PESTA demokrasi lima tahunan untuk penjaringan calon para pemimpin/kepala daerah (Pilkada serentak) rencananya akan diselenggrakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Pilkada serentak itu sendiri akan diikuti oleh 270 wilayah. Meliputi daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Seperti biasanya dalam sistem pemilihan langsung pemilukada (Pemiihan Umum Kepala Daerah) tersebut di berlakukan syarat-syarat tertentu. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tanun 2016, pasal 40 ayat 1 tentang Pemilukada diharuskan memenuhi ambang batas pencalonan, yakni sekurang-kuragnya 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi suara sah pemilihan anggota DPRD.
Dengan kondisi seperti itu, memaksa partai politik peserta pemilu yang tidak memenuhi syarat, untuk bergabung atau berkoalisi, agar dapat mengusulkan calon kepala daerah. Diantara partai politik yang tengah akrab menjalin koalisi, demi memperkokoh kekuatannya di daerah adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Partai Demokrat.
Hubungan kerjasama kedua partai yang saat ini dipimpin oleh Sohibul Iman, sebagai Presiden PKS, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, memang bukan hal baru. Selain saat ini sama-sama sebagai partai oposisi, kedua partai ini pernah bahu-membahu 10 tahun lamanya dalam koalisi pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jadi saya kira sangat wajar, kalau pada kesempatan Pilkada serentak mendatang, mereka kembali menjalin kerjasama. Boleh jadi guna lebih memperarat suasana kebatinan kedua partai. Rencananya, kedua partai ini melaksanakan hubungan koalisi di banyak daerah.
"Jadi angkanya saya kira cukup banyak," kata Sohibul Iman dalam konferensi pers usai pertemuan di Kantor DPP PKS, Jumat, 24 Juli 2020. Tempo.co.
Sohibul tidak ingat pasti berapa daerah yang kedua partai sudah sepakat dan dalam penjajakan untuk berkoalisi. Terlebih PKS baru mengeluarkan 170-an surat keputusan dukungan terhadap pasangan calon kepala daerah.
Beberapa daerah yang menyatukan PKS dan Demokrat, kata Sohibul, adalah Tangerang Selatan, Siak, Medan, Kepulauan Riau, Depok, Cianjur, Karawang, dan Kabupaten Bandung.
Kemungkinan Koalisi Pilpres
Dengan kerjasama koalisi yang dijalin kedua partai di beberapa daerah, saya rasa tidak menutup kemungkinan akan lebih ditingkatkan pada koalisi tingkat nasional dalam konteks Pilpres 2024. Apalagi, PKS kali ini boleh disebut belum memiliki tandem sehati seperti satu dekade terakhir.
Seperti diketahui, sebelum mesra dengan Demokrat, hampir satu dekade terakhir ini PKS begitu harmonis menjalin hubungan koalisi dengan Gerindra di hampir tiap wilayah Pilkada. Bahkan, hubungan koalisi tersebut berlanjut pada koalisi tingkat nasional, pada Pilpres 2014 dan 2019.
Hanya saja koalisi yang telah dianggap satu hati, satu rasa dan satu penderitaan ini akhirnya harus bercerai. Pasalnya, Partai Gerindra "mengkhianati" hubungannya dengan cara menyebrang pada koalisi pemerintahan Presiden Jokowi.
Saat ini, seperti diutarakan Sohibul Iman, PKS cukup banyak menjalin koalisi dengan Partai Demokrat pada Pilkada serentak. Bukan tindak mungkin, hal tersebut bakal dijadikan penjajakan atau testing the water menuju koalisi yang lebih besar, yakni Pilpres 2024.
Peluang ke arah sana cukup terbuka lebar, mengingat status mereka sama-sama sebagai partai oposisi pemerintah. Hanya saja, mereka masih harus mampu menggandeng partai lainnya agar bisa mengajukan pasangan calon.
Kenapa?
Karena, jika Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 masih diberlakukan. Yaitu, penerapan presidential threshold atau ambang batas suara dalam mengajukan calon presiden dan wakil presiden harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Gabungan kedua partai ini belum bisa mencukupi untuk mengajukan calon.Â
Ini jika mengacu pada perolehan suara pemilu tahun 2019 lalu. Sebagaimana diketahui, PKS hanya mendapatkan suara 8,21 persen dan Demokrat 7,77 persen.
Namun, jika nantinya mengacu pada hasil pemilu legeslatif 2024. Dan, kedua partai ini ingin langsung mengajukan pasangan calonnya tanpa harus menggandeng partai lain, tentunya harus berjuang lebih ekstra keras agar mampu memperoleh suara yang tentukan oleh ambang batas.
Sementara tentang siapa nama calon yang bakal diusung, rasanya satu slot sudah bisa dipastikan milik AHY dari Demokrat. Sedangkan untuk satu slot nama lainnya memang masih meraba-raba.
Hingga saat ini belum ada kader PKS yang bisa dimunculkan atau memiliki popularitas serta elektabilitas mumpuni untuk dicalonkan.
Sepertinya, PKS akan mengambil figur dari luar kader yang saat ini sudah banyak beredar. Bisa saja nama tersebut adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil atau sosok lain yang tidak terikat olehi partai politik.
Kendati begitu, sebelum melangkah lebih jauh ke kontetasi Pilpres, PKS dan Demokrat tentu saja harus bisa memastikan bahwa kerjasama atau koalisinya di banyak daerah berhasil baik.Â
Jika berhasil, bagi AHY adalah peluang baik demi memuluskan niatnya maju Pilpres 2024.
Sebaliknya, kalu hasil koalisi kedua partai ini kurang memuaskan, maka peluang AHY juga bakal cukup sulit.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H