"This universe in finite. its resourses, finite. if life is left uncheacked, life will cease to exist. it needs correction,"
Kalimat ini diucupkan Thanos, salah seorang idealis yang menginginkan keseimbangan semesata dalam film Avengers: Infinity war. Saya sebut dirinya idealis, karena mungkin hanya dialah yang menyadari dampak yang ditimbulkan dari banyaknya penduduk dimuka bumi dan eksploitasi alam yang serakah. Seperti yang menimpa negeri Titan (bulan planet saturn) pada komik, Thanos Rising (2013).
Balik ke inti kalimat Thanos. Seolah menjadi penyambung lidah semesta, Thanos berupaya memberitahukan kepada manusia bahwa pola hidup yang mengeksploitasi alam secara berlebihan (overpopulasi) ini, akan berdampak pada kehancuran bumi.
Tak mau akan hal itu terjadi, sesegera mungkin dirinya melenyapkan si penyebab kehancuran tersebut. Dan itu adalah manusia.
Thanos dan Novel Corona
Dalam Infinity War, Thanos hadir sebagai representasi dari lingkungan. Dengan bahasa lingkungan, Thanos ingin menyelamatkan bumi dari keserakahan manusia.
Baginya, pertumbuhan manusia berimplikasi pada ketidakcukupan bumi atau lingkungan memenuhi kebutuhan mereka.
Sandang, pangan dan papan. Ini menjadi kebutuhan primer dari manusia. Saat muncul 1 manusia baru, kebutuhan akan tempat tinggal, makanan ataupun pakaian pun akan bertambah 1 kali. Karena alam atau lingkungan memiliki resourses (terbatas) untuk pemenuhan tersebut, maka alam dilibas untuk dimanfaatkan.
Wilayah yang dulunya hijau nan ASRI, kini berganti dengan beton bertingkat penuh polusi. Tak ada lagi kicau burung atau gemericiknya air sungai, yang ada hanya suara bising kenderaan dan teriakan warga kebanjiran.
Dalam dunia fiksi ada Thanos, dunia nyata ada Novel Corona atau Covid-19. Si kecil lucu yang kini menjadi musuh manusia. Bila Thanos melenyapkan manusia dengan petikan jari, Corona dengan menyerang sistem pernapasan. Sistem imun tubuh yang lemah menjadi santapan bergisi bagi Corona.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam laporannya per 30 Maret 2020, telah ada 638.146 orang yang positif Corona. Dari jumlah ini, yang telah meninggal sebanyak 30.105 dan terjadi di 203 titik di seluruh negara.
Sementara Indonesia sendiri, dari laporan CNN, telah ada 1.285 orang yang positif, 114 orang meninggal dunia dan 64 pasien dinyatakan sembuh.
Bumi Overquota?
Salah satu organisasi yang menaungi seluruh negara di dunia yakni PBB memperkirakan, kurang lebih ada sekitar 7,6 miliar penduduk Bumi saat ini. Angka ini diperkirakan akan terus meninggkat hingga 9,8 miliar di tahun 2050. Bahkan  akhir abad ini, proyeksi dari PBB, jumlah penduduk di bumi akan mencapai 11,2 miliar.
Perlu diketahui, total wilayah yang saat ini kita (manusia) huni di bumi luasnya kurang lebih adalah 3%. Sementara 35% hingga 40% daratan bumi adalah wilayah pertanian yang berfungsi sebagai sumber pangan. Sementara sisanya adalah wilayah yang tertutupi oleh es dan lautan.
Lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia saat ini, menurut penelitian yang dilakukan di Stanford University, yakni antara 2,7 juta hektare dan 4,9 juta hektare. Sedangkan total wilayah yang cocok untuk tanaman pangan sebesar 445 juta hektare. (Lihat laporan BBC)
Tatkala jumlah penduduk terus bertambah, maka yang dikhawatirkan adalah ketersediaan lahan pangan. Tata kelola lahan pertanian ini kaitannya dengan apa yang kita makan, bagaimana kita menanam tanaman pangan, dan bagaimana kita akan memproses sumber pangan tadi jadi makanan.
Para peneliti memperkirakan, dengan adanya kenaikan permintaan akan pangan, biofuel, industri kehutanan, dan sebaran urbanisasi, cadangan lahan yang ada tersebut akan terkena dampaknya. Lahan yang tersisa akan habis terpakai pada 2050.
Kerusakan Lingkungan Akibat Manusia
Pada Maret 2019 lalu, warga Filipina dibuat heboh dengan penemuan bangkai paus raksasa di tepian pantai. Kehebohan ini semakin menjadi, setelah diketahui dalam perut paus tersebut terdapat kurang lebih 88 pon atau 39,9 kg sampah plastik.
Beberapa sampah plastik tersebut diantaranya adalah 16 kantong beras, 4 tas model pisang serta plastik-plastik belanjaan.
Bahkan dalam laporan Ocean Conservancy and the McKinsey Center for Business and Environment pada tahun 2015, setidaknya ada lima negara di Asia yang menyumbang sampah plastik terbanyak yakni mencapai 60%. Kelima negara ini adalah Cina, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.
Kerusakan lainnya juga terjadi pada paru-paru dunia atau hutan. Data dari Badan dan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total kebakaram hutan sepanjang Januari hingga Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare. Adapun kebakaran hutan dan lahan terbesar salah satunya berada di Provinsi Riau.
Tak hanya itu, secara global kebakaran hutan pun mengalami peningkatan tiap tahunnya. Dari laporan global forest watch fires, tahun 2019 kurang lebih sekitar 4,5 juta titik api yang ditemukan. Dan tiap titik tersebut memiliki luas 1 km. Angka ini menurut GFW Fires lebih tinggi 400.000 kasus dibandingkan tahun 2018.
Sebetulnya masih banyak sekali kerusakan lingkungan yang diciptakan oleh manusia. Banyaknya kawasan terbuka hijau yang akhirnya dialih fungsikan menjadi gedung perkantoran, mall dan apartament semakin mempercepat effect rumah kaca.
Kerusakan-kerusakan ini akan terus berlanjut tatkala populasi manusia di bumi terus bertambah.
Ditambahlagi, tiap manusia butuh ruang untuk hidup, bekerja, serta lahan yang subur untuk menanam sumber pangan. Manusia juga butuh air dan energi supaya tubuhnya tetap hangat, serta listrik untuk menerangi jalan di malam hari.
Untuk mencukupi kebutuhan manusia yang populasinya terus bertambah maka eksplotasi alam secara over pun akan dilakukan. Baik pembangunan rumah, pembukaan lahan tambang (batu bara, emas dll), hingga pembangunan pabrik (tekstil dll) pun gencar dilakukan. Implikasinya adalah lingkungan atau alam akan kehabisan sumber dayanya.
Oleh karenanya bernarlah sabda Thanos, semuanya harus diperbaiki. Salah satu cara yang paling radikal adalah dengan memutus sumber penyebab kehancuran yakni manusia. Dan Corona mungkin menjadi cara alam memperbaiki kerusakan yang telah terjadi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H