Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik SBY, Bela Jokowi Lalu "Dibanting"

11 Agustus 2020   21:21 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:42 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEJUJURNYA, penulis pernah mengakui mantan Presiden RI ke-5, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai salah seorang tokoh yang piawai dalam memainkan langkah atau strategi politik dan cakap dalam berkomunikasi.

Kepiawaiannya tersebut pernah dia buktikan pada tahun 2004 lalu, di mana SBY dengan berani menantang sang petahana sekaligus mantan boss-nya di Kabinet Gotong royong, Megawati Soekarnoputri. 

Padahal, menurut beberapa sumber yang pernah penulis baca, SBY sempat mengatakan tidak akan mencalonkan diri pada Pilpres 2004, saat beberapa kali dikomfirmasi oleh Megawati.

Namun, diam-diam tanpa diketahui oleh putri sulung Presiden pertama RI, Ir. Sukarno tersebut, SBY tengah menyusun strategi untuk mencalonkan diri dan bersaing langsung dengan Megawati. Hasilnya, SBY melenggang mulus menuju kursi Indonesia 1.

Strategi yang digunakan SBY kala itu adalah dengan cara mengambil hati rakyat. Dia menempatkan diri seolah-olah menjadi korban yang dizalimi Megawati. Mayoritas pemilih di Pilpres 2004 itu berhasil diperdayai, sehingga memilihnya, dan dia menang.

Kemudian, saat Pilgub DKI Jakarta 2017, kemenangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, menurut hemat penulis bukan semata-mata karena kepiawaian partai politik pengusungnya, PKS dan Gerindra. 

Tapi, diakui atau tidak adalah berkat kecerdikan SBY, yang telah memecah suara pemilih. Kala itu, bukan rahasia umum, dukungan terhadap pasangan calon petahana, Ahok - Djarot, sangat kuat.

Ya, saat itu secara mengejutkan, Partai Demokrat tidak berkoalisi dengan pihak manapun, melainkan mengajukan calonnya sendiri, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Jelas mengejutkan, karena kala itu siapapun tahu, putra sulung SBY ini bukan seorang politisi, tetapi seorang tentara berpangkat mayor, yang "dipaksa" ayahnya untuk nyalon.

Apakah SBY menargetkan menang? Saya rasa, tidak. Bagaimana ada chance menang, AHY yang disandingkan dengan Sylviana Murni, sama sekali belum memiliki elektabilitas dan popularitas apapun.

Dengan kondisi tersebut, tak sedikit yang percaya, bahwa itu sebagai langkah SBY dan konco-konconya untuk menjegal langkah Ahok - Djarot. 

Terbukti, akhirnya pasangan Anies - Sandi yang pada putaran pertama hanya menempati urutan kedua, akhirnya menang, setelah pada putaran kedua mendapatkan "sumbangan" suara dari mantan pemilih AHY - Sylviana, yang telah gugur pada putaran pertama.

Itulah sekelumit kisah penulis yang sempat kagum terhadap strategi politik SBY. Namun, perlahan kekaguman itu luntur. Pasalnya, strategi-strategi politik SBY berikutnya seperti mudah ditebak. Strategi "curhat" pada publik terus terulang.

Hasilnya, alih-alih mendapat simpati publik malah menjadi bumerang baginya. Publik menjadi muak, antipati dan tak segan mengecamnya. Terlebih, dalam beberapa waktu terakhir, SBY dan Partai Demokrat seolah tak berprinsip. Mereka selalu menggunakan politik dua kaki.

Kali ini, SBY sudak tidak lagi menjabat sebagai Ketua umum Partai Demokrat. Partai berlambang Mercy tersebut, kini telah "diwariskan" pada putra sulungnya, AHY. Dengan begitu, maju mundurnya partai yang didirikan pada tahun 2001 tergantung AHY.

Kendati begitu, sudah pasti keberadaan SBY masih menjadi sosok sentral di Partai Demokrat. Diyakini segala gerak langkah catur politik AHY juga, masih dalam bimbingan SBY sendiri.

Maka, jangan heran, jika SBY sampai saat ini masih terus bermanuver demi kepentingan partai politiknya. Seperti belum lama ini, dia seolah coba menempatkan diri sebagai bapak bangsa, yang berprilaku bijak.

Dalam hal ini, SBY dengan santunnya meminta terhadap segenap masyarakat tanah air untuk tidak selalu menyalahkan Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya, apabila Indonesia mengalami krisis ekonomi ke depan.

Hal ini diungkapkan SBY saat launching dua buku monograf di Cikeas. SBY menyebut, pandemi tak hanya menjadi permasalahan Indonesia, melainkan seluruh dunia.

"Jadi jangan salahkan Presiden Jokowi, jangan salahkan pemerintah kenapa Indonesia mengalami krisis ekonomi. Karena secara global, sertaan dari pandemi Covid-19 ini adalah gejolak bahkan krisis ekonomi, semua mengalami" ujar SBY saat membedah buku (10/8/2020). Dikutip dari KompasTV.com.

Meski demikian, ia meminta pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat untuk dapat keluar dari ancaman krisis yang berada di depan mata. Menurutnya, kebijakan yang diambil akan menentukan keberhasilan bangsa dalam menghadapi pandemi.

"Yang penting, setelah pemerintah tahu datang pukulan ekonomi, ya do something, lakukan langkah-langkah yang tepat, kebijakan yang tepat, aksi nyata" pungkasnya.

SBY menambahkan, sebelum adanya pandemi, situasi Indonesia memang sudah mengalami tekanan ekonomi beberapa tahun terakhir.

"Kita tahu misalkan, tekanan terhadap pertumbuhan, hutang BUMN dan hutang pemerintah lumayan besar, lantas ada persoalan dengan daya beli, ada persoalan dengan penghasilan rakyat, ada persoalan dengan employment" pungkasnya.

Merujuk pada narasi-narasi SBY tersebut di atas, sekilas menurut hemat penulis, seperti tengah berupaya membela Jokowi dengan mengajak masyarakat agar bersikap lebih legowo dalam menerima keadaan ekonomi yang terpuruk, akibat dampak pandemi virus corona atau covid-19.

Namun, setelah itu SBY malah "membantingnya" dengan bentuk sindiran-sindiran santuy tapi tajam. Seperti menyinggung tentang kondisi ekonomi Indonesia sebelum pandemi, termasuk rendahnya daya beli.

Maaf, boleh jadi pernyataan SBY ini merupakan salah satu triknya untuk kembali mengambil hati rakyat, agar kembali simpati terhadap Partai Demokrat, yang memang dalam dua hasil pemilu terakhir cenderung terus menurun perolehan suaranya.

SBY coba menyoroti terpuruknya ekonomi tanah air saat ini. Dia seolah berharap, masyarakat teringat kembali memorinya, bahwa kondisi ekonomi pada saat kepemimpinannya lebih baik.

Hal ini persis seperti yang pernah diutarakan oleh putra keduanya beberapa waktu lalu, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun