TABIR perseteruan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir dengan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P), Adian Napitupulu, mulai terkuak.
Tabir dimaksud bukan semata-mata Adian menggunakan hak kontrolnya selaku anggota dewan pusat terhadap kementrian BUMN. Akan tetapi, ada hal lain yang cukup mengagetkan.
Diakui Erick dalam beberapa kesempatan wawancara dengan awak media, kritik Adian terhadap dirinya itu diduga kuat karena tidak diakomodirnya titipan politisi PDI-P tersebut untuk menempati posisi di jajsran direksi perusahaan pelat merah.
Benar tidaknya pengakuan Erick Tohir ini tentu saja hanya bisa dibuktikan oleh Adian sendiri. Apakah dia mengakui atau bahkan membantahnya.
Jika memang benar apa yang dikatakan Erick, berarti Adian telah berusaha mengintervensi mantan bos Inter Milan tersebut untuk mengakomodir kepentingannya dengan cara-caranya selama ini.
Tapi, jika Erick Tohir mengada-ngada, semestinya Adian segera membantah pernyataan yang cenderung menyudutkannya itu. Bila perlu, membawanya ke ranah hukum dengan tuduhan fitnah atau perbuatan tidak menyenangkan.
Sebab, kalau pernyataan Erick Tohir ini tetap dibiarkan, hanya akan menguatkan pemikiran publik bahwa Erick benar dan Adian salah. Dan, isu jabatan-jabatan direksi perusahaan pelat merah dijadikan bancakan akan terus menjadi bola liar.
Sekedar mengingatkan, dalam beberapa waktu terakhir, Adian Napitupulu begitu getol mengkritisi kinerja Erick Tohir dalam menahkodai kementrian kumpulan perusahaan pelat merah.
Setidaknya ada dua hal prinsip yang dilayangkan oleh politisi PDI-P melalui surat terbukanya.
Pertama, Adian bertanya soal pernyataan Erick tentang mafia alat kesehatan (Alkes) terkait dengan penanganan Pandemi Covid-19, yang bertajuk, "Jujur Saja Siapa Mafianya Pak Menteri?"
Dalam surat terbuka itu, Adian seolah ingin menegaskan, sebenarnya yang mendominasi impor alat kesehatan (Alkes) itu justru kementrian yang dinahkodai oleh Erick sendiri.