Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies, Sosok yang Dibully, Dibenci, dan Dipuji

27 Juni 2020   14:26 Diperbarui: 27 Juni 2020   14:28 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GUBERNUR rasa presiden sempat tersemat pada sosok Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Entah siapa awalnya dan apa alasannya yang melontarkan narasi tersebut. Bisa jadi, pihak-pihak yang selama ini mendukungnya. Bagaimanapun, sebagai pendukung, tentu saja akan selalu berusaha mengedepankan sisi positif dari sosok yang diidolakannya. Subyektif? Sudah pasti.

Sejak dinobatkan sebagai penguasa tertinggi di ibu kota negara setelah sebelumnya pada Pilgub DKI Jakarta sukses mengalahkan pasangan petahana, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan Djarot Saiful Hidayat, banyak ragam cerita mewarnai kiprahnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Bahkan tak jarang cerita tentang Anies menjadi trending di media sosial (medsos). Terutama yang berkenaan dengan kebijakannya sebagai pemimpin ibu kota.

Beberapa cerita yang sempat viral diantaranya adalah terkait dengan terbongkarnya pengadaan aibon oleh anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana.

Betapa tidak viral, pengadaan aibon tersebut dalam APBD DKI mencapai Rp. 82 milyar. Sejumlah pihak menganggap tingginya jumlah anggaran untuk pengadaan itu aneh. Keanehan semakin berlanjut karena rincian anggaran yang sempat terpublikasi di situs apbd.jakarta.go.id, kemudian hilang.

Kemudian terkait revitalisasi monas yang didalamnya ada aktifitas penebangan ratusan pohon serta rencana balapan Formula E, yang akhirnya mengerucut terjadinya banjir besar di DKI Jakarta juga sempat heboh di medsos.

Dampak dari kebijakannya tersebut membuat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini dalam tekanan. Betapa tidak, publik marah dan warganet pun tak urung mencaci-maki, membully serta mengkritik pedas.

Dasar Anies, sosok yang sudah terkenal dengan kepiawaiannya beretorika dan membangun narasi. Dia hampir selalu bisa menepis segala bentuk kritikan, cacian dan bully-an yang datang terhadapnya.

Bahkan saat banjir awal tahun 2020 melanda Jakarta, Anies bahkan kekeuh tidak mau disalahkan. Dia malah berani "perang narasi" dengan pejabat pemerintah pusat. Seperti Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Djoyohadikusumo hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Peristiwa tersebut tak urung membuat publik semakin geram. Alih-alih menyadari kesalahannya, Anies malah terus berkelit dan seolah tidak mau disalahkan.

Ibarat air laut, ada pasang ada surut, pun dengan Anies Baswedan. Sosoknya yang sudah begitu "tercabik-cabik" oleh segala macam kritikan serta caci maki publik, tiba-tiba mendapatkan panggungnya lagi.

Caci-maki dan rasa benci seketika berubah jadi puja-puji, setelah dirinya dianggap sebagai pemimpin yang sigap dan tegas dalam mengantisifasi mewabahnya virus corona di tanah air, khususnya Jakarta.

Dalam hal ini, mantan Rektor Universitas Paramadhina Jakarta tersebut dianggap lebih sigap dan transfaran dari pemerintah pusat. 

Di saat pemerintah pusat seolah masih menyembunyikan data terkait virus corona dan belum ada kebijakan pasti, Anies justeru telah lebih dulu melakukannya. Sebut saja cepat menutup tempat wisata dan meliburkan siswa untuk belajar di rumah.

Kebijakan ini terang menuai pujian. Tidak hanya dari pendukungnya, pihak yang selama ini mengkritiknya tak urung turut memuji. Bahkan, Presiden Jokowi pun ikut memberi apresiasi.

Sayang, dalam perjalanannya momentum baik itu tidak bisa dijaganya dengan baik. Anies kembali banyak bertingkah.

Penyakitnya "melawan" kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan asal bedanya kambuh. Ini yang menjadikan Anies kembali mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Bahkan, masih kaitannya dengan masalah pandemi covid-19, Anies kurang mampu menangani masalah bantuan sosial (Bansos) untuk masyarakat terkena dampak. Terbukti banyak ditemukan masalah di lapangan. Semisal salah sasaran dan dobel penerima.

Hal ini mengakibatkan Anies kembali harus berseteru dengan para menterinya Jokowi. Yaitu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Sebelumnya, Anies juga sempat berkoar-koar di media Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age.

Dalam wawancara tersebut Anies Baswedan menyatakan bahwa Pemprov DKI sudah melacak kasus-kasus potensial terkait Covid-19 sejak Januari 2020.

Kepada dua media asing tersebut Anies mengaku mulai melakukan sejumlah langkah sejak 6 Januari, setelah mendengar kasus soal virus baru di Wuhan, China.

Pengakuan Anies terhadap kedua media asing itu tak sedikit yang mencibir. Pasalnya seperti diketahui, pada awal Januari hingga penghujung Februari 2020, Anies tengah disibukan dengan penanganan banjir. Jadi, bagaimana mungkin, Anies sempat-sempatnya mengurusi tentang virus corona.

Dipuji honorer

Demikianlah sepak terjang Anies Baswedan dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dari banyak yang membenci hingga menuai pujian. Wajar, dalam politik selalu menghasilkan pro dan kontra, tergantung dengan kepentingan politiknya masing-masing.

Termasuk baru-baru ini, Anies Baswedan sedikit mendapatkan angin segar dari Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I).

Seperti dikutip dari Jpnn.com, Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono, mengatakan bahwa pemerintah hanya memikirkan nasib PNS. Sementara honorer yang ikut mengerjakan tugas PNS tidak dihiraukan.

"Kenapa sih yang dibahas cuma usulan kenaikan tunjangan kinerja PNS. Kok enggak ngomong gaji honorer K2. Apa MenPAN-RB enggak tahu kalau gaji honorer K2 sangat kecil," kata Eko kepada JPNN.com, Jumat (26/6).

Dia menambahkan, bila pemerintah waras, gaji honorer K2 juga dipertimbangkan karena yang mengabdi di instansi pemerintah bukan hanya PNS tetapi juga honorer.

Kalau PNS yang sudah sejahtera masih meminta kenaikan tunjangan kinerja, apa bedanya dengan honorer K2.

"Tidak ada bedanya dengan honorer kan mereka (PNS) itu. Honorer minta gaji setara UMR saja sampai rambut beruban belum pernah keturutan. Hanya Bu Risma dan Pak Anies yang masih waras. Honorer di Surabaya dan Jakarta gajinya sangat manusiawi. Namun, kasihan yang lain, gajinya jauh di bawah standar UMR," tuturnya.

Di mata Eko, hanya walikota Surabaya dan gubernur DKI Jakarta yang tidak mengisap tenaga honorer seperti lintah. Keduanya dinilai masih menghargai honorer sebagai manusia.

"Kepala daerah lain kayak lintah. Honorer kerja rodi tanpa diberikan gaji layak," ucapnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun