MASYARAKAT Indonesia yang sudah hidup sejak zaman orde baru (Orba) pastinya tidak akan asing dengan nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Ya, Tommy Soeharto adalah putra bungsu dari mantan Presiden Soeharto, sang penguasa orba selama 32 tahun. Tak hanya itu, Tommy juga terkenal di kalangan masyarakat saat itu sebagai putra mahkota keluarga cendana.
Sebagai putra mahkota sang penguasa, sudah barang tentu daftar bisnis Tommy kala itu begitu panjang. Dari mulai menguasai bidang pertanian hingga bidang otomotif tak luput dari cengkramannya.Â
Tak salah jika ada yang menyebut, bisnis putra mahkota cendana tersebut sangat menggurita.
Tiba masanya sang ayah lengser dari kursi kekuasaannya pada tahun 1998 lalu karena desakan dan gelombang aksi mahasiswa dan masyarakat yang sangat masiv, nama Tommy Soeharto perlahan tapi pasti terus meredup. Bahkan wajahnya jarang lagi nongol di televisi nasional.
Apakah masa keemasan Tommy Soeharto, tamat?Â
Jika dibandingkan saat ayahnya berkuasa, boleh jadi iya. Tapi, duit yang ditinggalkan oleh sang ayah serta kerajaan bisnis yang sudah dibangunnya sejak lama tetap saja tidak membuat Tommy terpuruk. Hanya saja mungkin jarang menjadi sorotan kamera.
Terbukti, pada 15 Juli 2016, mantan putra mahkota cendana tersebut mampu mendirikan sebuah partai.Â
Nama partai berikut lambangnya juga tidak jauh-jauh dengan nama partai yang telah membesarkan nama ayahnya hingga mampu berkuasa selama 32 tahun.Â
Nama partai itu adalah Partai Berkarya dengan lambangnya pohon beringin. Hampir persis dengan lambang Partai Golongan Karya (Golkar).
Tak sedikit yang menyangka, berdirinya Partai Berkarya adalah sebagai upaya Tommy untuk merajut kembali kejayaan politik yang pernah diraih sang ayah. Hanya saja sayang sejauh ini masih belum berhasil.
Buktinya pada pemilihan umum (Pemilu) legeslatif, Partai Berkarya tidak mampu lolos ke Senayan. Sebab perolehan suaranya tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas masuk parlemen sebesar 4 persen. Sementara perolehan suara Partai Berkarya hanya 2,15 persen.
Nasib Partai yang para kadernya cukup banyak dari kalangan selebritis tanah air ini sama persis dengan partai yang digadang-gadang mampu mendulang suara cukup bagus, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Partai Berkarya Retak
Meski gagal mengirimkan para kadernya ke parlemen Senayan karena regulasi ambang batas, tak lantas membuat Tommy patah arang dan membubarkan partainya. Dia terus berjuang menggalang kekuatan serta berkonsolidasi ke semua lapisa masyarakat.
Tapi, rupanya perjuangannya ini mendapat rintangan. Bukan dari pihak luar, melainkan datang dari dalam tubuh partai sendiri. Intinya, partai bentukan Tommy ini mulai mengalami keretakan.
Betapa tidak, di tengah perjuangannya membesarkan partai, tiba-tiba salah seorang petinggi partai, Muchdy PR menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hasilnya, menobatkan Muchdy sebagai Ketua umum (Ketum) Partai Berkarya yang baru.
Kendati begitu, Munaslub kubu Muchdy ini dianggap tidak syah. Karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya. Bahkan, Munaslub yang digelar di Hotel  Grand Kemang Jakarta, Sabtu (11/7)tersebut langsung dibubarkan oleh kubu Tommy Soeharto.
"Ya enggak (sah) lah," kata Bemdahara Umum Partai Berkarya, Neneng A Tuty, Minggu, (12/7). CNNIndonesia.
Lebih lanjut, Neneng menyatakan, forum Munaslub belum waktunya digelar oleh Partai Berkarya. Ia menyatakan AD/ART Partai Berkarya hanya mengenal forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimas) dan Musyawarah Nasional (Munas) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan partai.
Sementara itu, masih dikutip dari CNNIndonesia, Neneng menegaskan bahwa forum Munas baru akan digelar pada tahun 2022 mendatang. Forum Munas itu, kata dia, menjadi forum resmi untuk mengganti ketua umum dan kepengurusan DPP Partai Berkarya.
"Itu kita setop karena tak ada dalam AD/ART. Belum waktunya," kata dia.
Rebutan Pengaruh Sisa Orba
Boleh jadi Munaslub Partai Berkarya yang dilaksanakan oleh kubu Muchdy PR itu tidak sah dan berhasil dibubarkan. Namun, tetap saja hal tersebut mencerminkan bahwa partai yang didirikan pada tahun 2016 ini sudah layu sebelum berkembang.
Perlu perjuangan keras dan proses yang sangat panjang agar partai ini bisa bersaing dengan partai-partai tanah air lainnya yang telah mapan.
Satu hal lagi, dengan terjadinya Munaslub yang dipaksakan oleh Muchdy PR tersebut, bagi saya tak ubahnya rebutan pengaruh sisa kekuasaan zaman orba.
Ya, bagi saya Tommy Soeharto sudah pasti sebagai salah satu aktor yang paling berperan pada zaman orba meski berada di luar ring pemerintahan.
Pun dengan Muchdy PR. Dia memiliki karir cukup cemerlang sewaktu Presiden Soeharto berkuasa.
Saya mulai tahu nama Muchdy PR kala namanya dikait-kaitkan dengan kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir pada tahun 2004 silam. Namun kemudian majelis hakim memutuskan bahwa dirinya bebas dari segala tuntutan.
Terlepas itu semua, dari beberapa sumber yang pernah saya baca, Muchdy PR memiliki karir cukup cemerlang di dunia militer pada masa-masa jayanya orba. Bahkan, pria kelahiran 15 April 1949 pernah menjabat Danjend Kopasus menggantikan Prabowo Subianto yang naik jabatan menjadi Pangkostrad.
So, bagaimana kelanjutan kisah Partai Berkarya ini ke depannya dan pengaruh siapa yang akan memenangkan pertarungan ini, Tommy atau Muchdy PR? Menarik kita tunggu.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H