Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Djoko Tjandra dan Dua Korban "Pesonanya"

16 Juli 2020   20:49 Diperbarui: 16 Juli 2020   20:41 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WARGA negara Indonesia dibuat terheran-heran, dengan begitu gampangnya buronan kelas kakap atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (Cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, bisa wara-wara di tanah air.

Parahnya, keberadaan Djoko Tjandra di tanah air tidak sembunyi-sembunyi. Pria kelahiran 27 Agustus 1951 tersebut, berani menampakan batang hidungnya ke beberapa pihak, di tanah air.

Bukan understimate. Namun, sejujurnya saya jadi tak habis pikir, bagaimana bisa seorang buronan kelas kakap seperti Djoko Tjandra bisa sengan santuynya melenggang kangkung di hadapan mulut singa (Baca : Indonesia, yang telah menjadikan Djoko, dalam daftar pencarian orang).

Padahal, sejatinya sebagai buronan, hampir dipastikan atau mayoritas akan sangat menghindari untuk kembali ke negara asal. Alasannya jelas, takut ditangkap dan lain sebagainya.

Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Djoko Tjandra. Dia yang konon katanya telah menjadi warga negara Papua Nugini, malah "nekad" kembali ke tanah air. Maksud tujuannya, untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang menjeratnya.

Tak pelak, saat mengetahui Djoko Tjandra pernah berkeliaran di tanah air. Pemerintah sibuk kasak-kusuk mencari dalih, agar tidak dianggap teledor atau kecolongan oleh publik. Walau, pada kenyataannya mereka tak bisa mengelak, memang sejatinya telah kecolongan.

Kondisi pemerintah makin terpukul, setelah muncul berita di beragam media mainstream, Djoko Tjandra sempat membuat e-KTP sendiri, di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. 

Hebatnya, kartu indentitas dirinya itu bisa rampung dalam tempo 30 menit saja.

Sesakti itukah Djoko, sehingga mampu mengelabui pejabat kelurahan? Tentu tidak. Djoko Tjandra ternyata dibantu langsung oleh lurah setempat, Asep Subahan.

Pertanyaannya, apakah betul, Asep Subahan tidak mengetahui, kalau Djoko Tjandra adalah buronan kakap, yang begitu dicari selama belasan tahun lamanya?

Saya kira, naif jika Asep Subahan beralasan, tidak mengetahuinya. Jujur, saya berpikir, bahwa bantuan yang disodorkan Asep lebih karena dirinya tertarik pada pesona Djoko Tjandra.

Upssst. Jangan salah arti dulu. Maksud "tertarik pada pesona" di sini bukan artian suka layaknya wanita terhadap pria. Ajeee gilee. He ... He ... He.

Akan tetapi, tidak berlebihan, jika saya menduga, Asep sudah terpesona oleh duitnya Djoko Tjandra. Ya, kalau bukan karena uang, rasanya mustahil, Asep bisa senekat itu membantu buronan kelas kakap tanah air.

Pendek kata, atas perbuatannya membantu Djoko Tjandra, Asep pun harus menerima akibatnya. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tanpa ampun langsung menonaktifkan Asep dari jabatannya, selaku Lurah Grogol Selatan.

"Ini fatal, tidak seharusnya terjadi. Yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," ujar Anies dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/7/2020). Kompas TV.

Dengan dinonaktifkannya dari jabatan lurah. Saya rasa, Asep Subahan telah menjadi korban "pesona" Djoko Tjandra.

Tak cukup di situ. "Pesona" Djoko Tjandra, kembali memakan korban. Kali ini korbannya adalah Kabiro Kordinasi dan Perjalanan PPNS Bareskrim  Mabes Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo.

Karena perbuatannya membantu Djoko Tjandra membuatkan surat jalan secara sepihak atau tanpa diketahui pimpinan, Brigjend Pol Prasetyo akhirnya dicopot dari jabatannya. Dan, tidak menutup kemungkinan akan dijerat hukum pidana.

"Terkait seluruh rangkaian kasus ini, maka kita akan tindaklanjuti dengan proses pidana," kata Kabareskrim Polri, Komjen Pol, Listyo Sigit Prabowo, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (16/7/2020). Kompas.com.

Untuk menelusuri dugaan tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan penerbitan surat jalan tersebut, Listyo membentuk tim khusus.

Masih dikutip, Kompas.com, Menurut Listyo, tim tersebut terdiri dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, serta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Demikianlah, karena "pesona" Djoko Tjandra, dua pejabat publik tanah air harus menerima akibatnya. Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan dan Brigjen Pol.  Prasetyo Utomo, harus dicopot dari jabatannya masing-masing.

Memang sudah sepantasnya, jika kedua pejabat publik ini mendapat ganjaran setimpal atas perbuatannya dimaksud.

Hanya saja, yang menjadi prihatin dan menyedihkan adalah, di tanah air ini masih ada pejabat publik yang rela mengorbankan integritasnya, hanya untuk sejumlah nilai rupiah.

Boleh jadi, bisa wara-wirinya Djoko Tjandra di tanah air masih melibatkan oknum-oknum pejabat lainnya. Dan ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menelusuri lebih jauh.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun