkomentar. Dalam hal ini, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini mengingatkan Presiden Jokowi untuk menarik mundur putranya, Gibran Rakabuming Raka, serta menantunya, Bobby Nasution, dari kontestasi pemilihan wali kota Solo dan Medan. 

Alasannya, selain Gibran dan Bobby dianggap belum mempunyai modal dan pengalaman berpolitik yang cukup, niatan Jokowi membangun dinasti politik di tanah air semakin sangat tampak jelas. 

"Saya usul tarik mundur dulu dah Gibran dan Bobby, nanti kalau (Jokowi) nggak Presiden dia (Gibran-Bobby) baru maju," kata Rizal dalam acara Ngobrol Perkembangan Indonesia Bareng RR secara virtual, baru-baru ini. Dikutip dari Suara.com. 

Dengan menarik mundur Gibran dan Bobby, Rizal meyakini rakyat Indonesia akan menaruh hormat setinggi-tingginya. 

Masih dikutip dari Suara.com, apabila Jokowi mengikuti sarannya, Rizal janji dengan sukarela akan membantu pemenangan Gibran dan Bobby nantinya dalam pemilihan kepala daerah. 

"Itu rakyat jadi hormat. Kalau perlu saya bantu, kalau sekarang nggak lucu, pesaingnya dipanggil suruh mundur," kata Rizal. 

Pada kesempatan itu, Rizal mengingatkan Jokowi, tentang keputusan Presiden Soeharto yang mengangkat anak sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana, sebagai menteri koordinator kesejahteraan rakyat. 

"Karena rakyat marah, (Pak Harto) ngangkat Tutut. Dan sebulan setengah jatuh," kata Rizal. 

Membandingkan Presiden Jokowi dengan putusan Presiden Soeharto penulis rasa tidak apple to apple. Saat itu, putri sulung Soeharto diangkat langsung bersentuhan dengan kekuasaan ayahnya, dengan menjadi bagian dari kabinet. 

Lagi pula, kemarahan rakyat kala itu hingga menyebabkan lengsernya Soeharto, tentu bukan karena sepenuhnya disebabkan pengangkatan Siti Hardijanti menjadi menteri. Akan tetapi, karena krisis ekonomi, serta otoriterisme Presiden Soeharto yang begitu kuat. 

Meski tak dipungkiri dan kebetulan, jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto tak berselang lama setelah pengangkatan putra sulungnya tersebut menjadi menteri. 

Tak Langgar Aturan 

Kembali pada praktik dinasti politik yang dilakukan Presiden Jokowi, patut diakui memang sama sekali tak melanggar regulasi yang berlaku di tanah air. 

Namun, penulis rasa, proses keterpilihan Gibran menjadi calon wali kota Solo di Pilkada 2020 yang bakal diselenggarakan pada 9 Desember mendatang dan Boby Nasution pada Pilwakot Medan, dianggap merusak kesetaraan demokrasi dan melanggengkan upaya membangun oligarki. 

Selain itu, dikhawatirkan akan berbahaya bagi kehidupan masyarakat yang dipimpinnya kelak. 

Sebab, dalam praktiknya, politik dinasti cenderung akan dibarengi dengan kesepakatan politik antar keluarga. Dalam hal ini, biasanya kepentingan keluarga akan lebih mengemuka dibandingkan kepentingan umum.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun