Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dinasti Politik dan "Tangan Kekuasaan" Jokowi Makin Panjang

17 Juli 2020   16:08 Diperbarui: 21 Juli 2020   08:06 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

POLITIK Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir diwarnai dengan menguatnya politik dinasti. 

Regenerasi pimpinan di level eksekutif maupun legislatif kental dengan hubungan darah. Pemusatan kekuasaan di kelompok kecil elite (oligarki) di berbagai level dan wilayah pun kian terasa.

Dalam sejarahnya, istilah dinasti merujuk pada sistem kekuasaan tempo doeloe. Seperti halnya zaman kerajaan atau kekaisaran. Kala itu, yang bisa menampuk jabatan hampir selalu mengandalkan keturunan dari sekelompok orang atau keluarga.

Lawan dari sistem kerajaan adalah sistem Republik, yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat. Namun demikian, penggunaan sistem republik dalam satu negara juga tidak menutup kemungkinan terjadinya politik dinasti. Termasuk Indonesia.

Tidak ada yang salah dengan politik dinasti. Karena, pada prinsipnya hal ini tidak melanggar konstitusi. Apalagi, jika dalam proses seleksi calon pemimpinnya atau pimpinan terpilih telah teruji kelayakannya.

Ngomong-ngomong soal dinasti politik di republik ini, tentu saja bukan perkara baru. Telah cukup banyak contoh di daerah, yang mempraktikannya.

Fenomena politik dinasti di daerah, tak ubahnya politik kartel yang menganut politik balas budi, politik uang maupun politik melanggengkan kekuasaan.

Dengan artian, kebebasan politik yang semakin terbuka ini, dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik yang punya segala akses untuk menggapai kapitalisasi dan kekuasaan.

Bicara melanggengkan kekuasaan atau dinasti politik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menjadi sorotan sejumlah kalangan. Baik, pengamat, akedemisi maupun politisi lainnya di tanah air.

Hal ini dipicu dengan akan majunya beberapa kerabat dekat dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilkada serentak 2020.

Belakangan, yang masih konsisten bakal maju pada perhelatan pesta demokrasi lima tahunan itu mengerucut pada dua nama. Yaitu, Gibran dan menantunya, Boby Nasution.

Bahkan, Gibran Rakabuming Raka sudah dipastikan akan diusung PDI Perjuangan, untuk maju pada Pilwakot Solo. Putra sulung Presiden Jokowi ini akan disandingkan dengan sesama politisi partai berlambang banteng gemuk moncong putih tersebut, Teguh Prakosa.

Jika menilik dari sejarahnya, pemimpin Kota Solo selalu dikuasai oleh kader dari PDI Perjuangan. Setidaknya, dimulai sejak kepemimpinan Jokowi hingga akhirnya turun ke FX Rudy.

Maka, peluang Gibran dan Teguh Prakosa memenangi Pilwakot Solo, sangat besar. Dengan begitu, secara tidak langsung membuat "tangan kekuasaan" Presiden Jokowi semakin panjang.

Betapa tidak, saat ini mantan Guberbur DKI Jakarta tersebut tengah menjadi penguasa negeri. Kekuasaannya ini, tentu saja akan semakin besar, manakala di daerah ada anaknya juga yang berkuasa.

Belum lagi, jika Boby Nasution, juga diberi kesempatan untuk ikut bertarung pada Pilkada serentak 2020 dan memenangkan pertarungan, tentu saja bakal lebih memperpanjang "tangan kekuasaan" dan mengukuhkan politik dinasti di tanah air.

Gibran Versus Purnomo

Publik tanah air cukup dikejutkan, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, tiba-tiba masuk ke ranah politik. Hal ini ditandai dengan  daftarnya ayah dari Jan Ethes ini menjadi kader PDI Perjuangan, sekira bulan September 2019.

Keterkejutan publik semakin besar, manakala Gibran akhirnya memutuskan untuk ambil bagian pada Pilwakot Solo, melalui kendaraan politik PDI Perjuangan.

Pro kontra atas keputusannya itu cukup meramaikan belantika politik nasional. Tak sedikit yang menilai, bahwa Gibran terlalu prematur untuk mencalonkan diri, karena keanggotaannya di PDI Perjuangan masih seumur jagung.

Terlebih, di Kota Solo ada sosok politisi senior PDIP yang juga akan turut mencalonkan diri. Sosok ini namanya, Ahmad Purnomo.

Dari segi pengalaman organisasi politik maupun pemerintahan, Purnomo sudah tak diragukan. Dia, saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo.

Meski begitu, tak sedikit pula yang mendukung langkah Gibran. Dia dianggap sosok milenial, yang diharapkan mampu menciptkan ide dan gagasan segar demi kemajuan masyarakat Solo.

Dengan situasi ini, akhirnya pihak DPC PDIP Kota Solo, memutuskan untuk menolak pendaftaran Gibran maju Pilwakot. Mereka lebih memilih Purnomo, yang akan berpasangan dengan Teguh Prakosa.

Mendapat penolakan, tak membuat semangat Gibran mengendur. Pengusaha kuliner ini terus mencari cara, agar niatnya terwujud.

Pendek kata, setelah bertemu langsung dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, tak lama kemudian Gibran mendaftarkan diri maju Pilwakot melalui DPD PDIP Jawa Tengah. Dan, maksudnya ini langsung disambut baik oleh para pengurus partai provinsi.

Dari sini, pertarungan politik antara Gibran versus Purnomo dimulai. Keduanya mampu memanaskan suhu politik internal PDIP Solo.

Namun, pertarungan sesungguhnya terjadi manakala mereka berdua berebut pengaruh dan kepercayaan pihak DPP, agar diberi rekomendasi. Rekomendasi ini nantinya akan dijadikan kunci sahih guna mendaftarkan diri ke KPUD Solo.

Dipandang sepintas, akan mudah bagi siapa saja menebak, siapa yang akan mendapat rekomendasi. Ya, pasti Purnomo yang akan mendapatkan rekom tersebut.

Pasalnya, Purnomo merupakan petahana yang akan sangat mudah beradaftasi dalam pemerintahan, jika terpilih jadi walikota. Selain itu, dia juga merupakan politisi senior, yang telah cukup kenyang pengalaman berpolitik. Sehingga, secara mental, Purnomo sudah tidak perlu diragukan lagi.

Tapi, ternyata dalam politik, apa yang dimiliki Purnomo belum cukup meyakinkan DPP untuk memberikan rekomendasi, pada saat pengumuman calon pemimpin daerah dari PDIP pada gelombang pertama.

Sepertinya, DPP PDIP masih harus menimbang, dan mengkaji dengan seksama. Sebab, sekalipun Gibran masih "bau kencur" dalam dunia politik. Tapi, dia memiliki kekuatan yang sama sekali tidak dimiliki Ahmad Purnomo. Yaitu, anak presiden.

Dengan kekuasaan ayahnya selaku orang nomor satu di tanah air, nama Gibran akan dengan mudah dijual ke masyarakat. Apalagi, ayahnya (Jokowi) adalah mantan Wali Kota Solo yang cukup sukses dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Sebagai putra presiden pula, Gibran tentu saja akan mendapatkan segala fasilitas lebih, dari sana-sini. Meski, Jokowi sendiri pernah bilang, tak akan turut campur terlalu jauh, dalam hal pencalonan anaknya.

Kendati begitu, tetap saja nama Gibran sebagai anak presiden tak akan lepas begitu saja. Hal ini tentu akan melekat erat. Ini yang menjadi sumber kekuatan Gibran dalam Pilwakot Solo.

Gibran Menangi Pertarungan

Setelah melalui serangkaian peristiwa politik di antara Gibran dan Ahmad Purnomo. Akhirnya, pertarungan politik memperebutkan rekomendasi DPP PDIP dimenangkan oleh Gibran.

Kepastian ini, setelah Ketua DPP PDIP, Puan Maharani mengumumkan pasangan Gibran - Teguh Prakosa, menjadi kader yang diusung pada Pilwakot Solo 2020.

"Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dengan Teguh Prakosa," kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani saat membacakan rekomendasi, Jumat (17/7/2020). Detikcom.

Pembacaan rekomendasi sendiri dilakukan di kantor DPP PDIP dan disiarkan secara virtual kepada DPD.

Gibran bersama Teguh sendiri hadir di kantor DPD PDIP Jawa Tengah, Semarang untuk mendengarkan pengumuman rekomendasi DPP PDIP.

Masih dikutip dari detikcom, selain Gibran-Teguh, juga dibacakan 44 pasangan bakal calon kepala daerah yang direkomendasi dari seluruh Indonesia.

Dari Jawa Tengah, selain Gibran-Teguh juga diumumkan 4 pasangan bakal calon kepala daerah lainnya. Sedangkan dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga diumumkan dan 2 pasangan bakal calon kepala daerah.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun