Laode M Syarif berkata KPK menghormati putusan MA. Meski demikian, KPK merasa kaget. Putusan ini 'aneh bin ajaib' karena bertentangan dengan putusan hakim PN (pengadilan negeri) dan PT (pengadilan tinggi).
"Ketiga hakim kasasi berpendapat bahwa Syafruddin Arsyad Temenggung dianggap terbukti melakukan perbuatan sebagai mana didakwakan kepadanya, tapi para hakim MA berbeda pendapat bahwa perbuatan terdakwa. Yaitu perbuatan pidana (hakim Salman Luthan), perbuatan perdata (Syamsul Rakan Chaniago) dan perbuatan administrasi (Mohamad Askin)."
"Ketiga pendapat yang berbeda seperti ini mungkin baru kali ini terjadi. Sekarang kami sedang pikir-pikir dan menunggu putusan lengkap dari MA," kata Laode lagi.
Saut Situmorang mengatakan KPK melaksanakan putusan kasasi ini sebagaimana disebutkan dalam amar putusan setelah KPK mendapatkan salinan putusan atau petikan putusan secara resmi.
"KPK sebagai institusi penegak hukum menghormati putusan Mahkamah Agung dalam perkara ini. Namun kami nyatakan juga KPK tidak akan berhenti melakukan upaya hukum dalam perkara ini," sambungnya.
Di lain sisi Alexander Marwata berkata KPK menghormati putusan MA. Nanti kita pelajari pertimbangan MA," kata Alexander (9/7/2019). "Rasa-rasa sih upaya hukum yang bisa dilakukan kan PK," katanya menjawab wartawan di Pusdiklat Sekretariat Negara, Jakarta,Kamis (18/7). "Nanti kita dalami dulu putusan Syafruddin itu apa sih, kenapa bebas gitu kan pertimbangan hakim agung apa itu kan," tambah Alex lagi.
Di kesempatan berbeda Basaria Panjaitan berkata, "Kalau itu sebenarnya sudah pasti. Kita lihat bagaimana penilaian tiga hakim MA tersebut. Yang satu mengatakan itu bukan pidana, yang satu perdata, dan yang satu lagi pelanggaran administrasi," kataya menjawab pertanyaan Majalah Keadilan.
"Jadi kita lihat secara pikir global saja, berarti tidak ada yang mengatakan kerugian itu tidak ada. Dalam Pasal korupsi nomor 32 juga ada yang mengatur bila ditemukan ada kerugian negara, tapi pidananya kita tidak bisa buktikan, maka itu diserahkan ke kejaksaan sebagai pengacara negara. Korupsi juga ada. Jadi upaya pengembalian uang, kerugian negara itu, tetap menjadi fokus kita yang berikutnya. Walaupun putusan ini menyatakan "kalau". Ini "kalau" ya...Jadi masih banyak celah-celah," kata Basaria lagi. (Majalah Keadilan edisi 50, tanggal 15 Juli 2019, halaman 27).
Pemanis Bibir
Lain pimpinan, lain pula pernyataan pejabat KPK yang terus dijejalkan kepada publik. Terakhir Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya sudah dua kali melayangkan surat panggilan kepada SN dan IN. Ia bahkan mempertimbangkan untuk memasukkan pasangan suami istri itu ke dalam daftar pencarian orang (DPO). "Ya, masih kami pertimbangkan langkah hukum tersebut," kata Febri Diansyah, Minggu (21/7).
Langkah KPK tersebut tentu saja sangat disesalkan pihak SN Â dan IN. "Pernyataan bahwa KPK menghormati Putusan MA ini hanya pemanis bibir saja, karena ternyata juru bicara dan pimpinan KPK menyatakan tetap akan memanggil Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Nursalim (IN) sebagai tersangka," ujar kuasa hukum Maqdir Ismail.
Tindakan KPK secara sengaja menempelkan copy surat panggilan di papan pengumuman PN Jakarta Pusat, seolah-olah telah menjalankan panggilan sesuai dengan hukum, menurut Maqdir, adalah bukti bahwa KPK tidak menghormati putusan MA.