Saat ini Gerindra bukan lagi rival, tetapi sudah menjadi teman "satu kamarnya" yang bernama partai koalisi pemerintah.
Maka, dengan berat hati, saya harus mengatakan bahwa apa yang dikeluhkan oleh PKB itu sangat tidak etis dan kekanak-kanakan.
Sebab saat ini, apalagi bangsa dan negara tengah dihadapkan pada situasi krisis akibat mewabahnya pandemi virus corona atau covid-19, harusnya mereka merapatkan barisan. Kemudian satukan visi dan misi untuk sama-sama memerangi virus asal Wuhan, China tersebut.
Jadi, kalaupun PKB tidak setuju atau merasa iri dengan bergabungnya Gerindra, mestinya hal tersebut disampaikan sejak awal. Saat Kabinet Indonesia Maju (KIM) belum terbentuk, atau koalisi pemerintah plus Gerindra belum ditasbihkan.
Cukup menarik, ketika rasa kurang setuju atau rasa iri itu baru PKB diungkapkan sekarang. Tentu hal ini memantik spekulasi.
Pertama, saya rasa pada awal-awal PKB tidak berani mengungkapkan hal itu karena khawatir dapat pertentangan dari rekan partai koalisi lainnya yang akhirnya bisa merugikan partainya sendiri. Bisa itu terbuang dari partai koalisi atau tidak mendapat jatah kursi kabinet.
Kenapa? Karena pada hasil Pemilu lalu PKB hanya berada di posisi empat. Di bawah PDIP, Gerindra dan Golkar.
Dengan situasi itu, posisi tawar PKB jelas akan kalah oleh Gerindra. Terlebih, Ketua Umumnya, Prabowo Subianto adalah figur yang sangat berpengaruh untuk menjaga kondusifitas bangsa.
Kedua, saat ini PKB merasa terancam dengan masuknya Gerindra ke pemerintahan. Sebab, seperti diketahui, elektabilitas Prabowo Subianto terus di atas setelah masuk ke kabinet dan menjabat Menteri Pertahanan (Menhan).
Sedangkan Cak Imin yang juga digadang-gadang bakal maju Pilpres 2024, hampir tidak pernah mampu menembus 10 besar dalam perolehan elektabilitasnya.
Bahkan berdasarkan survey terakhir Indikator Politik Indonesia (IPI) yang diselenggarakan bulan Mei 2020 lalu, posisi Cak Imin ada di urutan 14 dengan raihan elektabilitas 0 persen.