Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gibran, Kotak Kosong, dan Sakitnya Demokrasi

21 Juli 2020   10:04 Diperbarui: 21 Juli 2020   12:47 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

GIBRAN Rakabuming Raka, nama ini dalam beberapa hari terakhir mendadak dangdut. Eh, maaf. Maksudnya mendadak jadi bahan perbincangan seantero tanah air.

Hal tersebut, sebagai dampak dari dipastikannya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut mendapat rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan, untuk maju pada Pilwakot Solo 2020.

Sebenarnya, terpilihnya Gibran sebagai wakil PDI-P untuk kontestasi Pilwakot Solo, bukan satu-satunya alasan yang menyebabkan pengusaha kuliner muda ini menjadi bahan menarik diskursus publik. Sebab, hal itu sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Ada alasan lain yang justru membuat nama Gibran jadi lebih menarik untuk dibicarakan. Yaitu, keterlibatan "langsung" Presiden Jokowi dalam lolosnya ayah dari Jan Ethes dimaksud menjadi calon yang diusung PDI-P.

Keterlibatan "langsung" Presiden Jokowi ini setidaknya bisa dibuktikan dengan adanya pemanggilan rival utama Gibran ke Istana Presiden. Di sana, orang nomor satu di republik ini mengabarkan langsung, bahwa yang mendapat rekomendasi adalah putranya sendiri.

Dalam pandangan saya, tindakan Presiden Jokowi ini jelas turut melibatkan diri dalam pencalonan Gibran. 

Sebab, sebagai Presiden, tidak selayaknya mantan Gubernur DKI Jakarta ini memberitahukan perihal rekomendasi putranya terhadap Purnomo, di Istana yang merupakan fasilitas negara. Lebih lagi, menurut saya, soal pemberitahuan tersebut adalah domain internal partai.

So, kembali ke Gibran. Dengan dipastikan mendapat tiket menuju Pilwakot Solo. Tak sedikit, pengamat politik yang memprediksi bahwa putra sulung Presiden Jokowi ini akan melenggang mulus menuju kursi Solo satu. Pasalnya, kakak kandung dari Kaesang Pangarep ini memiliki "fasilitas mewah".

"Fasilitas mewah" dimaksud adalah kendaraan politik yang digunakan Gibran adalah partai dominan di Kota Solo, PDI-P. Dominasi ini sudah bisa dibuktikan sejak pemilihan kepala daerah dilaksanakan langsung dipilih oleh rakyat.

Wakil dari PDI-P lah yang selalu menjadi pemenangnya. Mulai dari Jokowi dua periode berturut-turut, meski di periode keduanya tidak sampai tuntas, karena diusung oleh partai yang sama untuk kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2012. Pun dengan FX Rudyatmo. Dia jadi Wali Kota Solo karena diusung oleh PDI-P.

Perlu diketahui, saat ini Fraksi PDI-P menguasai 30 kursi di DPRD Kota Solo, dari 45 kursi yang tersedia. Atau, menduduki lebih dari 66 persen suara parlemen.

"Fasilitas mewah" lainnya yang dimiliki Gibran, tentu saja statusnya sebagai putra presiden sekaligus putra mantan penguasa Kota Solo.

Dengan kendaraan politik yang begitu kuat disertai statusnya sebagai putra presiden, diyakini tak akan sulit bagi Gibran meraih simpati publik.

Statusnya ini jelas merupakan modal besar bagi Gibran. Hal ini pula diduga kuat, jadi alasan mengapa DPP PDI-P merekomendasi dirinya.
Belum lagi, dukungan dari partai-partai politik lainnya, seperti Golkar, Gerindra, PPP dan PAN juga telah menyatakan sikap bakal mendukung Gibran.

Melawan Kotak Kosong?

Dengan superioritas Gibran dan pasangannya, Teguh Prakosa, bisa dipastikan tidak akan menemui kesulitan pada kontestasi Pilwakot Solo 2020 mendatang.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa pasangan ini akan melawan kotak kosong pada saatnya nanti. Iya, karena hampir tidak ada dari partai politik yang berani menandinginya.

Sekalinya ada yang "nekad" untuk menandingi pasangan Gibran - Teguh adalah pasangan dari independen, atas nama Bagyo Wahyono - FX Supardjo (Bajo).

Hanya saja, seperti dikutip dari Suara.com, pasangan ini masih kurang jumlah dukungan, guna memenuhi angka 35.870 suara. Berdasarkan verfak KPU Solo pendukung pasanga ini baru mengantongi 28.629 suara.

"Kami siap jadi mitra tanding PDIP. Sejarah baru akan menjadi dinamika politik elegan ketika independen dan parpol bersaing sportif di pilkada. Solo sebagai barometer nasional bisa jadi contoh demokrasi yang baik dan sehat," kata tim pemenanganan, Robert Harnanto.

Iya, saya berharap pasangan dari perseorangan tersebut bisa lolos verifikasi KPUD setempat. Dengan begitu, iklim demokrasi di Kota Solo masih bisa tetap terjaga dengan baik.

Dengan hanya melawan kotak kosong, menggambarkan demokrasi yang tidak sehat. Pasalnya tidak adanya sebuah kompetisi atau persaingan yang "menarik". Dan, masyarakat pun tidak benar-benar disuguhkan calon pemimpin yang benar-benar berkualitas.

Bagi saya, melawan kotak kosong adalah musibah dalam sebuah iklim demokrasi. Sebab, esensinya Pilkada itu adalah kompetisi atau persaingan, agar masyarakat mendapatkan pimpinan terbaik.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun