MEMBACA cuitan "Panglima Cebong" Denny Siregar, di akun twitter pribadinya, Kamis (18/6/2020), rasanya cukup menggelitik untuk coba membedahnya. Tentu saja berdasarkan hipotesa amatiran penulis sendiri.
Pada akun twitternya, Denny menulis seperti ini :
" Ngobrol dgn 2 orang calon pemimpin yg teruji oleh pandemi @gajarpranowo dan @ridwankamil pakai data survey dari @Burhanmuhtadi.
Gua cuman jadi tamu mewakili netizez +62 yg ceriwis
Eh, koq gada @aniesbaswedan, ya ? "
Hipotesa pakir penulis tentang maksud cuitan Denny Siregar di akun twitter pribadinya ini tampaknya ingin menyindir atau memperolok Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Memang bukan kali pertama kalau penulis buku tuhan dalam secangkir kopi ini menyindir kepemimpinan Anies Baswesan.
Sebelumnya juga dia pernah menyindir kepemimpinan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini yang hanya bisa bekerja di belakang meja sambil terus mempromosikan diri lewat teleconfrence atau konfrensi pers semata.
Hal tersebut menurut Denny dalam tulisannya di tagar.id yang berjudul "Kharisma Ganjar di Tengah Pandemi" berbeda dengan cara Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Dengan gayanya yang menenangkan warga, membuat kharismanya keluar. Ditambah lagi gaya komunikasi Ganjar yang asik, ibarat membaca buku cerita bagaimana seharusnya pahlawan turun beraksi.
Pertanyaannya, kenapa Anies tidak diundang pada acara webinar tersebut?
Jangan salah, acara ini seperti pada cuitan Denny diselenggarakan bersama Burhan Muhtadi. Sebagaimana diketahui dia adalah Direktur Eksekutive Indikator Politik Indonesia (IPI) yang baru-baru ini mengeluarkan rilis hasil survey tentang elektabilitas para calon kandidat Pilpres 2024 mendatang.
Dalam survey yang diselenggarakan pada medio bulan Mei 2020 tersebut, hasilnya lumayan mengejutkan.Â
Anies yang menurut survey lembaga lainnya dalam beberapa bulan terakhir selalu memimpin dibanding dengan para pemimpin daerah, akhirnya harus rela turun takhta. Posisi Anies disalip oleh Ganjar Pranowo.
IPI merilis bahwa elektabilitas Ganjar naik, dari yang asalnya 9,1 persen menjadi 11,8 persen. Tidak hanya Ganjar, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) juga turut naik. Dari 3,8 persen menjadi 7,7 persen. Sementara Anies justru malah turun. Dari 12 persen jadi 10 persen.
Dikatakan Burhan, di beberapa media online, naiknya elektabilitas Ganjar dan Ridwan karena dianggap cukup berhasil dalam penanganan pandemi covid-19 di wilayah kerjanya. Selain itu, waktunya yang banyak tampil di depan publik mampu dimanfaatkan dengan baik.
Rasanya bukan karena itu saja. Dalam pandangan penulis, kedua kepala daerah ini dalam menunaikan tugasnya selaku pimpinan tidak tampak banyak protes atau mengeluh dengan apa yang telah digariskan oleh kebijakan pemerintah pusat.
Mereka hanya fokus kerja dan melaksanakan kebijakan dengan sebaiknya. Tentu dengan cara pendekatan yang disesuaikan dengan culture atau karakteristik wilayahnya masing-masing.
Sementara di lain pihak, seperti kita ketahui, cara Anies dalam menangani wabah virus corona justeru yang tampak ke permukaan hanyalah masalah.
Sebut saja, jumlah kenaikan kasus positif covid-19 yang belum bisa ditekan dengan maksimal.Â
Juga, pembagian Bantuan Sosial (Bansos) bagi warga yang terdampak juga tak sedikit ditemukan masalah. Seperti data penerima bantuan yang dobel, kurang tepat sasaran serta kisruh yang terjadi antara Aniea dengan 3 menteri Jokowi.
Yaitu, Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi.
Nah, boleh jadi berdasar keberhasilan Ganjar dan Ridwan Kamil tentang penanganan pandemi inilah, kedua pimpinan daerah tersebut diundang dalam acara webinar bersama Burhan Muhtadi.
Sebaliknya, Anies tidak diundang karena mungkin dianggap tidak cukup sukses dalam penanganan pagebluk di wilayah kerjanya menurut versi IPI.
Nyatanya, elektabilitas Anies dalam beberapa bulan lamanya hanya kalah oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subanto, kini justru harus rela disalip Ganjar Pranowo.
Tak Bisa Jaga Momentum
Sebenarnya dengan adanya pandemi covid-19, Anies Baswedan sempat seperti terlahir kembali. Dosa-dosanya atas masalah terdahulu seperti banjir dan revitalisasi monas seolah sirna dengan kesigapan dan ketegasan Anies dalam penanganan pagebluk asal Wuhan, China tersebut.
Segala puja-puji datang dari masyarakat dan warganet. Bahkan, seorang Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga tak luput memberikan apresiasinya.
Sayang momentum bagus itu tidak bisa dipertahankan dengan baik. Karakteristik kepemimpinan Anies yang cenderung asal beda kembali muncul, akibatnya beberapa kali dia harus silang pendapat dengan menteri-menterinya Jokowi.
Bahkan, kebiasaan Anies dalam membangun retorika lewat narasi-narasinya yang terkenal piawai ini juga tampak lagi. Hampir tiap hari, Anies menggelar konfrensi pers tentang perkembangan terakhir pandemi covid-19 yang terjadi di wilayahnya
Padahal menurut beberapa kalangan, hal itu bisa didelegasikan pada jajaran di bawahnya. Anies harusnya fokus memikirkan bagaimana caranya penanganan virus corona dan lebih sering turun ke lapangan, agar lebih paham kondisi real nya. Jangan hanya mengandalkan laporan semata.
Dampaknya sejumlah masalah pun tak bisa dihindari. Puncaknya, meski hal ini sipatnya masih fluktuatif, elektabilitas Anies berhasil digusur Ganjar Pranowo.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H