Masih dikutip dari Suara.com, apabila Jokowi mengikuti sarannya, Rizal janji dengan sukarela akan membantu pemenangan Gibran dan Bobby nantinya dalam pemilihan kepala daerah.Â
"Itu rakyat jadi hormat. Kalau perlu saya bantu, kalau sekarang nggak lucu, pesaingnya dipanggil suruh mundur," kata Rizal.Â
Pada kesempatan itu, Rizal mengingatkan Jokowi, tentang keputusan Presiden Soeharto yang mengangkat anak sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana, sebagai menteri koordinator kesejahteraan rakyat.Â
"Karena rakyat marah, (Pak Harto) ngangkat Tutut. Dan sebulan setengah jatuh," kata Rizal.Â
Membandingkan Presiden Jokowi dengan putusan Presiden Soeharto penulis rasa tidak apple to apple. Saat itu, putri sulung Soeharto diangkat langsung bersentuhan dengan kekuasaan ayahnya, dengan menjadi bagian dari kabinet.Â
Lagi pula, kemarahan rakyat kala itu hingga menyebabkan lengsernya Soeharto, tentu bukan karena sepenuhnya disebabkan pengangkatan Siti Hardijanti menjadi menteri. Akan tetapi, karena krisis ekonomi, serta otoriterisme Presiden Soeharto yang begitu kuat.Â
Meski tak dipungkiri dan kebetulan, jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto tak berselang lama setelah pengangkatan putra sulungnya tersebut menjadi menteri.Â
Tak Langgar AturanÂ
Kembali pada praktik dinasti politik yang dilakukan Presiden Jokowi, patut diakui memang sama sekali tak melanggar regulasi yang berlaku di tanah air.Â
Namun, penulis rasa, proses keterpilihan Gibran menjadi calon wali kota Solo di Pilkada 2020 yang bakal diselenggarakan pada 9 Desember mendatang dan Boby Nasution pada Pilwakot Medan, dianggap merusak kesetaraan demokrasi dan melanggengkan upaya membangun oligarki.Â
Selain itu, dikhawatirkan akan berbahaya bagi kehidupan masyarakat yang dipimpinnya kelak.Â