Sumber keberhasilan diplomasi publik adalah kebijakan, ideology (nilai) serta budaya (culture). Nye menyebut ketiga hal ini sebagai soft power.
Pada kasus Covid-19, China paham betul bagaimana dinamika dunia internasional. Sehingga pasca mereka berhasil menjinakan Covid-19 (atau bahasa Jokowi berdamai), pemerintah china mengeluarkan kebijakan membantu negara lain yang terkena covid-19.
Kebijakan tersebut berupa pengiriman tenaga medis dan pembagian alat kesehatan seperti masker, dkk secara masal mulai dari Eropa, Afrika, hingga Asia.
Bantuan alat kesehatan (masker, dll) dari China untuk Indonesia, diambil langsung oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan jumlah 12 ton.
Bahkan Asia Times menyebutkan bantuan China berupa bantuan alat kesehatan ke negara-negara Asia mencapai 40 ton.
Untuk wilayah Eropa sendiri bantuan alat kesehatan (alkes) China sangat besar jumlahnya. Bahkan mencapai jutaan alkes. Tercatat kurang lebih 20 juta alkes yang diberikan ke wilayah Eropa.
Strategi pembagian alkes, terbilang cukup berhasil terhadap perbaikan citra positif China dibeberapa negara Eropa. Serbia misalnya.
Saat pesawat berisikan bantuan alkes dengan bendera lima bintang itu tiba di Beograd, Presiden Serbia Aleksander Vukic menyambutnya dengan hangat. Bahkan ia langsung mencium bendera China dan mengatakan kepada Xi Jinping bahwa China dan Serbia adalah saudara.
Tak hanya serbia, Italia yang juga merupakan salah satu negara yang terparah dalam kasus covid-19 pun memuji bantuan China.
Bahkan #graziachina atau dalam bahasa Indonesia terima kasih china, menjadi trending topic di Italia.
Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, memposting video ucapan trimakasihnya kepada China pada akun twitternya. Ucapan terimakasih tersebut diberikan sebab China telah mengirim 50.000 alat tes covid-19 dan lebih dari dua juta masker bedah ke Eropa. Video tersebut direkam dalam 3 bahasa yakni Inggris, Prancis, dan Jerman.