Artinya, jika walaupun di atas kertas, Gibran jauh lebih diunggulkan. Akan tetapi, jika pada prosesnya nanti tidak memperhatikan analisa, taktik dan strategi, bukan mustahil kalau ayah dari Jan Ethes ini malah mengalami kekalahan. Sekalipun lawannya kelak adalah kotak kosong.
Sejarah pemilukada mencatat, bahwa pernah ada pasangan calon yang diunggulkan melanggeng mulus menuju kursi kekuasaan, justru harus menelan malu. Pasalnya, pasangan tersebut malah kalah oleh kotak kosong. Peristiwa ini terjadi pada Pilwakot Makasar, Sulawesi Selatan 2018 lalu.
Kala itu, banyak yang percaya, pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi, tidak akan menemui banyak tantangan dan diprediksi mulus menuju takhta. Tapi apa lacur, pasangan ini keok.
Nah, berkaca pada kejadian Pilwakot Makasar 2018, boleh jadi bisa terjadi pada Pilwakot Solo 2020.
Kemungkinan yang saya utarakan ini bukan tanpa alasan. Seperti telah disinggung pada bagian tulisan di atas. Kendati Gibran berhak atas rekomendasi DPP PDI-P, namun para kader "banteng" berikut pengurus tingkat Kota Solo hingga akar rumput yang berada di wilayah kecamatan hingga desa, telah bulat dan sepakat mendukung Ahmad Purnomo.
Karena itu, DPC PDI-P Kota Solo menolak pendaftaran Gibran. Dalihnya, seperti saya bilang, mereka sudah memilki calon sendiri, yaitu Ahmad Purnomo.
Artinya, jika bicara kemungkinan, para pengurus berikut kader PDI-P adalah pendukung Ahmad Purnomo. Jadi, tidak mustahil pula, mereka ini akan marah dan kecewa atas keputusan pengurus pusat yang "tidak mendengar" aspirasi akar rumput.
Dampak dari rasa kecewa dan marahnya para pendukung Ahmad Purnomo, tentu saja bukan perkara receh. Jika Gibran dan pasangannya, Teguh Prakosa tidak segera mengantisipasi hal itu, saya kira kemungkinan putra sulung Presiden Jokowi ditinggalkan oleh kader partai "banteng" Kota Solo adalah keniscayaan.
Jika ini terjadi, jelas ini jadi kerugian maha besar bagi Gibran. Ingat, kader PDI-P di Kota Bengawan begitu mayor. Artinya, hak pilih masyarkat setempat mayoritasnya adalah PDI-P.
Jadi, seandainya mereka lebih memilih melampiaskan kekecewaan dan rasa marahnya tersebut dengan golput dan malah memilih pasangan lain, atau bahkan kotak kosong, maka potensi kalahnya Gibran cukup terbuka.
Ternyata, apa yang saya pikirkan rupanya menjadi kekhawatiran Ahmad Purnomo pula. Pria berusia 71 tahun ini khawatir kalau para pendukungnya tidak memberikan hak pilihnya terhadap Gibran.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!